KEMBALI KE KEHIDUPAN NYATA

42 2 0
                                    


Udara sejuk menyeruak ke wajahku. Aroma manis terasa nyaman di penciuman. Mataku enggan tebuka, terlalu takut kembali ke mimpi buruk yang tak pernah ku duga. Aku memiringkan tubuhku, menjadikan tangan kanan sebagai bantal untuk menyandarkan kepalaku yang berat. Silau matahari dari jendela yang dibuka membuat mataku perih meski tak membukanya. Membuatku terbangun, membuat mataku terpakasa terbuka. Ini kamarku. Aku sudah tidak bermimpi. Aku kembali ke kehidupan nyata. Kehidupan yang sebenarnya tak pernah kuidamkan. Terasa luka itu kembali menghujam sanubariku. Mengembalikan kesadaranku. Entah mengapa, ada kekecewaan di balik kesadaran itu.

"kamu udah bangun?", suara Mommy menghentikan lamunanku. Ku lihat Mommy melipat tangannya di dada.

"ya mom", jawabku malas, karena aku yakin akan ada banyak pertanyaan setelah ini.

"kamu tau, kamu nggak perlu diam-diam kalau mau pulang", aku sama sekali tak mengerti maksud ucapannya.

"maksud Mommy?" sontak dahiku berkerut berusaha berfikir sejernih mungkin.

"Mommy nggak akan marah sama kamu kalau kamu mau pulang, tapi kenapa harus masuk diam-diam lewat jendela?, kamu nggak mikir kalo kamu jatuh gimana?" Mommy menjelaskan sambil menunjukan padaku sebuah tali terbuat dari kain yang disambung dengan ikatan. Persis seperti alat anak- anak brandal yang suka kabur dari rumah.

"Mom... aku..." aku ingin berusaha menjelaskan, tapi tidak tau apa yang harus dikatakan.

"jadi kamu mau minta maaf sekarang?, kamu sudah mematahkan tangan teman kamu, pergi begitu aja tanpa kabar 2 hari 2 malam, dan keluar masuk ke rumah seenaknya tanpa bilang-bilang, kamu fikir Mommy nggak khawatir? Mommy tau kamu nggak akan kabur, paling kamu pulang tanpa sepengetahuan Mommy, tapi seharusnya kamu nggak pake panjat-panjat ke kamar pake kain kaya gini, kamu mau matahin kaki kamu juga?" penjelasan Mommy yang panjang lebar membuatku bingung, membuatku tak bisa berfikir, membuatku merasa ingin tidur.

"...." Aku diam, tak ada suara. Hampa. Aku sedang merapihkan kepingan-kepingan ingatan yang bisa ku rekatkan satu sama lain.

"sekarang kamu bangun dan kembali ke sekolah, jangan beri komentar apapun jika ada yang tanya soal kasus kamu dan Tania, Mommy sudah membereskan semuanya" aku sudah menduga. Tapi yang membuatku bingung. Jika aku benar-benar mematahkan tangan Tania, berarti aku tidak bermimpi soal Ryu, Kevin, Antonio, Munaina dan segala kegilaan lain yang semakin lama semakin kuingat. Mommy tidak memperdulikan tanggapanku. Dia pergi meninggalkanku setelah merasa tugasnya sebagai seorang Ibu telah selesai untuk saat ini.

"hai?" seseorang mengagetkanku, ia sudah berada di depan cermin.

"Kevin!!" aku memutar bola mata, masih bingung dengan kejadian ini, seperti orang yang baru saja Amnesia.

"kamar lo nyaman juga ya, lo juga masih cantik walaupun baru bangun tidur", ucapan dan kelakuannya membuatku gerogi, malu sekaligus sumringah.

"mana Ryu?" entah mengapa aku menanyakannya.

"lo nggak lupa sama kejadian tadi?" Kevin terlihat dewasa dari ucapannya.

"gue inget, inget semuanya, dan kenapa tiba-tiba gue ada di sini?, dimana batu itu?", aku bicara memperhatikan Kevin yang mondar mandir di depan cermin, sama seperti yang sering ku lakukan juga.

"lo pingsan, gue sama Ryu ngikutin lo dan nemuin lo di tolong orang-orang Pakistan itu, dan setelah itu lo kita bawa ke sini" Kevin berhenti mondar-mandir, menunggu tanggapan atau mungkin ingin melihat wajahku yang kusut.

"Ryu?, batunya?" aku belum puas dengan jawaban Kevin.

"batu itu udah di terima sama Munaina, lo cek ATM lo, ada transferan uang dari dia", kini Kevin duduk dengan santainya di sampingku.

"Uang? gue dapet uang?", pembahasan mengenai uang tak pernah dibicarakan sebelumnya, membuatku semakin bingung.

"iya, itu hasil kerja keras lo dapetin batu itu, lo tau nggak, kita semua kagum banget sama tinadakan lo, ternyata selama ini Jafar berhasil kabur dari pengejaran karena dia punya indra ke 6 yang bisa ngeliat masa depan, dia tau kalau ada pencari yang ngejar dia, dia selalu lolos, termasuk Ryu pun nggak bisa ngalahin dia" Kevin mulai mengutak atik benda-benda di ranjangku, membuatku gusar.

"kenapa Jafar mempertahankan batu itu?, apa gunanya?" 

"karena dengan batu itu, tanpa jadi seorang pencari, seseorang bisa menggunakan cermin untuk pergi kemana aja seperti para pencari, setelah gue selidikin ternyata Jafar menggunakan batu itu untuk menolong orang, yang ingin pergi ke suatu tempat dan nggak ada biaya, Jafar orang baik, tapi batu itu terlalu berbahaya kalau jatuh ke tangan manusia biasa" Kevin menjelaskan penuh semangat, tidak seperti Ryu yang selalu ketus padaku.

"hebat juga batu itu, gimana Jafar bisa dapet batu itu?" 

"sama seperti lo tanya, kenapa kita jadi Pencari? Sejak kapan batu-batu itu hilang? Atau pertanyaan lainnya, gue juga nggak tau" Kevin mengamati wajahku yang mungkin masih kumal karena belum mandi dan mengganti pakaian.

"jadi Ryu pernah ketemu Jafar?" mataku bertabrakan dengan tatapan mata bocah 13 tahun itu.

"Ryu nggak cerita gimana persisnya dia bisa ketemu sama Jafar, yang jelas dia nggak berhasil dapetin batu itu, ngomong-ngomong lo pingsan karena belum makan atau karena yang lainnya?" Kevin tersenyum licik padaku, sesuatu membuatnya penasaran dengan ekspresiku.

"Em.... Iya gue belum makan, Ryu pasti bilang kan sama lo", aku memalingkan wajah, menyembunyikan kegelapan yang menyelimuti.

"Oh,lo mau gue anter ke sekolah?, kayaknya lo bakalan terlambat kalo naik mobil", Kevin berdiri menghadap cermin, merabanya, dan aku bersumpah melihat Kevin baru saja memasukan jemarinya ke cermin seperti memasukaannya ke dalam air. Ia memalingkan wajahnya, tersenyum padaku yang kikuk. 

" Lo bisa pergi dulu kan?" 

"Oke", kali ini aku melihatnya masuk ke dalam cermin. Aku tidak begitu sekaget saat pertama kali melihatnya. Aku memperhatikan dengan seksama cerminku itu. Takut jika tiba-tiba saja Kevin kembali. 

Setelah memastikan dia pergi. Aku bergegas mengambil pakaian dari lemari, membawanya ke kamar mandi dan secepat kilat, aku sudah siap dengan segalanya. Aku merapihkan rambutku yang panjang tergerai, aku suka rambutku tergerai, hitam pekat melayang-layang tertiup angin, seperti harapan yang selalu ingin kugapai. Aku tak mengingat seseorang meletakan roti isi di mejaku, tapi karena sangat lapar aku langsung melahapnya hanya dengan beberapa gigitan. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MiRroRsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang