"Fatimah ayo nak kemari, katanya mau belajar ngaji sama ayah." ucap Marwan-ayah fatimah.
"Iya yah, sebentar Fatimah pake khimar dulu." seraya membereskan komik yang baru saja ia baca dan mengenakan khimar putih kesukaannya Fatimah langsung beranjak ketempat sang ayah.
Tanpa sadar setetes cairan bening sudah terjun dari mata Fatimah.
Kenangan indah yang dulu sempat terjadi kembali teringat. Sosok ayah yang menyayanginya dan senantiasa membimbingnya agar menjadi anak yang sholeha, Fatimah merindukan sosok itu.
Kini semuanya telah berubah. sikap, perilaku, dan cara bicara ayahnya kepadanya sudah berubah.
Tidak ada senyuman, kasih sayang, dan cinta. Hanya ada kebencian, dendam, dan amarah yang selalu Fatimah terima dari sang ayah.
Bukan tanpa alasan semuanya berubah, kejadian sepuluh tahun yang lalulah alasan dari perubahan ini.
Kejadian yang membuat Fatimah dihantui rasa bersalah disepanjang hidupnya.
Bagaimana perasaanmu jika harus kehilangan sosok wanita yang telah mengandungmu, merawatmu, dan menyayangimu selalu? Menyedihkan bukan? Bahkan jika dirimu sendirilah penyebab kematian sosok wanita tersebut.
Setiap waktu Fatimah menyempatkan diri untuk pergi ketempat peristirahatan ibunya.
"Assalamualaikum ibu, apa kabar?aku harap ibu baik-baik saja. Ibu tau? Ayah masih marah padaku, dia masih tidak mau menyapaku. Tapi aku yakin, lambat laun ayah akan kembali seperti dulu. Ibu bantu aku ya, ibu datang dimimpi ayah terus bujuk ayah supaya ayah gamarah lagi sama Fatimah. Oh iya, hafalan Fatimah udah bertambah lo, sekarang Fatimah udah sampai di jus lima belas. Yeeyy! Fatimah seneng deh doain Fatimah terus ya bu agar Fatimah bisa cepet hafal ayat suci Al-Quran." Fatimah terus berceloteh tanpa henti dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Fatimah rindu ibunya, Fatimah rindu ayahnya, Fatimah rindu kebersamaan mereka.
"Fatimah sayang, jangan lari-lari dijalan raya bahaya." teriak ibu Fatimah dan terus mengejar Fatimah kecil.
"Ayo ibu kejar Fatimah hehehe." Fatimah kecil menambah kecepatan berlarinya.
Tanpa sadar ada sebuah truk dari arah kanan, terlalu sibuk dengan mengejar Fatimah Maryam-ibu Fatimah tidak mendengar klakson yang sedari tadi dibunyikan.
Truk tersebut semakin dekat dan Maryam belum juga menyadarinya selang beberapa detik dan....
BRUKKK
"IBU!!!" teriak Fatimah kecil dan berlari menghampiri ibunya.
Banyak darah disekujur tubuh Maryam. Fatimah kecil tidak bisa berbuat apa-apa dia hanya bisa diam ditempat karena kaget dengan kejadian yang begitu tiba-tiba.
Masyarakat sekitar langsung membawa ibu Fatimah kerumah sakit terdekat. Pihak rumah sakit langsung menghubungi Marwan. Marwan yang sedang bekerja diluar kota lebih tepatnya dibandung langsung khawatir bukan main.
"Gimana keadaan istri saya dok?" tanya Marwan kepada dokter yang baru saja keluar dari ruangan gawat darurat.
"Maaf, ternyata Allah lebih sayang kepada istri bapak."
"Maksud dokter apa?! Tidak! Tidak mungkin! Istri saya tidak akan pergi meninggalkan saya!" Marwan sudah tidak dapat mengontrol emosinya. Antara sedih, kalut, dan marah sudah menjadi satu dihatinya.
"Istri bapak kehabisan banyak darah saat ditempat kejadian. Dia, sudah tidak terselamatkan disana." dokter ikut sedih melihat Marwan.
"Tidak.. Hiks.. Tidak mungkin." untuk pertama kalinya Marwan menangis seperti ini.
"Ayah bagaimana kea..."
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU! DASAR ANAK NAKAL!" belum selesai Fatimah bertanya ayahnya langsung membentaknya.
Andai saat itu aku mendengarkan ibu -batin Fatimah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHIMAR
SpiritualKita bukan istiqlal dan katedral, yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan, namun tetap harmonis. Jika mereka punya nyawa, siapa yang tahu kalau mereka SALING JATUH CINTA?