5

1.5K 217 94
                                        

Salahnya.

Semuanya adalah salahnya.

Sejak awal memang salahnya.

Seharusnya ia tak pernah mencoba untuk muncul dalam kehidupannya.

Seharusnya hari itu ia tak berpapasan dengannya dan membiarkannya menolong dirinya.

Seharusnya ia tak menyapanya saat mereka bertemu di lampu merah.

Seharusnya ia kabur saja setelah shift kerjanya selesai, bukannya malah mencarinya.

Seharusnya ia menahan diri.

Salahnya.

Salahnya ia membiarkan Doyoung kembali masuk ke dalam kehidupannya untuk yang kesekian kali.

Salahnya sekarang Doyoung terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

.

.

.

.

"Pasien mengalami patah tulang di beberapa tulang rusuk dan tangan, juga mengalami luka-luka. Ia akan dirawat selama beberapa hari di sini dan akan keluar jika sudah sembuh."

"Terimakasih, Dokter."

Dokter itu kemudian pamit pergi dan Taeil menatap pintu di depannya dengan nanar sebelum tangannya bergerak untuk membuka pintu. Bau obat-obatan segera menusuk penciumannya tapi ia hanya berdiri di ambang pintu sambil melihat ke arah Doyoung dengan sedih.

"Kesialanmu memakan korban lagi?"

Sebuah pertanyaan yang terlontar ke arahnya membuat Taeil menoleh. Ia mendapati seorang pemuda bersurai pink tampak berjalan kearahnya.

"Ini yang terburuk." balas Taeil dengan suara yang parau, sejak tadi ia terus menangis dan berhenti begitu pintu UGD terbuka, lehernya sekarang terasa sakit.

Pemuda bersurai pink itu kemudian duduk diatas kursi tunggu dan bertanya, "Siapa dia? Orang itu?"

Taeil menjawab, "Iya."

"Lalu apa yang akan kau lakukan? Karena kesialan tak berujung, kau memutuskan benang kalian dan sekarang hal itu tak berguna, bukan?"

Taeil tidak menjawab, matanya berkaca-kaca dan ia menahan isakannya.

"Niatmu baik, Hyung. Untuk melindunginya, tapi aku tahu walaupun benang kalian diputus, bukan berarti takdir kalian ikut terputus."

Taeil menggigit bibirnya dan mengangguk pelan sembari menyeka air mata yang akhirnya jatuh menetes.

"Aku... Aku mungkin... Akan menjauhinya." lirih Taeil.

Pemuda bersurai pink itu hanya diam mendengarkan.

"Aku tidak bisa membuatnya semakin mendapat imbas dari kesialanku. Maka dari itu, aku tidak akan muncul lagi di depannya."

Pemuda bersurai pink itu hanya menghela napas, "Aku tidak tahu harus menanggapi apa, aku bukan seorang pro yang tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah ini, tapi jika menurutmu itu yang terbaik, silakan."

Taeil mengusap air matanya dengan kasar, sebelum menutup pintu.

"Tapi jangan lupa, kalau dia  terbangun dan tak mendapatimu, dia akan mencarimu."

"Karena dia tahu siapa kau sebenarnya."

.
.
.
.

.
.
.

"Doyoung!"

"Yuta, tak usah terburu-buru!"

Yuta berhenti di depan sebuah kamar inap dan membuka pintunya. Ia mendapati sahabatnya tengah terbaring tenang di atas ranjang kamar itu dengan infus yang mengalir lewat tangannya. Yuta berjalan masuk dan duduk di depan Doyoung yang terlihat masih terlelap. Seorang pemuda bersurai pirang yang menjadi guru mereka pun ikut masuk ke dalam kamar dan melihat kondisi muridnya.

You, Me, and Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang