Prolog

4.7K 130 3
                                    

Title: My Protective Mr. Arrogant

William membuka matanya perlahan saat ia merasakan gerakan kecil di sampingnya. Tubuhnya terasa lelah dan kepalanya pening luar biasa. Perlahan pria itu duduk kemudian memejamkan matanya, mencoba mengingat-ngingat apa yang sekiranya terjadi semalam.

Setelah beberapa lama terdiam, sebuah ingatan tentang malam kemarin menghantamnya. William membelalakkan matanya, kemudian menolehkan kepalanya kesamping dengan sangat cepat. Seorang wanita sedang tidur di sampingnya dalam keadaan polos. William melotot kaget, terlebih setelah ia melihat cecerah darah di seprai tersebut.

Sebelum William melakukan apapun, wanita disampingnya menggeliat kemudian membuka matanya perlahan. William terdiam melihat wanita itu mengerjap-ngerjapkan matanya sesat, lalu melotot kaget setelah -sepertinya- mengingat sesuatu. William hanya diam saat wanita itu menoleh kearahnya dengan pandangan 'Siapa kau dan apa yang telah kau lakukan padaku'.

"Sialan!" wanita itu segera memekik histeris setelah beberapa saat terdiam sambil memandanginya.

"A-apa, apa ki-kita semalam melakukannya? Maksudku, jangan bilang kalau kemarin malam kita bercinta?" William diam tidak menjawab, sebenarnya ia bingung harus bicara apa setelah melihat reaksi wanita itu.

Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari William, Adriana menyibak selimutnya, memperlihatkan tubuh polosnya yang ternodai beberapa bercak kemerahan. Adriana melotot horror melihatnya, sedangkan William hanya bisa meneguk air liurnya gugup karena disuguhkan penampilan yang menggoda iman.

"Jadi kita benar-benar sudah bercinta! Oh tidak, aku sudah tidak perawan!" teriak Adriana histeris. William tetap bungkam. "Ini tidak mungkin terjadi, ini pasti mimpi. Oh Tuhan, ini tidak mungkin benar-benar terjadi!" gumamnya kemudian, seperti orang linglung.

William menghela napasnya mendengar gumaman Adriana. "Siapa namamu?" tanya William langsung dengan dingin.

Adriana menoleh dan menatap William dengan pandangan aneh kemudian bergumam kembali dengan pandangan kosong, "dia bahkan tidak tau namaku setelah ia meniduriku semalam. Ini gila, ini pasti mimpi, aku-"

"Aku bertanya siapa namamu," tukas William kesal.

Adriana menoleh pada William kemudian melotot galak. "Adriana," jawab Adriana ketus. William mendengus, "nama lengkapmu?" tanyanya kembali menuntut.

Adriana melotot, menatap William dengan pandangan menusuk. William hanya mengangkat sebelah alisnya acuh.

"Adriana Fara Evans," jawab Adriana masih dengan sikap ketusnya.

William mendengus. "Baiklah Ms. Evans, kupikir kau pasti mengingat jelas kegiatan panas kita semalam-" Adriana melotot marah, "Jangan mengelak, aku bahkan mengakui kalau yang semalam sangat intens, sangat panas." Adriana hanya mendengus, tidak menanggapi.

"Tapi dengar, yang semalam sungguh diluar kendaliku. Maksudku, kita berdua sama-sama mabuk, dan sama-sama menginginkannya. Kita berdua menikmati malam panas yang baru saja kita lewati. Mungkin kau menyesalinya saat ini, tapi aku tidak. Tapi aku akan tetap bertanggung jawab karena bagaimanapun juga, kau kehilangan keperawananmu karena diriku. Jadi, berapa yang kau minta? Seratus juta? Dua ratus juta? Lima ratus juta bahkan?"

Adriana memandang William marah. "Dengar ya Mr. Arogant, AKU TIDAK BUTUH UANGMU, jadi simpan saja uangmu itu atau berikan saja pada jalang-jalang diluar sana yang mau membuka pahanya lebar-lebar untuk dirimu!" desis Adriana geram.

Dengan cepat Adriana beranjak dari ranjang, kemudian memakai pakaiannya yang berserakan dilantai tanpa memperdulikan William yang diam memandanginya dengan sorot bergairah. Tanpa mengatakan sepatah katapun lagi, Adriana meninggalkan kamar tersebut disertai bantingan pintu, setelah sebelumnya melotot pada William dengan kesal.

William menghela napasnya kembali, kemudian memijat pelan kepalanya yang pening. Mungkin karena efek alkohol yang semalam diminumnya. Ia meraba meja kecil disamping tempat tidurnya, mengambil ponselnya, dan mendial sebuah nomor.

"Sir?"

"Thomaz, bawakan aku Advil. Oh, dan cari semua informasi tentang Adriana Fara Evans." Segera setelah ia mengatakannya, ia memutuskan sambungan telepon secara sepihak lalu memutuskan untuk mendinginkan kepalanya di kamar mandi.

William menyalakan showernya dan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin. Pikirannya melayang pada waktu ia sedang mengistirahatkan tubuhnya dengan meminum secangkir kopi di sebuah café kecil yang direkomendasikan Thomas padanya, lalu sampai pada saat pertama kali ia melihat Adriana masuk kedalam café.

Ia merasakan adanya daya tarik sensual yang begitu besar pada Adriana. Ia tidak menyangkal kalau Adriana sangatlah cantik. Tubuhnya berada dalam proporsi yang benar-benar ia sukai.

William benar-benar tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya selama dua puluh delapan tahun ia hidup, ia seakan kehilangan kendali dirinya. Ia meniduri wanita yang ia tidak kenal, di hotel yang dia tempati sendiri.

Well, William tidak pernah sekalipun membiarkan wanita-wanita yang ditidurinya memasuki dunia pribadinya. Keluarga dan sahabatnya jelas sebuah pengecualian, karena ia jelas tidak meniduri mereka. Tapi Adriana membuatnya melanggar kebiasaannya, dan Willian sangat bingung karenanya.

Setelah beberapa lama mendinginkan kepalanya di kamar mandi, ia keluar kemudian memakai setelan kerjanya. Di meja kerjanya, sudah tersedia segelas air, satu butir Advil, dan sebuah map merah.

William meneguk Advilnya, kemudian mengambil map tersebut dan beranjak untuk duduk diatas ranjangnya yang sudah rapih tanpa cacat.

William memindai isi map itu dengan cermat, dan semakin lama ia membaca isi map tersebut, sebuah seringai mengerikan semakin tercetak jelas di bibir lelaki itu.

"Well, we'll see what next Adriana."



-TBC-

Afiraa's note:

Okey, I'm back. Aku bawa satu cerita baru. Ini sebenernya ide lama banget yang mau aku kembangin. Menurut kalian gimana? Ini pendek aja sih, soalnya cuma prolog. Hehehe. Jangan lupa vote + comment yaa <3

My Protective Mr. ArogantWhere stories live. Discover now