7

1.1K 193 58
                                    

Saat itu, rumah Taeil dekat dengan hutan dan bukit. Hobinya adalah bermain dan menangkap kumbang di hutan sejak ia umur lima tahun. Pernah pada suatu saat diumurnya yang menuju tujuh tahun, Taeil menaiki pohon untuk menangkap seekor kumbang. Namun, kakinya terpelset dan jatuh lalu menghancurkan sebuah kuil kayu kecil untuk persembahan yang ada di bawah pohon itu.

Tidak terima terganggu, penghuninya pun marah pada Taeil dan memberikannya kesialan pada kakinya. Taeil ketakutan dan menangis, ia ingat setiap perkataan makhluk itu.

Mengetahui hal itu, kedua orang tua Taeil lalu mengajak Taeil pindah menuju kota agar meminimalisir kesialan yang ada.

Taeil awalnya tak bisa menjaga dirinya, terus menerus mengalami kesialan. Orangtuanya selalu mengajarinya untuk berhati-hati dan tidak cepat menangis jika mendapat kesialan itu. Ia pun pada akhirnya terbiasa.

Taeyong adalah teman pertamanya saat ia pindah. Anak itu lebih muda dibawahnya dan selalu bermain bersamanya, tak peduli walaupun Taeil sering mengalami kesialan. Bahkan, walaupun Taeyong pernah sekali ikut terkena kesialan dari Taeil, yaitu jatuh dari jembatan ke sungai dibawahnya dan tak sadarkan diri selama beberapa hari. Namun, ia masih tetap berteman dengan Taeil.

.
.
.

Doyoung mendengarkan Taeyong dengan seksama. Tak berkedip mendengar masa lalu itu.

"Lalu kami berkenalan denganmu. Ah, tidak. Kau hanya ingin berkenalan dengan Taeil. Hmm, kenapa? Entahlah, hanya kau yang tahu."

Doyoung menggeleng pelan.

"Aku tak pernah menanyakan padamu saat itu, tapi aku rasa kau dulu pernah memiliki penglihatan yang sama denganku dan kau yang sekarang ini. Kau bisa melihat benang itu dan aku saat itu bisa melihat benang tersambung diantara kalian."

Doyoung menghela napas, "Aku tidak ingat.." lirihnya.

"Kau tidak tahu kalau Taeil memiliki kutukan kesialan saat itu dan hanya tahu Taeil suka terjatuh."

Taeyong diam sejenak saat pesanan mereka tiba dan menunggu pelayan itu berlalu. Doyoung yang sedari tadi memperhatikan pun berpikir sesuatu.

"Apakah aku juga terkena kesialan itu?" tanya Doyoung.

Taeyong mengangguk sambil menyeruput minumannya. Lalu kembali berbicara.

"Taeil-hyung cemas dengan itu dan ia tidak ingin melihatmu terluka. Namun... Kau malah terjatuh dari pohon tepat dihadapannya dan mengalami kehilangan ingatan. Taeil merasa sangat bersalah."

Doyoung terhenyak. Ia menunduk, mengerti apa yang terjadi.

"Karena rasa bersalahnya dan tak ingin kau medapat kesialan yang lebih parah, dia meminta untuk memotong benang kalian." ucap Taeyong kemudian.

Doyoung tersentak dan segera menatap Taeyong dengan tak percaya. Taeyong mengangguk meyakinkan.

"Karena itulah kau melihatnya tak memiliki benang sama sekali." ucap Taeyong lagi.

Doyoung mengusap wajahnya. Tak pernah terpikir olehnya hal seperti itu bisa terjadi.

"Lalu kenapa kau mau memotongnya?" Tanya Doyoung.

Taeyong menggeleng, "Bukan aku, aku tidak punya kuasa besar untuk memotong benang takdir."

Doyoung menatapnya dengan panik dan tidak percaya.

"Tapi... Kalau begitu... Kami berdua tak ditakdirkan bersama?" tanya Doyoung dengan suara bergetar.

"Itu--"

"Tak ada gunanya memotong benang takdir."

Doyoung dan Taeyong sontak menoleh kearah datangnya suara barusan. Keduanya terkejut.

You, Me, and Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang