4. Tempat Kediaman Senja

42 5 0
                                    

Kriiiiinnnggggg......

Suara yang tidak pernah fals bagi para pelajar. Ray memasukkan semua buku-buku nya dan bersiap untuk pulang, ia berjalan di koridor sekolah menuju parkiran dengan santai dan mengaitkan earphone di telinganya, dengan langkah yang teratur dan diselipkan telapak tangannya di kantong celana membuat ia terlihat cool. Sesampainya di parkiran Ray menarik sepedanya yang terapit dua motor gede, setelah berhasil ia mulai menaikinya dan mengayuh perlahan. Ia tidak pernah malu bersepeda, bahkan satu sekolah tidak pernah mengejeknya, karena mereka tahu bahwa Ray adalah anak orang berduit.

Seperti biasa, sampai rumah ia melepas seragam lalu diambilnya handuk dan mulai melingkarkannya di pinggang, ia membasuh mukanya yang kusut itu dengan air hangat sembari berkaca dan menggosok-gosok pipinya.

"Ini pasti bukan debu, kalo debu palingan cuman kotor, polusinya makin ganas aja sampai-sampai nyerang kulit. Lama-lama bisa jelek semua nih orang-orang." Cerocos Ray.

Setelah ia selesai mandi, Ray segera keluar rumah lalu ia menaiki sepeda fixie nya. Tujuan Ray kali ini adalah tempat favorit sejak ia kecil, tempat dimana Ray selalu menghabiskan waktu sorenya. Hamparan rumput luas yang hijau ditambah kicauan burung-burung bergembira memberikan efek natural ditempat itu. Setelah sampai, ia dengan semangat memanjat pohon menuju rumah pohon yang ia buat dengan sahabatnya, rumah pohon kecil dihiasi dengan ornamen-ornamen kertas hijau membuat suasana terlihat sejuk. Rumah pohon ini dibuat bertujuan untuk menikmati karya Tuhan yang begitu eksotis, merah matahari memancarkan sinar yang dapat melemahkan bola mata, menghibur jiwa yang terabaikan.

Senja mulai menampakkan dirinya, Ray membaringkan tubuh atletisnya didasar alas rumah pohon, sesekali ia tersenyum dapat menikmati eloknya perpisahan antara sore dan matahari. Diambilnya kertas dan pena, ia mulai menulis puisi.

Senja

Sinar lembut membuai kelopak mata yang kadang terpejam..
Ditemani dengan kepulan asap seduhan kopi kelam yang manis..
Sang pujangga sinar mengucap salam perpisahan dengan sore..
Memikat setiap jiwa yang payah nan lelah..
Merah, oranye, hitam.. Perpaduan warna kehidupan asa....
Dari senja Tuhan berpesan pada semua insan tak bermoral
Agar tidak menilai orang dari lekuk tubuhnya..
Ia punya hitam bukan berarti kelam..
Ia merah bukan berarti marah..
Ia kuning bukan berarti rendah kening..
Akibat manusia alam gagal menunjukkan kegagahannya...
Rambut bumi ia gundul untuk menghias gedungnya..
Resapi.. Rasakan..

Seusainya, Ray memandang langit dengan tatapan kosong, ia berfikir akan jadi apa bumi ini 50 tahun kedepan, hutan tanpa pohon, sungai tanpa ikan, udara tanpa oksigen. Akan hancur bumi ini tanpa adanya kesadaran setiap manusia. Ray mulai menjajaki tangga untuk turun dan bersiap untuk pulang.

Ray tidak pernah berfikir pacaran atau sejenisnya, ia hanya cinta alam dan lingkungan. Cewek-cewek disekolahnya mengidam-idam kan sosok Ray, bahkan Ray hanya bisa jatuh cinta dengan senja bukan perempuan cantik.

Sesampainya dirumah, Ray membasuh kedua kaki dan bergegas menuju kamar tidurnya, ia bersiap untuk untuk memulihkan keadaan tubuh. Disetelnya alarm pukul 19.00 guna membangunkannya untuk mengahadiri sebuah seminar.

Senja JalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang