Chapter 1

459 116 125
                                    

Histo, 1990.

"Ahh, dingin sekali malam ini.. brr.."

Srek.. srek.. srek..
Ujung jalan kota Histo, tampak seorang anak kecil tengah berjalan di atas tumpukan salju.

Dia Naid. Anak seorang janda yang setiap hari berkeliling menjual lentera dari satu pintu ke pintu lainnya. Hari sudah mulai gelap. Salju turun begitu lebat malam ini. Dengan hanya berbekal jaket yang kusam dan syal yang sudah berlubang, Naid bertempur melawan salju demi membantu keuangan keluarganya.

Kota Histo tengah dilanda musim dingin. Seluruh toko tutup lebih awal khawatir adanya badai saat tengah malam. Di sepanjang perjalanan pulang, kota Histo nampak seperti kota mati. Gelap. Dingin. Sunyi. Tak ada satupun orang yang berlalu-lalang. Waktu sudah menunjukan pukul 10.50 malam dan Naid masih berada di perjalanan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Naid bertemu dengan seorang tukang bersih salju. Kalau tidak di bersihkan, salju akan menumpuk di jalan raya. Meskipun hanya butiran-butiran air yang menggumpal, tak mudah untuk membersihkan salju-salju itu. Tukang bersih itu hanya bermodalkan sekop, sepatu boots, dan jaket tebal. Ia rela melawan udara dingin demi mendapatkan sekantung uang. Naid memutuskan untuk mampir dan berbincang-bincang dengan tukang bersih itu. Mereka duduk di bawah lampu jalanan agar merasa 'sedikit' hangat. Banyak hal yang dibicarakan meski tidak seberapa penting sekedar untuk menghibur diri. Lama-kelamaan, Tangan Naid dingin seperti es. Wajahnya memutih. Bibirnya pecah-pecah. Badannya bergetar. Ia tidak kuat lagi menahan dinginnya cuaca malam itu. Naid masih berusia 10 tahun. Tubuhnya tidak lah sekuat baja. Untungnya tukang bersih yang berada di sebelahnya berbaik hati meminjamkan jaket tebal miliknya dan mau mengantarnya pulang ke rumah.

Naid tinggal di rumah susun bersama ibunya. Ibu Naid mengalami kecelakaan beberapa tahun lalu dan divonis lumpuh. Kedua kakinya masih bisa digunakan untuk berjalan meski tak seberapa kuat. Tak banyak yang bisa di lakukan olehnya kecuali terbaring lemah di tempat tidurnya. Beruntung Naid mendapatkan tongkat yang masih layak pakai sehingga bisa membantu Ibunya berjalan.

Naid ingin sekolah. Tetapi keuangan keluarganya tidak mampu. Belum lagi biaya sewa rumah susun yang belum dibayar. Hampir setiap malam di sela perjalanannya, Naid selalu menangis. Naid tidak ingin menangis di depan ibunya. Ia selalu berusaha ceria di depan ibunya. Naid sedih, marah, kenapa Tuhan begitu tidak adil untuk hidupnya. Anak-anak diluar sana bisa membeli tas baru, sepatu baru. Sementara Naid untuk makan sehari-hari saja susah. Belum lagi masalah di dalam keluarganya. Ibunya kecelakaan dan lumpuh juga Ayahnya yang pergi entah kemana.

Untungnya Naid punya seorang teman yang peduli padanya. Namanya Mari. Anak perempuan sebayanya yang tinggal di pusat kota Histo. Mari adalah anak pemilik toko kue di kota Histo. Ia sering membagikan kue buatan Bunda nya yang tidak laku untuk Naid dan Ibunya.

•••

Naid sudah sampai di depan pintu rumahnya, Lalu terdengar suara orang sedang marah.

"HEY ISABEL! SAMPAI KAPAN KAMU MAU NUNGGAK BAYAR SEWA RUMAH INI? KAMU PIKIR SAYA BELI MAKAN PAKAI DAUN APA? SAYA JUGA BUTUH UANG UNTUK ANAK SAYA SEKOLAH. LEBIH BAIK KAMU KELUAR AJA DARI SINI! DASAR PEREMPUAN GAK TAU DIRI SUDAH DI KASIH KESEMPATAN TINGGAL DI SINI MALAH NGELUNJAK!"

"Maaf Bu Frida. Saya bukannya ingin nunggak, tapi keuangan kami memang sedang sulit. Saya tidak punya uang lagi. Saya juga tidak bisa bekerja. Anak saya sudah bekerja keras setiap harinya. Mohon beri saya waktu lagi bu.."

"ALAH. KAMU ITU CUMA ALASAN AJA! TERBUANG PERCUMA KERINGAT SAYA BICARA SAMA KAMU. POKOKNYA BESOK SUDAH HARUS ADA UANGNYA! AWAS KAMU! KALAU TIDAK SAYA USIR KAMU DARI SINI!. MASIH BANYAK KOK YANG MAU TINGGAL DI SINI!"

Mendengar itu, Naid berlari meninggalkan rumah. Naid berlari sambil menangis. Ia sudah tidak bisa menahan air matanya. Ia berteriak sekencang-kencangnya. Seandainya ia punya uang untuk mengatasi masalahnya. Di dunia ini, apakah cuma uang yang bisa mengatasi masalah? Apa cuma uang sumber kebahagiaan seseorang?

Naid mulai berfikir dunia ini naif dan 'mata duitan'.

to be continued.

Roda Yang Tak Pernah BerputarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang