Berilah Kami Ketenangan

68 6 6
                                    

Sahara berjalan perlahan menuju rumahnya. Rasanya ada sedikit kepuasan yang muncul di hatinya setelah melihat wajah bingung dari pria bernama Zidan itu.

Biarkan saja dia, agar dia pikirkan sendiri apa kesalahannya, tegasnya dalam hati.

Sesampainya di depan rumah ia dikejutkan oleh lemparan panci yang hampir saja menghantam wajahnya.

Suasana rumahnya sudah terdengar ramai. Bentakan dan cacian terdengar jelas dari mulut wanita paruh baya yang tak lain ibunya Sahara kepada suaminya.

Dengan cepat Sahara mengambil panci yang terlempar tadi dan masuk ke dalam rumahnya.

"Apa ibu tidak malu melontarkan kata-kata seperti itu? Setiap orang yang lewat memperhatikan rumah ini. Bahkan tetangga sudah pasti merasa jengkel kepada kita, padahal kita baru sebulan di sini!" ucapanya kesal.

"Lihat pria bodoh ini! Dia bilang tidak punya uang untuk makan besok!" jawab ibunya dengan kesal juga.

"Aku akan mencarinya lagi besok!" tegas ayahnya tersulut emosi.

"Lalu apa yang kita makan untuk sahur nanti?!" bentak ibu.

"Makanlah makanan yang ada dulu! Jangan membuatku pusing!"

"Dasar tidak tahu malu!"

Sahara yang melihat pertengkaran kedua orang tuanya itu merasa marah juga. Dengan cepat ia menarik lengan adik kecil lelakinya yang sedari tadi menangis. Ia menuntun adiknya dan keluar dari rumah.

"Hey! Mau kemana kalian?"

"Jika kalian tidak bisa memberi kami makan, setidaknya berilah kami ketenangan!" tegas Sahara yang kemudian berlalu bersama adiknya.

The Best SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang