"Kita bertemu disini ternyata."
Aku berbalik ketika hendak membuka pintu beralas kayu itu. "Lo bicara sama gue?"
"Iya!" ketus gadis itu.
"Kenapa? Lo merasa terganggu dengan kehadiran gue?" sarkasku.
"Udah sayang, gak usah cari masalah sama dia." Arya menyentuh punggung tangan Dena di atas meja.
"Lo mending pergi dari sini. Gue lagi gak mau lihat muka lo, bosen!" tanpa ba-bi-bu, lelaki itu seenaknya menyuruhku pergi.
"Tanpa lo suruh, gue bisa pergi dengan kemauan gue sendiri!" Aku melongos begitu saja, pergi.
Selama perjalanan pulang, aku tidak henti-henti nya menangis.
Ini sudah hari ke sepuluh sejak aku dan Arya putus. Jadi, wajar saja jika atmosfer hatiku belum bisa meredam.
Usahaku untuk melupakannya selalu saja berakhir tanpa ada apa-apa. Aku masih tetap dengan perasaan hati yang jauh dari kata baik-baik saja. Bahkan otakku tidak berhenti untuk mengingat semua tentang dia. Ingin ku pergi sejauh-jauhnya. Tapi, apakah aku bisa? Kurasa jawabnya, tidak bisa.
●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Yang Telah Usai
Short StoryDia bergegas pergi setelah menemuiku, dan aku masih terdiam begitu kaku. Apakah ada seseorang yang hatinya terasa biasa-biasa saja setelah dipatahkan?