L E L A H
Suara isak tangis, terdengar dalam sunyinya malam. Isak tangis yang terdengar menyakitkan. Dan suara itu berasal dari sebuah kamar. Kamar seorang gadis yang kini terbaring memeluk gulingnya. Tangannya menggenggam erat seprai. Menahan emosi yang bergemuruh dalam hatinya.
Dulu, ia tak seperti ini. Hidupnya tak seperti ini. Tapi semenjak hari itu. Hari dimana ia terhancurkan oleh hal yang paling ia takuti. Ia menjadi seperti ini. Sejak hari itu. Ia selalu menangis dalam sunyinya malam. Menangisi hidupnya yang berubah hanya dalam sekejap waktu.
Tangisnya kini mulai mereda. Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Namun rasa kantuk tak dirasa oleh gadis itu. Gadis yang dulu ceria itu kini harus menelan pil pahit. Keceriaan yang ia punya dulu kini tergantikan oleh tangisan setiap malam.
Gadis itu masih terdiam. Matanya menatap lurus ke depan. Tangannya semakin menggenggam erat seprai. Air matanya kembali jatuh. Kemudian gadis itu mencoba memejamkan matanya. Berharap saat ia bangun, semua itu hanya mimpi buruk.
Rembulan malam kini terganti oleh sang mentari. Yang memancarkan cahayanya, menerangi bumi ini. Gadis itu masih terlelap dalam tidurnya. Rasanya damai, jika ia berada di alam mimpi. Bukan seperti di alam yang ia tinggali sekarang.
Akhirnya suara alarm membuat gadis itu terjaga. Matanya terbuka dengan perlahan. Kemudian gadis itu bangun. Duduk sambil mengucek matanya. Dengan langkah gontai, ia menuju ke arah kamar mandi yang berada di kamarnya.
Setelah mandi dan berganti baju. Gadis itu mengikat rambut panjangnya. Tanpa polesan di wajah maupun memakai parfum. Hanya mengikat rambutnya. Setelah selesai, gadis itu mengambil tas sekolahnya. Dan berjalan keluar kamar dan menuju ke ruang makan.
Sesampainya di ruang makan. Hatinya kembali sakit. Kosong. Ruang makan itu kosong lagi. Kemana perginya keramaian itu? Kenapa sekarang terganti oleh kesunyian yang menyayat hati.
Gadis itu menghela nafas lelah. Kemudian duduk di kursi, mengambil roti tawar yang telah tersaji bersama segelas susu. Ia memakan roti itu tanpa mengoleskan selai, ataupun mentega.
"Hambar. " gumamnya lirih nyaris tak terdengar.
Seperti hidupku.
Lanjutnya dalam hati.
Setelah menghabiskan satu roti. Ia meminum susu itu. Hanya seteguk. Tak sampai habis. Kemudian berjalan keluar rumah. Berjalan kaki menuju sekolahnya.
Kakinya tak lelah menapaki jalanan kota ini. Jarak dari rumah ke sekolahnya memang tak terlalu jauh. Mungkin hanya 1 km saja.
Setelah sampai di sekolahnya, gadis itu lantas menuju ke kelasnya. Dan ketika sudah berada di kelasnya ia duduk di bangku paling belakang, di pojok sebelah tangan. Sendiri. Tanpa ada yang menemani.
Tepat saat ia duduk. Suara bel tanda masuk pun terdengar. Suara ricuh memenuhi ruangan kelas. Membuat gadis itu menutup telinganya. Dia tak suka keramaian. Dulu memang ia suka keramaian, sebelum kesunyian datang di hidupnya.
Dengan rasa sedih yang masih menyelimuti hatinya. Ia mencoba mengikuti pelajaran. Meskipun tak satupun materi yang masuk dalam otaknya. Gadis itu hanya mengikuti semuanya. Alur yang tercipta untuknya.
Waktu istirahat pun ia gunakan untuk duduk di bangkunya saja. Mendengarkan musik dari ponselnya menggunakan earphone. Mengeraskan volumenya sekeras mungkin. Tak peduli nanti gendang telinganya akan bermasalah. Yang penting ia tak mendengar suara ocehan dari teman - temannya yang jauh lebih merusak telinganya.
Gadis itu menyenderkan tubuhnya di kursi. Memejamkan matanya. Melupakan rasa lapar. Perih. Perutnya memang perih. Namun, lebih perih hatinya yang kini terhancurkan.
Ketika gadis itu melepaskan earphone yang menempel di telinganya dilepas. Saat itulah ia mendengar bisik - bisik dari teman - temannya sekelas.
"Dasar cewek menyedihkan. Lihatlah. Semakin hari semakin menyedihkan."
"Mayat hidup."
"Mana ada yang mau berteman dengan mayat hidup."
"Lihatlah kantung matanya semakin mengerikan."
"Kasihan ya gak punya teman."
"Gue sih ogah jadi temannya."
"Dasar penghianat."
Begitulah komentar teman - teman sekolah gadis itu. Sudah biasa ia mendengarnya. Dan ia terlalu lelah untuk menanggapinya.
Larevta Angelica. Nama gadis yang disebut menyedihkan. Yang disebut sebagai mayat hidup, sejak 3 bulan yang lalu. Tubuhnya memang kurus, tak terawat sejak itu. Bibirnya pucat, kantung matanya mengerikan. Begitu juga dengan tatapanya yang kosong.
Tak seorang pun mau berteman dengannya. Bahkan sahabat - sahabatnya kini meninggalkannya. Dia harus kuat menghadapi teman - temannya yang slalu berkomentar tentang dirinya. Ikut campur dalam kehidupannya.
Dia tak tahu lagi. Harus bagaimana lagi. Untuk hidupnya kini. Dia terlalu lelah untuk melewati ini setiap hari.
Haruskah aku pergi Tuhan. Aku tak sanggup lagi. Ini sungguh menyakitkan. Aku lelah Tuhan. Aku ingin pulang. Aku ingin tidur panjang dalam ketenangan. Aku ingin meninggalkan luka ini. Aku tak mampu memikulnya sendiri. Ini terlalu berat Tuhan.
Batin gadis itu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
L E L A H
Kısa Hikaye#648 dalam cerpen Ketika hidup berada dalam dua pilihan. Pergi atau bertahan. Ketika semua mempermainkan. Memporak-porandakan. Mengancurkan kedamaian. Yang ada hanya kebencian. Dan tertinggal kesedihan yang mendalam. ••• Cerpen