Sahabat

876 134 56
                                    

Beam sibuk menatap langit malam tanpa bintang. Sekarang sudah mencapai tengah malam, Beam menatap Kit.

“Kau pulanglah, nanti akan kukatakan pada Ming untuk pulang juga. Phana dan Wayo biar aku yang menjaga mereka.” Kata Beam pelan melihat sahabatnya yang terlihat lelah.

Kit menggeleng menolak. Dia merasa tidak nyaman meninggalkan temannya yang sedang sakit seperti ini. Beam menunduk.

“Kau pikir.. lebih baik kita memberi tahu orang tua Phana?.. kejadian ini.” Tanya Beam ragu. Kit menatap Beam dengan ragu juga.

“Zai.. orang itu lebih dari kata berbahaya.. kurasa kita harus mendengar pendapat Ming dahulu, dia sudah mengenal Zai lebih lama dari kita.. kita tidak ingin mengambil langkah yang salah menghadapi Zai.” Jawab Kit. Beam mengganguk setuju.

Ponsel milik Kit berbunyi nyaring, Kit mengangkat panggilan itu.

“Ya.. oke, kami akan akan kesana.” Lalu Kit menutupnya. “Tadi Ming, dia bilang operasinya sudah selesai, Kita akan ke ruang rawat inapnya.” Kata Kit.

Beam berdiri cepat. “Dimana?” Tanya Beam.

“Di ruang 105”
_________________________________________

Beam dan Kit berjalan cepat menuju ruangan yang disebut Ming. Ruangan itu terletak tiga ruangan setelah meja perawat di lantai tiga.

Beam membuka pintu itu dan melihat Ming yang terdiam menatap dua ranjang di hadapanya.

“Bagaimana keadaan mereka?” Tanya Beam sambil berjalan menuju Ming. Ming menatap Beam, ada kilatan lelah dimatanya.

“Wayo mendapat benturan kecil di kepalanya, tapi Dokter sudah memeriksanya dan tidak ada luka dalam di kepalanya, selain itu Wayo hanya mendapat luka luar yang ringan. Lalu Phana mengalami retak tulang di lengan kanan atasnya dan luka sobek di paha yang tidak terlalu dalam.. untungnya mereka berdua baik-baik saja.” Kata Ming menjelaskan.

Beam mengangguk mengerti

“Dan.. Aku menempatkan mereka di kamar yang sama agar kita bisa menjaga mereka secara bersamaan.. jika mereka berbeda kamar mungkin akan agak sulit menjaga mereka saat belum tersadar.. hanya untuk berjaga-jaga jika.. Kau tau.. Zai” Kata Ming melanjutkan.

“Kurasa itu yang terbaik..” Kit menjawab pelan.

“Lalu.. tentang kecelakaan ini.. kami ingin mendengar pendapatmu tentang memberi tahu ini pada orang tua Phana.” Kata Beam. Ming menatap Wayo yang berbaring dengan perban melilit di kepalanya.

“lebih baik tidak, jika orangtua P’Pha sampai tahu, berita kecelakaan ini akan menyebar luas.. dan jika ayah Wayo sampai tahu.. aku tidak bisa membayangkan apa yang bisa terjadi, dan mungkin untuk kali ini bahkan Wayo sendiri tidak bisa menghentikan ayahnya. Dengan tidak adanya bukti tentang kecelakaan ini akan lebih mudah jika kita menyembunyikan ini.” Jawab Ming pelan.

“Kau akan menutupi kasus ini? Kupikir Ai’Pha tidak akan suka..” Kata Beam menatap Phana yang berbaring di ranjang rumah sakit.

“Sekarang bukan saatnya memikirkan suka atau tidak, sakarang adalah waktunya untuk berpikir bertahan dari segala serangan Zai. Lagipula, selama ini untuk kebaikan Wayo aku yakin P’Pha akan setuju.” Kata Ming

Beam menatap Ming lalu mengangguk. “Baiklah.”

Ming mendekati ranjang Wayo. “Untuk sekarang kita hanya bisa mengikuti permainan Zai” Ming berkata pelan dan membiarkan Kit mendekatinya lalu mengusap bahunya pelan.
_________________________________________

Wayo merasakan kepalanya pusing dengan hebatnya. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi, Wayo baru pulang kuliah.. P’Pha menjemputnya.. mereka bertengkar tentang Zai.. lalu.. lalu sesuatu menabrak mobil mereka.. lalu Wayo merasakan P’Pha memeluknya.. mobilnya.. sakit..

Kenangan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang