.
Itu adalah Sabtu siang, salah satu dari empat jadwal kosong di bulan ketiga, menjelang pukul sebelas dan asrama nyaris lengang. Beberapa jam setelah Yoongi menyeret langkah malasnya demi menemani dua anggota termuda mereka membeli bahan makanan, setelah Jimin menerima hukuman bebersih toilet dan kamar mandi akibat tak sengaja melempar sosis goreng yang baru ditiriskan ke selangkangan Taehyung, setelah Hoseok berjingkat-jingkat membawa keranjang penuh cucian, juga setelah menerima telepon penuh rengekan dari Jungkook tentang Yoongi yang melarangnya mampir ke konter jajanan gratis.
"Aku tidak gendut, hyung!! Aku empuk!!"
Namjoon menghela napas.
Terserah.
Itu adalah Sabtu siang, pertengahan musim dengan suasana terlalu biasa setelah bertahun-tahun menghuni atap yang sama. Bacaan bercampur kertas yang sempat berserakan di ruang tengah kini berjajar di tempat semula, gundukan selimut sudah diangkut Hoseok dengan gembira, dan lantai telah bersih dari sampah-sampah jajanan Jungkook yang bersikukuh bahwa keripik kentang berasal dari Rusia. Terlalu terik untuk berjemur di beranda, juga terlalu malas untuk berdiam memelototi nada. Namjoon beringsut penasaran, tak mendapati Seokjin sejak selesai membereskan ruangan. Toleh kiri, toleh kanan, tak ada yang benar-benar bisa dikerjakan dan Namjoon mulai bosan.
Bangkit dari sofa, tungkainya bergeser gontai menuju dapur. Diurungkannya niat memanggil keras-keras karena yang bersangkutan tak pernah suka suara berisik. Hati-hati, Namjoon menengok dari ambang pintu lalu terpaku tanpa bergerak lagi. Senyumnya mengembang mendapati sosok yang dicari sedang berkutat sibuk di sisi wastafel. Berdiri menyamping, kening berkerut, serta tampak sibuk membersihkan sesuatu. Lengan kausnya digulung hingga siku, masih memakai celemek dengan tali belakang hampir terburai. Tangannya basah dipenuhi busa. Rambut hitam Seokjin yang sedianya tak lebih panjang dari tengkuk kini mulai tumbuh melewati leher. Jari-jarinya bergerak cekatan mengusap spons beraroma sitrus ke sekeliling mangkuk keramik bekas sarapan. Tak memakai sendal, telapak kaki kirinya diangkat menggaruk betis kanan, membuat Namjoon nyaris terbahak meski urung karena tak ingin mengejutkan.
Menaruh ponsel di atas meja, Namjoon berjalan menghampiri. Jimin pasti spontan menuding jahil jika memergoki, sementara Hoseok hanya akan terbatuk penuh arti sambil pura-pura mengamati dinding. Tapi keduanya sedang berada di ruangan lain dan Namjoon merasa tak perlu berbasa-basi.
Merapat di belakang punggung, Namjoon menaruh dagunya di bahu kanan Seokjin. Matanya terpejam sejenak selagi menikmati bunyi air yang mengucur dari keran. Seokjin tak menepis maupun menegur, hanya sedikit berkedik karena harus meraih gelas dari tumpukan. Juga sewaktu Namjoon melingkarkan kedua lengan di pinggangnya tanpa permisi, Seokjin tetap bergeming tak merespon.
"Jeruk?"
"Sabun lemonnya habis," sergah Seokjin pendek, menekan tutup cairan pembersih, meremas sponsnya agar berbusa, lalu menggosoknya hati-hati mengelilingi permukaan gelas, "Sudah kutulis di daftar belanja yang dibawa Taehyung. Tak terlalu mendesak sih, tapi sekalian saja mumpung mereka pergi."
Hanya berdehem menanggapi, Namjoon beralih menyusupkan wajah ke lekuk leher Seokjin. Dimainkannya kantong depan celemek memakai jari-jari tangan sembari bergumam lirih, "Wanginya enak."
Terbahak, Seokjin menjulurkan tangannya dan menoleh sekilas untuk menorehkan sejumput busa ke wajah Namjoon, "Aku sedang mencuci, tahu. Minggir."
Yang bersangkutan tak terusik, juga enggan melepas tangannya untuk sekedar menghapus kumpulan buih di pucuk hidung, "Tidak mau."
"Aa—a, mangkuk dan cangkir yang barusan kubilas belum dikeringkan," Seokjin menuding ke arah keranjang plastik di samping wastafel, jempol teracung, "Kau boleh membantu kalau mau."
Pemuda jangkung itu tergelak nyaring, "Kalau mangkuknya pecah aku tak mau bertanggung jawab ya?"
"Belum juga mulai sudah pesimis," tukas Seokjin sewot, berjengit kaget karena pinggangnya digelitik, "Shush ah! Kuciprati air nanti. Kenapa? Masih lapar? Mau dibuatkan sesuatu?"
"Tidak, cuma ingin memeluk saja," Namjoon berujar kalem sambil merenggangkan pegangan, melipir ke samping, kemudian meraih lap kering yang tergantung pada hiasan belalai gajah di dinding dekat rak. Garis bibirnya terangkat tinggi, "Hyung manis sih."
"Memuji seperti itu tidak akan membuat piringnya kering sendiri lho?" kali ini telunjuk Seokjin berhasil menggapai rahang Namjoon yang ikut terkena busa, juga bergegas menariknya secepat kilat karena mulut pemuda itu mendadak terbuka berniat menggigit. Merasa menang, Seokjin tersenyum menimpali decak kecewa Namjoon yang mulai menyeka tepi mangkuk. Tak butuh waktu lama hingga senyumnya berganti menjadi tawa kala mendapati kening Namjoon yang berkerut-kerut sewaktu lap yang dipegangnya menyentuh dasar mangkuk. Takut benda itu tergelincir, dicengkeramnya erat-erat sembari menyeka memutari bagian bawah. Busa di hidungnya pun meluncur jatuh tanpa disadari.
Meletakkan gelas terakhir sembari mematikan keran. Seokjin terdiam sejenak. Bola matanya berpendar memperhatikan perbandingan antara jumlah alat makan yang dicucinya dan hasil sekaan Namjoon yang belum beranjak dari angka lima. Tampaknya, setelah sekian lama, taraf kecerobohan Namjoon sama sekali tidak berubah.
"Namjoon-ah."
"Ya?"
Ditaruhnya satu telapak tangan di atas punggung tangan Namjoon, menghentikan pekerjaan pemuda itu sekaligus membuat Namjoon menoleh heran, "Hyung?"
Merapat, memejamkan mata, Seokjin membiarkan lengan atasnya bersentuhan dengan bahu Namjoon yang kokoh. Dulu dia akan selalu berteriak kesal sambil menunjuk-nunjuk agar Namjoon tak menyikutnya bila mereka bersisian, entah tak mau tersenggol atau sekedar enggan menerima cengir tanpa dosa dari sebelah. Juga alasan klasik tentang kekhawatiran akan tenaga Namjoon yang mampu membuat apapun terhantam dengan sekali dorongan. Seokjin tak ingat berapa kali jari-jarinya harus terentang menjauhkan Namjoon yang menjulang dengan tatapan tak suka. Namun entah sejak kapan rasa nyaman saat bersandar di bahu pemuda itu mengalahkan hasrat dengki dan egonya yang selalu ingin mendominasi.
"Kalau posisinya seperti ini aku malah jadi gugup, hyung," Namjoon terkekeh renyah sembari meraih cangkir kopi. Sebentuk kepala berambut hitam memenuhi pandangannya ketika berpaling dan tanpa banyak bicara, pucuk hidungnya menyentuh dahi Seokjin yang tertutup poni lebat— "Capek?"
Seokjin menggeleng, kemudian berpaling perlahan. Ibu jari dan telunjuknya menarik perlahan lengan kaus Namjoon sebelum dagunya menengadah, melempar senyum lebih lebar seraya menatap canggung.
"Aku tak berbakat memeluk dari belakang."
Dan Namjoon hanya balas terbahak.
___
.
.
Bukan tentang usia.
Hanya Namjoon dan dirinya.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
BANGTAN - The Dorms
Fanfiction[BTS/Bangtan Boys] Potongan-potongan cerita pendek dari dalam dan luar asrama. Non-AU. BxB. Featuring para manajer dan staff yang ternistakan.