Bab 21

13.7K 1.7K 435
                                    

Saya beritahu di awal, mungkin part ini akan terasa sangat panjang dan membosankan.
Tapi percayalah, part ini termasuk yang paling berat buat saya. Karna harus nyari referensi kemana-mana :').

.
.

"Prill, soal tantangan Yasmin kemarin, kamu sanggup?" Tanya Ajeng, melirik sebentar ke arah Prilly yang duduk di sebelahnya. Sekarang ini, ia dan Prilly tengah duduk-duduk santai di bawah pohon jambu dekat masjid.

"Nggak tau, Jeng. Lo tau lah, ilmu gue masih cetek. Bisa salat sama ngerti agama aja baru kemarin, ya kali udah disuruh ngedakwah. Kalau dakwahnya tentang macam-macam miras atau asiknya dunia ajeb-ajeb, pasti gue langsung jabanin dah tanpa pikir dua kali," jawab Prilly sambil berseloroh.

"Hust! Masa dakwahin hal maksiat! Dosa, itu.."

Prilly terkekeh, "Canda doang gue, Jeng.."

"Aku yakin, Yasmin pasti udah beneran langsung nyodorin nama kamu ke kiai Umar buat jadi pengisi dakwah halaqah qubra minggu ini,"

"He'em, gue juga yakin!"

"Jadi gimana? Kamu mau terima tantangan Yasmin, atau mundur aja?"

"Mundur, berarti gue nggak sanggup dong ya? Berasa jadi pecundang dong gue,"

"Kalau maju, apa kamu sanggup?" Tanya Ajeng hati-hati, takut menyinggung perasaan Prilly.

"Nah, itu dia! Gue juga nggak yakin sanggup kalau mau maju," Prilly menggaruk pelipisnya sambil berfikir.

"Yaudah, nggak usah diterima aja gimana? Nanti aku bantu ngomong sama kiai Umar," usul Ajeng.

"Tapi kalau gue nggak ambil tantangannya, tuh anak pasti makin songong aja ke gue, Jeng!" Prilly mendengus mengingat bagaimana Yasmin selama ini. Walaupun tidak begitu kentara, tapi Prilly terlalu peka untuk membaca gerak-gerik Yasmin yang selalu ingin menjadi nomor satu itu.

Prilly tiba-tiba berdiri dan menepuk kedua tangannya keras. "Fix! Gue ambil tantangan si Yamin!" Ucapnya penuh tekad.

"Prill--"

"Gue permisi dulu, Jeng. Gue punya misi besar hari ini. Wassalamualaikum!"

"Loh, loh, loh? Prill, kamu mau kemana toh?" Ajeng buru-buru berdiri dan menghalangi Prilly yang hendak melangkah pergi.

"Gue mau ke ruangan abi. Cabut dulu yak, bye!" Prilly menepuk bahu Ajeng sekilas, kemudian berlalu pergi. Meninggalkan Ajeng yang mengernyit bingung.

"Abi?? Abi siapa yang Prilly maksud?" Cicit Ajeng, menatap bingung punggung Prilly yang semakin menjauh.

Sementara itu, Prilly makin melebarkan langkah kakinya menuju sebuah ruangan. Ruangan seseorang, yang Prilly yakin bisa untuk dimintainya tolong.

**

Kiai Umar yang tengah berbincang dengan ayah Yasmin melalui telfon, menoleh ke arah pintu ruangannya yang tertutup rapat. Ia mendengar suara ketukan dari luar, ada tamu sepertinya.

"Ramlan, maaf telfonnya aku tutup dulu ya? Aku ada tamu. Nanti kita sambung lagi obrolan tentang anak-anak kita,"

"......"

"Iya, pasti nanti aku kabari. Ya sudah, aku tutup dulu. Wassalamulaikum." Kiai Umar memutuskan sambungan telfon, dan meletakkan ponselnya di atas meja.

Kiai Umar berjalan untuk membuka pintu ruangannya. Dan beliau langsung disuguhi senyum lima jari oleh seorang gadis yang berdiri manis di depan pintu ruangannya. Tamu itu rupanya santriwatinya. "Prilly?"

Kutikung Kau Dengan BismillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang