Bicara

83 11 13
                                    

Siang yang memuncak mengeluarkan udara panas yang membakar ubun-ubun. Ratusan kendaraan berlalu-lalang memadati jalan raya.

Beberapa pejalan kaki melontarkan kata-kata kasar kepada para sopir yang mengendarai kendaraannya dengan brutal. Kekeruhan pun semakin terlihat jelas dengan adanya sampah yang berserakan di jalanan maupun di pasar yang terletak di seberang jalan. Benar-benar suasana kota yang berantakan.

Sahara yang sedari tadi berdiri di depan sebuah toko baju seberang pasar menghentakan kakinya berkali-kali. Ia berdecak kesal sambil terus memandang ponsel jadulnya itu.

Kaos hijau tua polos dengan celana jeans panjang membuatnya tampil sederhana namun menarik. Rambut lurus sebahunya tampak jatuh dengan sempurna. Wajah putihnya mulai kemerahan dan didahinya bercucuran keringat.

Ia coba menarik napas perlahan guna menenangkan diri. Namun bukan kesegaran yang ia dapatkan melainkan kepengapan yang menjadi-jadi. Ia mencoba menunggu dan terus menunggu.

Setelah beberapa saat pandangannya tertuju kepada gadis dengan dress pendek berwarna merah yang mencolok. Rambut panjang yang diikat sepenuhnya kebelakang begitu hitam legam. Kulitnya yang kecoklatan tak sedikitpun mengurangi kecantikannya.

Ia begitu tampil dengan modis. Terlihat jelas bahwa dia seorang gadis yang cinta fashion.

Gadis itu menghampiri Sahara. Kemudian ia terkekeh ketika melihat wajah kesal Sahara yang sudah terpasang sedari tadi.

"Kau lama menunggu ya?" tanyanya sambil terkekeh.
"Menurutmu?" tanya balik Sahara dengan ketus.
"Baiklah. Aku minta maaf."pintanya merajuk.
" Jadi apa yang ingin kau katakan?"
"Pertama-tama aku ingin memberitahu rencana hari ini. Aku ingin mengajakmu menonton film, setelah itu kita akan buka bersama di restoran favoritku. Bagaimana?"

"Ahh kau ini! Bicara saja apa yang ingin kau bicarakan. Jangan membuang waktuku selama itu." protes Sahara.

"Aku mohon hari ini saja. Aku benar-benar merasa hancur hari ini. Tolong pahami aku."
"Tapi kau terlihat baik-baik saja?"
"Jadi menurutmu aku harus menangis sepanjang perjalanan tadi? Ayolah Sahara..." ia tetap memohon.
"Huh.. Baiklah. Tapi aku tidak punya uang sama sekali. Ke sini saja aku diantar ayahku. Aku kira kau hanya ingin bicara saja."

"Aku akan menraktirmu. Aku juga akan memberimu ongkos untuk pulang. Jadi tenang saja. Dan jangan sungkan dengan apa yang kuberi, karena apa yang kau lakukan untukku lebih dari apa yang aku lakukan untukmu. Baiklah, ayo kita berangkat!" ajak gadis itu sambil menuntun tangan Sahara dan berjalan. Mereka kemudian menghilang dibalik taksi yang melesat dengan kecepatan sedang.

The Best SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang