SI MANIS KEVIN

5 1 0
                                    

Aku memutuskan kembali ke kamar. Kali ini aku akan benar-benar berteriak-teriak di depan cermin. Menggigit-gigit meja. Mencakar-cakar kasur. Mengeluarkan busha dari bantal. Atau membanting-banting kursi yang ada di kamar ini. Tapi ternyata aku terlalu lemah. Aku menatap cermin. Cermin yang memantulkan diriku. Diriku yang tak lagi sama. Diriku yang mengalir darah yang tak kuinginkan. Darah Monster. Aku merindukan tatapanku yang bodoh, dengan latar kamar yang selalu kurindukan. Mungkin... aku juga rindu Mommy. Tidak, aku tidak merindukannya. Hp ku berdering. Aku hampir lupa Antonio memberikanku HP, karena HPku ku tinggal di kamar. Aku mengangkatnya tanpa suara.

"lo kangen gue nggak?", aku tidak mengenali suaranya. Suara yang begitu manis.

"ini siapa?" tanyaku tak bergairah.

"gue, calon pacar lo, Kevin!", mendengar namanya aku merasa dia seperti di hadapanku. Cowok Bule yang manis dan cool.

"oh, kenapa?" kali ini suaraku lebih ramah dari sebelumnya, mengingat yang berbicara denganku adalah remaja berusia 13 tahun, walaupun dia terlihat lebih dewasa dengan tubuhnya yang jangkung.

"jadi lo ngak keberatan, jadi calon pacar gue?" dari suaranya aku yakin sekarang dia sedang tersenyum.

"Emmm?" aku bingung harus menjawab apa, bagaimanapun juga, Kevin orang pertama yang menanyakan hal ini padaku.

Tak ada suara, sedetik kemudian telpon terputus. HP ku masih menempel ditelinga ketika seseorang menyentuh pundaku dari belakang.

"Kevin" wajah manisnya sudah ada di hadapanku, aku sedikit terbiasa dengan semua kejutan aneh ini. Tapi melihatnya begitu rapi dengan setangkai mawar di tangan kirinya, jadi membuatku canggung.

"buat lo" ia menyodorkan mawar merah itu ke arahku. Perlu beberapa detik untukku berfikir sebelum akhirnya menerimanya.

"ada apa?", tiba-tiba saja Ryu sudah masuk ke dalam kamar. Dan pertanyaan tadi jelas bukan untukku.

"gue kangen aja sama dia, kalian belum mutusin untuk pergi?", Kevin melirikku dan mengedipkan mata kanannya. Benar-benar membuatku malu. Aku butuh cermin, untuk melihat apakah wajahku sudah memerah.

"emang kita mau kemana?", lagi-lagi pertanyaanku terdengar sangat bodoh.

"lo mau kemana?", Tanya Kevin lembut sambil berdiri menghadapku dan memunggungi Ryu.

"kenapa tanya gue?" aku yakin Kevin melihat kegusaranku.

"Zia.. lo yang memutuskan", suaranya begitu tegas. Kali ini pembicaraan mulai serius dan aku mulai mematung.

"Mesir mungkin", yang terlintas di otakku saat itu sungai Nil yang membentang dengan indahnya.

" kita bukan mau jalan-jalan" sahut Ryu dengan ketus. Membuatku semakin gerogi.

"gue bener-bener nggak tau" suaraku tak kalah ketusnya dengan Ryu. Kevin hanya tersenyum melihatku yang beradu pandang dengan Ryu.

" ikutin kata hati lo", aku tidak mengerti apa yang di maksud dengan kata hati. Aku tau kata kerja, kata sifat, kata benda, tapi apa maksudnya kata hati, aku bingung setengah mati. Lebih baik aku mencoba mengatakan sesuatu sebelum dua lelaki aneh di kamar ini mengintrogasiku lebih jauh.

" Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq, mungkin kita coba ke sana", kini aku terdengar tidak terlalu bodoh.

"di Shubra El Khaima?" Kevin mengerutkan keningnya. Meremehkan ucapanku.

"Yap, kenapa nggak kita coba", kali ini aktingku sangat payah, karena aku sendiri terdengar tidak meyakinkan.

MiRroRsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang