23. Purple Post Notes

2.5K 305 30
                                    

.

"Sedang apa sih?" Namjoon mengunyah suapan terakhir stew daging dari mangkuk kecilnya. Yang ditegur tak segera menjawab, masih tampak sibuk menuliskan sesuatu di setumpuk kecil kertas warna ungu. Diamatinya dengan seksama, menarik lepas, serta menempelkan kertas-kertas tersebut di permukaan pintu lemari es. Namjoon meneguk air dengan mata menyipit, siapapun tahu dia paling tak suka diacuhkan.

"Hyung, aku bertanya lho?"

"Dengar, dengar," Seokjin mengangguk cepat, menempelkan satu kertas lagi sambil berjalan mundur menuju kursi, ditaruhnya lembar yang tersisa di samping mangkuk, lalu balas mengintip panci. Bibir tebalnya mencibir begitu mendapati jika yang tersisa di dalam stew hanyalah potongan tahu dan sayuran. Sebal, dipukulnya lengan Namjoon.

"Ih! Dagingnya dihabiskan!"

"Kupikir hyung sedang diet," kilah pemuda itu santai, meneguk airnya lagi diiringi lidah terjulur jahil. Seokjin mendengus, lalu beralih mengunyah tahu dengan batin dongkol. Jemari Namjoon iseng meraih tumpukan kertas kecil yang sedari tadi memancing penasaran. Bukan benda istimewa, hanya sebuah post note. Di lembar terdepan masih terpampang tulisan Seokjin yang dicoret menggunakan tinta hitam.

[ Puding susu stroberi, harus manis ]

"Oh, itu?" Seokjin buru-buru menelan, lupa bila dirinya belum menjawab, "Pesanan adikmu."

"Adik yang mana?"

"Jimin. Eh! Tunggu, Jimin, Jungkook, atau Taehyung ya? Haish, kenapa bisa lupa lagi?" Seokjin menggeser kursinya dan secepat kilat menyambar ponsel dari atas lemari es. Dipilihnya satu nomor, menunggu beberapa detik, lantas menyahut tanpa mengucap salam, "Jimin-ah? Kemarin kamu minta dibuatkan puding tidak? Ng? Tidak, hyung cuma tanya. Taehyung bersamamu? Iya. Bukan juga? Oke, bilang pada Sejin-hyung supaya membelikanku es krim literan," ditutupnya sambungan serta bersiul ringan sewaktu meraih bolpoin, lalu menuliskan nama Jungkook di samping kata stroberi. Senyumnya terulas puas, "Karena pelakunya bukan Jimin maupun Taehyung, berarti yang minta dibuatkan puding adalah Jungkook. Aku pelupa sekali akhir-akhir ini," gerutunya, menarik lepas satu lembar teratas dan menempelkannya di tempat serupa.

Namjoon menatap tak paham dan menoleh untuk menghitung berapa banyak post note yang terpakai. Alisnya terangkat memergoki hampir separuh pintu atas dipenuhi kertas ungu muda dengan coretan di sana-sini.

[ jangan lupa membeli kubis untuk kimchi ]

[ merek sweater langganan memuat koleksi musim dingin ]

[ membawa RJ ke laundry karena mulai kucel ]

[ mencari resep bubur wijen hitam penambah tenaga untuk Hoseok ]

[ membeli selimut warna biru untuk Namjoon ]

[ mengirim oleh-oleh dari Paris untuk Sandeul dan Jaehwan ]

[ mantel tudung Yoongi harus direndam dua hari ]

[ mengunduh video latihan menari sepulang dari agensi ]

".......memangkas poni Jungkook dan mengatur pengering rambut ke suhu tertentu," Namjoon ikut mengeja sampai lembar terakhir, tak ambil pusing untuk memanggil lebih hormat, "Dan ini semua harus dikerjakan?" ujarnya menahan tawa. Seokjin buru-buru menelan gumpalan tahu di dalam mulut lalu menusuk lengan Namjoon memakai ujung sumpit.

"Jangan mengejek! Kalau ada yang mau dikatakan, katakan saja!"

"Sakiiiiit," Namjoon mengusap-usap lengan putihnya yang kini berbekas merah, mengenakan singlet malam-malam begini memang bukan keputusan bagus, sebab sasaran serangan Seokjin akan terbidik sempurna, "Aku tak bermaksud menertawakan, hyung, tapi lucu saja melihatmu menjajarkan kertasnya seperti dekor majalah dinding. Coba ditulis jadi satu di buku catatan, kan lebih rapi."

BANGTAN - The DormsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang