[IAN]
Ibukota dini hari.
Jalanan tidak pernah sepi. Lampu-lampu sorot dan klakson kendaraan menyulitkan saya untuk tidur. Taksi saya tumpangi dari bandara berjalan pelan. Menyusuri sebuah komplek perumahan elit. Mobil-mobil mewah terparkir di luar garasi. Bangunan mewah dan penuh ukiran menghias sepanjang jalan.
Taksi berhenti di ujung jalan komplek. Supir taksi membantu membukakan pintu, saya memberikannya ongkos dan tip. Ia pamit dan saya segera masuk ke dalam rumah.
Saya menghempaskan diri ke atas kasur. Ada aroma Laika yang belum hilang dari sana, percumbuan kami dua minggu yang lalu rasanya belum dapat hilang dari ingatan. Mata saya mulai lelah, tidur, adalah salah satu cara untuk menyembuhkan rasa sedih. Apakah saya masih mencintai Laika? Bahkan hati kecil saya tidak bisa menjawabnya. Entahlah, saya lebih baik tidur.
Ibukota siang hari.
Rumah terasa gelap, lampu-lampu belum dinyalakan dan tirai jendela masih tertutup, atau lebih tepatnya memang tidak pernah terbuka. Saya jarang menerima tamu di rumah. Hanya tamu -wanita- istimewa yang saya ajak. Foto-foto karya saya menghias setiap sudut rumah. Dan satu potret hitam putih gambar diri saya bertelanjang dada terpampang di ruang tengah.
Rencananya sore hari, saya akan pergi memenuhi pekerjaan dari klien saya yang meminta foto 'sisi lain' ibu kota untuk majalah mereka. Lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah saya. Tapi karena lelah saya memutuskan untuk naik mobil saja nanti.
Kotak pos saya penuh dengan tagihan-tagihan yang bahkan saya sendiri lupa dari mana saja dia datang. Saya tertarik pada sebuah amplop warna hitam yang menyeruakkan aroma parfum yang khas. Laika.
Saya bergegas merobek ujung amplopnya. Dan mulai membaca isi tulisan yang goresannya amat saya kenali.
Dearest Ian,
Mungkin kamu akan menganggap ini kuno, di zaman digital masih ada yang mengirimi surat. Ya sejak kejadian itu aku gak bisa ngehubungin kamu. Bisa jadi namaku sudah dalam block list kamu. Tapi semoga kau mau membacanya hingga akhir.
Aku mau ngejelasin peristiwa dua minggu lalu, laki-laki itu namanya Edo. Dia salah satu chief editor tempat aku kerja. Malam itu kami ngadain party buat ngerayain anniversary majalah kami. Aku gak nyangka Edo langsung meluk aku dan itu semua tepat pas kamu datang.
Aku tahu panggilan jalang yang kamu ucapin dulu benar-benar ikhlas, dan aku pantas mendapatkannya. Walau kenyataannya tidak ada sedikitpun ruang di hati aku untuk orang lain. Semua untuk kamu. Kamu yang bilang, bahwa kamu mau nikahin dalam waktu dekat. Kita liburan bulan madu ke Lombok dan aku bahagia dengan segala keindahan rencana yang kita susun berdua. Tetapi semuanya berubah. Aku begitu salah di matamu. Aku gak tahu cara minta maaf sama kamu. Kamu selalu menghindar saat aku temuin. Kamu memang pencemburu. Tapi tahukah kamu kata orang banyak, cemburu itu tanda cinta.
Ian, aku sayang sama kamu. Maafin aku.
From your sweetheart,
Laika.
-----
Saya mengepalkan surat itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dan kejadian malam itu kembali berputar dalam ingatan. Bagaimana laki-laki itu mendekap erat-erat Laika. Mengecup lehernya. Dan Laika tidak menepisnya sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Jatuh Cinta adalah Patah Hati Yang Termaafkan
RomanceKisah tentang bagaimana Aruna, Ian dan Andra menghadapi patah hati yang melanda mereka.