Ch 5

4.6K 296 1
                                    

What have I done ?

•°•

Wanita itu membeku melihat wajah Alvero, Alvero yang dilihat seperti itu merasa tidak nyaman. Alvero berdehem agar wanita itu sadar, wanita itu mengedip-ngedipkan matanya bingung.

"Eh?" Wanita itu menyahut.

"Boleh minta tolong?" Tanya Alvero.

Wanita itu menganggukan kepalanya.
"Tau ruangan dosen dimana?"

"Eh iya, tau?" Wanita itu terdiam lagi.

"Oh ayo gue anterin," Wanita itu mengantarkan Alvero keruangan para dosen.

"Ini ruangannya," Wanita itu berkata pada Alvero setelah mereka sampai didepan ruangan para dosen.

"Makasih, boleh tau namanya?" Tanya Alvero.

"Vira," Vira tersenyum.

"Alvero,"

'Kayak pernah denger.'

"Yaudah gue pergi dulu ya," Jawab Vira berjalan meninggalkan Alvero.

Alvero memasuki ruangan itu dan mencari pak Dimas.

Alvero membaca papan nama yang bertuliskan Dimas, Alvero melihat pak Dimas yang sedang konsen dengan Komputernya.

"Permisi pak," Ucap Alvero sopan.

Pak Dimas mengangkat kepalanya,
"Saya Alvero pak," Jawab Alvero cepat menghilangkan kebingungan pak Dimas.

Pak Dimas tersenyum,
"Oh iya, anak Mr. Steve kan?"

Alvero mengangguk.

"Kebetulan kelas pertama kamu sama saya. Jadi, kamu ikut saya ke kelas ya,"

"Baik pak,"

Alvero mengikuti pak Dimas menuju kelas pertamanya.
Ketika membuka pintunya, semua anak langsung duduk dibangkunya. Mereka semua terkejut menatap Alvero dan dimulailah bisikan seperti tadi pagi

"Selamat siang, disebelah saya ada murid baru pindahan dari Canada. Perkenalkan namamu," Ucap pak Dimas.

"Nama saya Alvero Julian Reed, saya pindahan dari Canada,"

Hening.

"Baik kamu bisa duduk,"

Alvero berjalan kearah kursinya lalu melihat wanita yang mengantarnya tadi.
Alvero duduk dibelakangnya, Vira yang merasa Alvero duduk dibelakangnya hanya bisa menahan teriakannya melihat cowo itu.

'Jangan gugup Vir. Biasa aja.'

Pelajaran berlangsung seperti biasa, Alvero dengan tenangnya memperhatikan pak Dimas yang sedang menerangkan materinya. Tepat jam set 10 pintu kelas terbuka menampilkan perempuan yang terlihat seperti habis berlari.

Alvero langsung menatap perempuan itu, tapi wajahnua tidak terlihat karna rambut perempuan itu digerai membuat wajahnya tertutup. Wanita itu menunduk cape karna berlari.

Pak Dimas berkacak pinggang melihatnya,
"Sampai kapan kamu telat terus Resya?"

DEG

Alvero yang mendengar nama itu langsung menjatuhkan pulpen yang sedang dia pegang, pulpen itu jatuh kebawah membuat suara, semuanya menatap Alvero, tidak terkecuali perempuan itu.

Alvero merasa nafasnya habis, sama seperti perempuan didepannya. Resya hanya diam mematung, tidak bernafas. Vira yang awalnya memperhatikan Alvero berbalik arah menatap Resya yang diam membeku, Vira melebarkan matanya ketika melihat Resya yang menahan nafasnya.

Resya terlihat gemetar dan tidak terasa bahwa dia menahan nafasnya hingga tersengal. Vira langsung berlari ke arah Resya.

"Sya, lo kenapa?"

Vira mencoba membuat Resya tersadar dengan mengguncangnya. Alvero mengerjapkan matanya, tersadar jika Resya terlihat tidak bisa bernafas.

'Apa separah itu?'

"Sya, tarik nafas pelan-pelan. Jangan buat gue takut."

Resya mencoba mengikuti yang diperintahkan oleh Vira. Menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan-pelan.

Dosen yang melihat kejadian itu berdeham. Dia tidak ingin mahasiswanya terganggu, Resya harus dibawa ke uks.

"Vira, kamu bisa bawa Resya ke ruang kesehatan? Bisa dibantu oleh Alvero,"

Alvero menatap kearah dosen dan Resya bergantian. Haruskah dia ikut menolong? Dia takut Resya akan semakin membencinya.

Harusnya bukan begini pertemuan mereka untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Alvero semakin membenci dirinya karna hal itu.

"Alvero? Kamu bisa membantu? Kalau tidak saya akan menyuruh siswa lain,"

Alvero dengan ragu menganggukan kepalanya.

"Iya, saya akan bantu."

Alvero dengan langkah pelan berjalan menuju kearah Resya dan Vira berada. Resya terlihat masih gemetaran, tapi dia tidak mencoba menghindar.

Harusnya dia bisa menghadapi ini, untuk pertama kalinya mereka bertemu. Resya seharusnya sudah siap, siap untuk menahan sakitnya setiap kali bertemu pria itu.

Pria yang dulu sangat dicintainya, walaupun mereka hanya sahabat. Tapi sekarang, Resya bingung harus mengungkapkan perasaannya seperti apa.

Takut? Lega? Kecewa? Atau bahkan rindu?

Resya tidak menyadari bahwa Alvero sudah berada di depannya. Lalu dengan cepat Alvero mengangkat tubuh Resya di gendongannya tidak peduli tatapan terkejut orang-orang disekitarnya, termasuk Resya sendiri.

Resya juga tidak tahu kenapa hanya bisa diam membisu, harusnya dia menolak. Ya, seharusnya. Tapi, dia juga rindu.

Alvero membawa Resya keluar dari kelas diikuti oleh Vira dibelakangnya yang sudah membawa tasnya dan juga tas milik Resya.

Vira terlihat bingung ketika seharusnya mereka belok ke kanan ke arah uks, Alvero malah lurus berjalan kearah parkiran.

"Ver, lo mau kemana? Ruang kesehatan belok kanan bukan lurus."

Alvero tetap diam dan terus berjalan tidak membalas ocehan Vira. Lalu, suara yang sangat dia rindukan terdengar.

"Turunin gue,"

Alvero berhenti berjalan lalu tatapannya jatuh pada perempuan digendongannya yang juga menatapnya dengan tatapan dingin dan tajam.

"Turunin gue," ucap Resya sekali lagi.

Alvero mengabaikan dan terus berjalan, Resya yang sudah muak akhirnya berteriak.

"TURUNIN GUE, LO TULI?"

Resya berusaha untuk lepas dari gendongan Alvero, tapi sayangnya Alvero dengan erat memegangnya. Tidak peduli dengan pukulan yang dilayangkan Resya ke dadanya.

Sakit, memang. Tapi, mungkin itu pantas dia dapatkan. Ah, harusnya dia dapat lebih dari ini. Mungkin tamparan atau cacian?

"Ver, turunin Resya."

Vira sedari tadi sudah meminta Alvero untuk menurunkan Resya yang pastinya hanya diabaikan. Pukulan Resya akhirnya melemah, dan tidak lama Resya jatuh pingsan dalam dekapan Alvero.

BROKEN PIECES [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang