Aku tidak mengerti. Sungguh. Aku hanya berkedip sekali saja ketika lelaki ini menarik tanganku. Aku tidak tau ilmu sihir apa yang membawaku ke tempat ini. Lelaki yang membawaku tadi sudah berada beberapa langkah di depanku. Kali ini aku ingat pernah melihatnya di perpustakaan. Seorang lelaki yang tidak punya perasaan itu yang pernah mengataiku. Apa aku sedang bermimpi?. Atau aku sudah kembali ke kamarku dan sedang membayangkan diriku berada dalam sebuah adegan film yang baru aku tonton. Tubuhku serasa kaku. Sangat kaku. Ya... ku rasa aku sedang bermimpi. Namun seketika, kulihat dengan jelas wajah lelaki itu saat berpaling menatapku. Tatapan tajam. Penuh kebencian. Penuh hinaan. Ini bukan mimpi.
Lalu apa ini?, aku yakin betul beberapa detik yang lalu aku masih berada di sekolah, di ruang kelas kosong lebih tepatnya. Lalu dimana sekarang aku berada? Ruangan ini lebih mirip sebuah setting adegan Film Roma yang kadang-kadang aku tonton selama 30 menit sebelum akhirnya aku menggantinya dengan kartun Tom and Jerry. Arsitekturnya kuno. Dindingnya terbuat dari batu Marmer coklat muda yang elegan sekaligus menakutkan. Atapnya tinggi sekali dan tidak memiliki ukuran tinggi yang sama. Ku lihat burung-burung yang lalu lalang lewat lubang di didinding bagian atas. Saat menunduk, lelaki tadi tiba-tiba saja berada dihadapanku. Berjarak hanya beberapa cm saja dari wajahku. Aku mundur dua langkah sebelum akhirnya sesuatu menghentikan kakiku. Sebuah batu. Aku berbalik. Atau cermin? Atau cermin batu yang tak rata permukaannya?
" itu cermin batu " lelaki itu menghampiriku yang mengamati benda yang memantulkan bayangan tubuhku.
"cermin?", gumamku nyaris tak terdegar.
"ya, bisa dibilang batu ini adalah nenek moyang cermin", lelaki itu meraba sudut kiri batu tersebut. Sebuah sudut batu yang kehilangan bagiannya. Ku lihat di bagian-bagian pinggir batu itu kehilangan bagiannya.
"terus sekarang kita ada dimana?" dengan ragu aku menatap lelaki yang sedang memandangi cermin itu tepat di sebelah kiriku.
"TURKI"
"HAAAAAH, apa lo bilang?" kepalaku pusing tak karuan, seolah kata-katanya barusan adalah titah Tuhan pada Malaikat untuk segera mencabut nyawaku.
"ceritanya panjang, sekarang lo harus ikut gue", tanpa persetujuan dariku tangan lembut itu sudah membawaku berjalan di bangunan ini.
Ia membawaku melewati ruangan-ruangan besar tanpa peralatan atau benda apapun. Ku rasa cermin tadi satu satunya barang di kastil ini. Sampai akhirnya lelaki itu menghadapkanku pada sebuah pintu besar terbuat dari batu berwarna cokelat kehitaman dengan garis pintu yang nyaris tak terlihat. Di samping kanan dan kiri batu itu terlihat cetakan-cetakan telapak tangan. Sungguh mengagumkan. Siapa yang mendorong pintu super besar ini?, sampai-sampai telapak tangannya tercetak di pintu. Tapi kulihat tidak hanya sepasang cetakan tangan yang yang telah membuka pintu ini. Ada beberapa pasang cetakan dan ada juga yang bertumpuk. Lelaki di depanku berbalik. Aku yakin dia sangat membenciku. Matanya dengan jelas bicara demikian. Pancaran mata yang juga ku lihat pada mata Tania, atau mata teman-teman lainnya.
"yang masuk ruangan ini harus buka pintu itu sendiri. Lo liatian nanti gimana caranya. Setelah pintu itu terbuka, lo harus cepet-cepet masuk" nada sinis terdengar jelas dari ucapannya. Ku rasa dia sangat terpaksa harus menjelaskan hal itu padaku.
"maksud lo, gue nanti harus dorong pintu itu sendiri?, lo nggak gila kan?, gue minta lo sekarang juga anterin gue pulang", lelaki itu mendesah kesal. Jelas sangat kesal sehingga membuatnya marah dan langsung berbalik menghadap pintu. Saat aku berusaha menarik bahunya. Tiba-tiba dia mendorong pintu di hadapannya.
Tangan-tangannya berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu. Kakinya berdecit berusaha kuat menahan beban dihadapannya. Mataku terbelalak. Ketika kulihat tangannya merangsek masuk. Membentuk sebuah cetakan tangan dan seketika itu pula garis tengah pintu itu terbuka. Bola mataku nyaris keluar. Ku lihat ruangan hitam menyeramkan dengan beberapa kelompok orang didalamnya. Dan sejajar dengan tempatku berdiri aku menatap seorang wanita separuh baya dengan gaun kuno berdiri di sebuah pangung terukir dari batu-batu granit. Wanita itu tersenyum. Melihatnya membuatku teringat dengan Cleopatra. Beberapa detik kemudian lelaki di depanku sudah masuk ruangan itu. Saat aku ingin mengikuti langkahnya. Suara dentuman keras mengagetkanku. Pintu tertutup. Aku membeku. Seperti batu-batu yang mengelilingiku saat ini. Aku memalingkan pandanganku ke segala arah. Tubuhku gemetaran bukan main menahan ketakutan yang melanda. Aku merasa jantungku nyaris terlepas dari tempatnya.
"Hei, lo kemana?, tolongin gue", aku tak bisa menahan untuk tidak teriak. Namun aku yakin semua itu akan percuma. Aku diam, menatap pintu itu dengan cetakan telapak tangan lelaki yang baru saja masuk tadi. Aku berusaha berpikiran jernih disituasi mencekam seperti ini. Aku mengatur nafasku dengan benar. Ku letakan telapak tanganku didada. Berusaha membenahi kembali letak jantungku yang bergeser. Kuputar lagi otakkku, mengembalikan segala ingatan yang bisa kuingat. Dan akupun teriangat kata-kata lelaki menyebalkan itu.
"yang masuk ruangan ini harus buka pintu itu sendiri. Lo liatian nanti gimana caranya. Setelah pintu itu terbuka, lo harus cepet-cepet masuk"
![](https://img.wattpad.com/cover/119164624-288-k576831.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MiRroRs
FantasyZia adalah seorang pencari. Pencari yang harus menjalankan misi penangkapan para pencuri bongkahan Cermin Utama. Cermin ajaib yang dapat menghancurkan dunia dalam seketika.