11 A

2.1K 192 2
                                    


11

Kimia hari ini seperti hari Minggu yang cerah dan bikin ngantuk.

Mat hari ini seperti permainan congklak yang seru. Besok apa?

Send. Nggak sampai satu menit:

Hari ini terakhir. Kamu?

Sama.

Send.

Biasanya ngapain kalau selesai ulangan umum?

Macem-macem. Nobar. Nongkrong sama temen2ku. Kamu?

Send.

Pulang. Main game. Hehe. Nggak seru ya?

Ah, nggak juga. Main game juga seru. Kayaknya. Temenku, Ara, bisa main game seharian. Sampai lupa mandi.

Send.

Lima menit. Lima belas menit. Akhirnya Kimi mengangkat bahu, lalu melempar HP-nya ke dalam tas. Mungkin dia ketemu temennya trus keasyikan ngobrol. Mungkin juga dia udah melompat ke atas bus atau apa pun yang membawanya pulang ke rumah. Mungkin juga dia menganggap percakapan tadi nggak seru, meskipun untuk yang terakhir ini Kimi agak ragu.

SMS-SMS mereka sekarang udah kayak obrolan dua teman. Meskipun sampai sekarang Kimi belum juga menanyakan nama orang itu, soalnya kayaknya basi banget, nggak penting, nggak perlu.

Nah... kalau memang begitu, apakah orang itu pantas disebut teman? Kimi nggak yakin juga. Lagi pula, selain urusan nama dan wujud, si pengirim SMS itu berasa nggak beda dengan teman-teman lainnya. TDM---Teman Dunia Maya.

Yang bikin aneh, semakin hari Kimi merasa semakin nyaman dengan keadaan ini. Perasaan bersalahnya makin tipis, meskipun dia juga nggak terang-terangan nyeritain semua ini ke Papa dan Mama. Kimi nggak yakin mereka bisa ngerti. Apalagi ngizinin hubungan maya ini dilanjutkan.

Hmmm... kok kedengarannya kayak pacaran backstreet ya? Aneh banget!

Kimi tersenyum samar, teringat celetukan Ara kemarin. "Asal beneran ada aja itu orang, bukan hantu jadi-jadian!"

"Emangnya kayak film favorit lo itu, Ra. Apa judulnya? Hantu Budeg? Selera tontonan yang aneh!" sambar Kimi ketawa. Yang disambar ikut ngakak juga.

"Eits, siapa tahu! Dia tuh cocok banget mainin Pocong SMS atau Hantu Minta Pulsa. Pokoknya yang mirip-mirip itu deh! Masa udah hampir seratus hari nggak nongol-nongol juga wujudnya!"

"Mungkin nggak dia itu nggak cakep, jadi nggak pede gitu nongol di depan kamu, Kim?" usul Monik.

"Eh, bener tuh Monik! Jadi dia bikin lo klepek-klepek termehek-mehek dulu sama dia, baru deh... eng-ing-eng... muncullah dia dengan tampang Frankenstein gitu! Tapi lo keburu udah cinta, Kim, jadi lo nggak liat lagi apakah tampangnya kayak papan gilas atau ulekan. Semua nggak penting, yang penting akhirnya lo bisa ketemu sama cinta sejati lo..."

"Ya ampun! Lebay!" tukas Kimi. "Lagian, gue nggak jatuh cinta. Inget. Gue cuma seneng aja SMS-an sama dia. Semua soal cinta-cintaan itu kan cuma karangan kalian berdua."

Mendengar itu Monik dan Ara cuma pandang-pandangan sambil senyam-senyum. Lihat aja ntar... begitulah arti senyum mereka.

Ehm. Ehm, Ara berdeham. "Ya deh. Percaya. Percaya. Ini cuma hobi baru. Nggak lebih."

Hobi baru berwujud seseorang tanpa wajah. Tanpa nama. Cuma rangkaian SMS yang nyeritain bahwa dia anak satu-satunya, suka film kartun Courage The Cowardly Dog, itu lho, anjing kampung warna pink yang penakut dan giginya bolong dan punya majikan kesayangan nenek-nenek bernama Muriel. Tadinya, Kimi juga nggak tahu ada anjing pink bernama Courage itu. Tapi sekarang dia tahu dan ikutan jatuh cinta sama Courage.

SECRET LOVE (edisi revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang