Complementary (Chapter 3) Present by RoséBear

3.3K 406 27
                                    



The Paradox of Lost Complementary


Ada ungkapan yang mengatakan

No music, no life

Sementara musik itu sendiri apa. Adakah penjelasan panjang tentangnya atau sekedar suara yang mengandung irama. Ya. Musik itu sejenis fenomena instuisi. Tiap orang memiliki paradigma masing-masing terhadap musik.

Bagi banyak orang musik itu dihasilkan dari suara alat. Sementara bagi Kai, detak jantung seseorang adalah musik yang indah di telinganya.

Pria itu kini duduk dengan makan siang yang cukup banyak. Berdua bersama seorang gadis pemain violin yang sudah dua kali ia temui.

"Siapa namamu?" Kai yang lebih dulu bertanya.

Ia menyaksikan betapa lahap gadis ini memakan makanannya.

Baiklah, semua terjadi tentu saja karena sebuah proses yang tidak terduga. Kai menerima hantaman cukup kuat dari violin sang gadis hanya karena candaannya.

Lalu suara perut gadis itu menyadarkan Kai. Oh. Dia tidak sadarkan diri tadi pagi bukan hanya karena red wine yang Kai tawarkan, lebih pada karena dia memang kelaparan dan kekurangan tenaga.

"Dyo."

Gadis itu berkata pelan.

Kai mengernyit, ia topang dagunya dengan tangan. Sesungguhnya selera makan Kai lenyap saat gadis ini menarik makanannya juga.

Mungkin lima belas menit sudah berlalu sejak dia memperhatikan gadis ini.

Dia tampak manis dengan rambut terurai yang dililit menggunakan syal merah serta tubuh mungil dibalut mantel coklat cream milik Kai yang ia pinjamkan pada gadis ini.

"Kau tidak bersekolah lagi? Tidak berniat melanjutkan ke universitas atau akademi?"

Gadis itu berhenti makan. Bahkan benar-benar berhenti.

"Ini bukan pertemuan pertama kita tuan. Kau pernah bertanya dan apa perlu kuberitahu padamu jika umurku kini sudah dua puluh dua tahun."

"Kau pengangguran?"

Gadis itu memutar matanya bosan karena pertanyaan Kai. Terkadang pria ini gemas melihat tingkahnya yang lucu, masih teringat oleh Kai bagaimana dia harus membawa gadis ini keluar dari asrama. Betapa takut gadis ini saat ingin keluar dari kamar Kai menyadari itu adalah asrama khusus laki-laki. Beberapa dokter menggunakannya untuk sekedar beristirahat atau digunakan untuk residen dan ko-assiten tinggal. Padahal Kai sudah meyakinkan tidak akan ada yang melihat, sekalipun ada tidak akan peduli. Dia tinggal bilang merupakan saudara Kai. Perjalanan satu menit berlangsung hampir setengah jam karena perdebatan kecil mereka.

"Aku sedang bersiap melanjutkan ke perguruan tinggi."

"Kalau begitu kenapa tidak mengikuti kursus persiapan ujian skolastik daripada kau berkeliaran di sekitar rumah sakit. Oh. Apa disana ada saudaramu?"

Kai memperhatikan gadis itu berpikir sejenak. Lalu dia mengangguk pelan. "Ayahku disana."

Oh, Kai pikir dia menyakiti hati gadis ini, mungkin ayahnya salah satu pasien di sana. Pelan, tangannya mendorong air minum mendekat. "Minumlah. Apa rencanamu sekarang? Kembali ke rumah sakit menemui ayahmu?"

Gadis itu menggeleng. "Entahlah aku bingung."

Ponsel gadis itu berdering, sebuah panggilan yang Kai tidak tahu dari siapa. Keluarganya mungkin, atau kekasihnya. Gadis semanis ini sudah barang tentu banyak pria yang menginginkannya. Tapi jika mengingat caranya bicara Kai sedikit ragu karena terkadang gadis ini berteriak.

COMPLEMENTARY  [KAISOO FF COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang