Udara shubuh yang menusuk membuat pria itu merapatkan sarungnya ke tubuh bagian atas.Orang-orang keluar seusai mendengarkan ceramah subuh. Namun tidak dengan Zidan yang beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke sebuah lemari yang terletak di dekat tempat shalat jamaah perempuan.
Pandangan Zidan teralih kepada gundukkan sarung yang tersembunyi di balik lemari. Memang ada sedikit ruang kosong tempat meletakkan beberapa buku bacaan.
Zidan mengambil Al-Qur'an dari dalam lemari dan menghampiri gundukkan sarung itu.
Ia masih termenung memperhatikan kejadian janggal itu. Ada sedikit kecurigaan dalam hatinya. Kemudian kecurigaannya bertambah ketika melihat sedikit gerakan yang membuat sarung tersebut sedikit terbuka dan menampakkan sebuah kaki.
Tanpa berfikir lagi ia langsung menggoyang-gaoyangkan bagian kaki yang masih tertutupi sarung.
"Mas, bangunlah. Ini sudah shubuh." infonya.
Tubuh yang tertutup itu menggeliat. Ia mengangkat lengannya dan berusaha membuka sarung yang menutupi wajahnya.
Alangkah terkejutnya Zidan melihat sosok yang dikiranya pria itu.
"Astagfirullah!" pekiknya.
Sahara hanya bisa menatap Zidan dengan mata yang membelalak. Ia merasa sangat terkejut dan malu.
Kemudian ia menggoyangkan tubuh yang tertidur di sebelahnya. Seketika bangunlah bocah lelaki yang masih menyipitkan matanya.
"Apa yang kalian lakukan!?" tanya
Zidan masih dalam keterkejutan.
Sahara masih terdiam kaku. Sedangkan adiknya mulai menyadari apa yang terjadi dan menunggu jawaban dari sang kakak.
"Emm.. Aku.."
"Kakak, ayo kita pulang." pinta adiknya yang langsung memotong jawaban Sahara.
Sahara bangkit berdiri dan melipat sarung-sarung itu dengan perasaan gamang. Sedangkan Zidan masih terpaku melihat kakak beradik itu.
"Ada sedikit masalah. Itu sebabnya kami tidur di sini. Tenang saja, kami akan pergi. Lagi pula besok aku harus sekolah." jelasnya yang telah melipat sarung.
"Ini sudah pagi." info Zidan dengan wajah dinginnya.
Mata Sahara kembali membelalak.
"Jangan membohongiku!"
"Lihat saja sendiri."
Tanpa berpikir panjang, Sahara menarik lengan adiknya dan melesat keluar.
"Hey! Shalat subuh dulu!" teriak Zidan.
"Nanti saja!"
Zidan memasang wajah masamnya. Kemudian seulas senyum terhias di wajahnya. "Ternyata begitulah dia."
***
Ratusan siswa berdiri tegak menyusun barisan. Para petugas upacara bersiap dengan tugasnya masing-masing.
Ada sebagian petugas yang masih berlatih. Diantaranya pasukan paduan suara yang melantunkan lagu nasional dengan merdu dan sigap. Suaranya yang menggelegar seakan membangkitkan semangat 45.
Di sebelahnya tersusun pasukan pengibar bendera yang telah siaga dengan sang saka merah putih yang terhampar di salah satu lengan seorang gadis berkerung yang hitam manis.
Ditambah lagi dengan para guru yang juga berbaris rapi di podium. Wajah mereka dingin didukung dengan gerakan yang mematung.
Upacara pun di mulai. Pemimpin upacara mulai memasuki lapangan upacara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Second
SpiritualDi saat hati yang terikat tanpa di sadari Di saat rindu mulai membuncah tak terkendali Di saat cinta merangkul kedua jiwa suci Hanya satu yang nyata dari semua ini Keagungan takdir Tuhan Yang Maha Mengasihi