BAB VIII

76 9 0
                                    

24 September 2014

Berada di ruang perpustakaan Schofield High School

Siang ini aku berlari kemari. Aku takut, sangat takut. Semenjak aku menyimpan batu ini, banyak hal mulai terjadi.

Awalnya semua baik-baik saja. Semuanya bermula ketika hari itu, saat aku di kejar seekor anjing galak yang di pelihara sekolah ini. Aku baik-baik saja, tapi keesokannya terdengar kabar kalau anjing itu mati dengan sangat tragis. Halaman sekolah tiba-tiba saja ramai karena mayat anjing itu tepat berada di tengah-tengahnya, bersimbah darah dengan keadaan yang mengerikan. Semenjak hari itu aku sangat berhati-hati.

Tiga hari yang lalu, Mike kembali berbicara padaku masalah perasaannya. Jujur aku memiliki perasaan yang sama padanya dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Baiklah saat itu dia memelukku, itu pertama kalinya buatku. Aku menulis buku inipun dengan pipi yang memanas. Namun, mengingat banyaknya penggemar seorang Mike, termasuk sahabatku Gege, ternyata Gege juga menyimpan perasaan yang sama pada laki-laki itu. Gege menjauhiku, dia tidak berbicara lagi padaku. Hanya Mia, hanya gadis itu yang mengerti bagaimana aku.

Pada sore hari menjelang makan malam di Ruang Makan, seseorang bernama Ryne tiba-tiba datang mendekatiku dan menamparku. Aku pikir semua akan baik-baik saja, aku sangat takut terjadi hal yang buruk pada Ryne, tapi setiap harinya dia kasar padaku. Membuatku tersandung saat berjalan, menjambak rambutku, dan mendorongku saat hendak menuruni tangga asrama, bersyukur aku tidak terguling disana.

Dan pagi ini aku menemukan hal mengerikan lainnya. Benar, korbannya Ryne. Gadis itu sudah mati. Dia mati!!

Ditemukan di bawah tangga dengan rambut yang rontok dimana-mana dan patah tulang pada kakinya. Wajahnya banyak luka. Aku tidak tahu bagaimana kerja batu itu, bagaimana dia bisa membalaskan sebuah dendam? Dia hanya sebutir batu yang tidak memiliki nyawa.

Aku sangat takut. Aku akan mengembalikan batu ini pada ibu dan Ayah. Sepertinya aku harus mengakhiri ceritaku, Mike baru saja memasuki ruang perpustakaan dan berjalan ke arahku. Sudahlah.

-Crshld

***

Resya mengerjapkan matanya. Terasa sangat berat, benar-benar sulit terbuka. Tenggorokannya perih dan kering. Tubuhnya lemas dan ia merasakan sakit yang berdenyut pada lutut dan juga kepalanya.

Saat matanya terbuka dengan sempurna, ada banyak orang yang melihat ke arahnya dengan tatapan khawatir.

"Kamu sudah sadar?"

Karina duduk disamping Resya dan mengambil gelas air yang ada di nakas. Katerina menghela nafasnya dan mencoba untuk duduk. Ada Andrean yang membantunya. Gadis itu sedikit terkejut, bagaimana bisa Andrean berada di sini.

Resya minum di tengah kebingungannya. Ada beberapa orang lagi disini. Gea, Dio, dan Crishtine. Akhir-akhir ini mereka jadi akrab.

"Tadi listrik lorong padam dan ada suara teriakan keras di dekat ujung lorong. Ternyata itu kamu"

Gea menghela nafasnya dan duduk di ujung ranjang memperhatikan Resya. "Kamu membangunkan semua penghuni Asrama"

Resya menggigit bibir bawahnya. Teriakannya pasti cukup keras sampai bisa membangunkan semua orang, walau Resya yakin tidak semua penghuni asrama akna terjaga.

Resya memejamkan matanya sejenak, mengingat sosok mengerikan yang mengejarnya. Apa itu mimpi?

"Crishelda memang menyeramkan, kan?"

Resya membuka matanya dan menatap ke arah Crishtine yang bersandr di tembok kamar. Resya bisa melihat gadis itu menghela nafasnya pelan lalu mengangguk.

Crishtine melangkah mendekati pintu dan membukanya.

"Tung..gu"

Resya mengurut lehernya, rasanya perih saat bersuara. Crishtine menoleh dengan tatapan datar menunggu apa yang hendak dikatakan oleh Resya.

"Kenapa kamu tahu kalau aku melihatnya tadi?"

Crishtine tersenyum tipis. "Aku sudah pernah mengatakannya padamu"

"Aku bisa melihat yang tidak bisa kalian lihat"

Setelah mengatakan hal itu, Crishtine pergi dari kamar Resya menyisakan empat orang yang masih belum mengerti. Apa lagi Dio yang sangat-sangat tidka mengerti.

"Jadi kamu teriak karena melihat Crisha.. siapa?"

Karina nampak ragu dengan nama yang disebutkannya tadi, memang sulit melafalkannya. "Crishelda"

"Aku pikir kamu teriak karena lampu koridor tiba-tiba mati" Lanjut Karina.

Seseorang menyentuh tangan Resya dan meremasnya. Gadis itu nampak kelu melihat mata Andrean yang melihatnya sangat dalam. "jangan sendirian". Resya merasakan hatinya menghangat di tengah ketakutannya akan sosok Crishelda yang mengejarnya tadi.

"Aku takut"

Sepersekian detik, resya bisa merasakan tubuhnya sudah berada di pelukan laki-laki itu. Hangat dan nyaman, rasanya Resya bisa melupakan kenyataan yang ada kalau dirinya kini tengah dikejar oleh seorang yang mengerikan.

Alis Resya mengkerut ketika ia merasakan telapaknya yang tadi kosong kini tengah menggenggam sesuatu. Matanya sontak membulat, tidak mungkin! Sungguh mustahil.

"Hah!"

Resya melepas pelukannya tiba-tiba dan meelmpar benda itu ke atas selimutnya. Semua orang sedikit panik ketika menyadari apa yang di lempar Resya.

"Kapan kamu membawanya?"

Pertanyaan Gea semakin memusingkan Resya. Gadis itu benar-benar tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Resya harus mengembalikan batu ini pada Crishtine, Harus!

Buku harian biru yang terjatuh dari atas meja belajar Resya mengejutkan mereka semua. Hanya Resya, hanya Resya yang memucat dan merasakan nafasnya kembali diambil.

"Resya! Re!"

"Resya kamu kenapa?!"

Sosok itu ada lagi, menatapnya dengan mata kelamnya, membawa serta suara derak tulangnya dan meneteskan darah di atas buku biru itu.

Dia, Crishelda!

TBC

Ini pendek, ya, memang pendek. MaafkanT-T

S i n

follow my ig : Sinar_Wijayanti

CRAWLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang