Bab 28

14.9K 1.8K 519
                                    

Alan berdiri di depan jendela kamarnya, memandangi hujan yang turun sangat deras. Pikirannya berkelana, melayang pada kejadian beberapa jam silam. Ketika ia menemukan Prilly berdiri saling berhadapan dengan Ali di bawah rintik hujan.

Awalnya, Alan merasa tidak ada yang aneh. Tapi, ketika melihat air mata Prilly turun dan tak melepaskan pandangan dari punggung Ali, Alan mulai berpikir jika ada sesuatu yang tidak beres. Alan sudah berusaha bertanya langsung pada Prilly, tapi jawaban gadis itu justru terdengar ambigu.

"Kamu kenapa, Prill? Kok, nangis?"

"Tanya sama kakak lo!"

Alan mengeryit. "Kak Ali ngapain kamu? Dia marahin kamu?"

"Bukan,"

"Terus?"

"Dia nggak mau jujur. Dia nyuruh gue mundur,"

"Jujur soal apa? Terus, mundur dari mana?"

"Hatinya."

Alan semakin tidak mengerti. "Maksudnya? Aku nggak paham,"

Prilly mendongak untuk melihat Alan. "Lo nggak perlu mencoba untuk memahaminya. Karna setelah lo paham, hati lo justru akan ikut terluka. Tapi tenang.. Lo bisa menghindari luka hati itu, asal lo mundur dengan usaha lo mengejar cinta gue. Selamatkan hati lo sebelum terlambat, Lan. Karna lo harus tau, cinta yang nggak berbalas, itu sakit rasanya!" Kemudian, Prilly langsung pergi begitu saja. Meninggal Alan yang masih bingung mencerna setiap kalimat yang ia ucapkan.

"Mungkin, Prilly ada benarnya, Mas. Mas bisa melangkah mundur, sebelum Mas terluka karna terlalu mengejar Prilly yang jelas-jelas ndak cinta sama Mas," suara Ajeng tiba-tiba saja terdengar dari balik punggung Alan.

"Berhenti, Mas. Sebelum Mas terluka terlalu dalam nantinya," kata Ajeng lagi.

Alan mengepalkan kedua tangannya. Dadanya bergemuruh tak suka. Tanpa menoleh pada Ajeng, Alan berkata. "Kamu nggak berhak ngomong gitu, Jeng. Dan lebih nggak berhak lagi untuk ngatur-ngatur aku. Kamu.. bukan siapa-siapaku!"

Dan yang tidak Alan tau, Ajeng menitikkan air mata di balik punggungnya.

Alan menghembuskan nafas keras. Ia tak pernah mengira, jatuh hatinya yang pertama kali akan terasa sesulit ini. Alan tidak pernah menduga, akan mengalami cinta pertama yang tak bersambut indah.

Tapi, Alan tetaplah Alan. Yang tidak akan mudah untuk menyerah. Alan akan tetap memperjuangkan, apa yang ia ingin dapatkan. Selama Prilly belum dipinang oleh siapapun, Alan masih sangat berhak untuk mengejar wanita itu. Karna bagi Alan, jatuh cinta itu tidak perlu berkali-kali. Jatuh cinta, cukup satu kali dan pada satu orang saja. Maka dari itu, Alan akan berjuang keras untuk meraih cinta sejatinya itu. Andai seribu kali ditolak, Alan akan tetap mengejar sampai sepuluh ribu kali.

"Alan!"

Alan langsung tersentak kaget mendapat tepukan agak keras di punggungnya. Juga suara ibunya yang memekik memanggilnya.

"Ngelamunin apa? Umi panggilin dari tadi nggak nyaut-nyaut. Jangan melamun, Alan. Nanti kerasukan setan loh kamu!"

Alan cuma nyengir saja mendengar omelan ibunya. Ia sedang tidak bernafsu untuk melakukan perdebatan jahil seperti biasa.

"Lan, Umi mau bicara. Serius."

Alan mengangguk. "Iya, Umi,"

"Perempuan yang kamu payungi pakai baskom tadi, si gadis dari Jakarta itu kan?"

"Namanya Prilly, Umi!"

"Ya, ya, terserah. Yang Umi mau tanya, apa dia perempuan yang kamu sukai itu? Kamu, suka sama gadis urakan macam dia, Lan?"

Kutikung Kau Dengan BismillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang