tiga

119 7 4
                                    

Aku mencintaimu
Seperti bunga mencintai keharumannya
Seperti hujan mencintai tetes airnya
Seperti bulan mencintai malamnya
Seperti matahari yang mencintai cahayanya
Jantung ini tidak akan berdetak selamanya
Tapi jika tuhan mengizinkannya
Selama jantungku berdetak
Ijinkanku mencintaimu dalam ketulusan
-Grisaldi Sirait

"Fatimah! Mana makanan malamnya! Apa kamu ingin ayahmu ini mati kelaparan dan menyusul ibumu?! Iya?!." teriak Marwan-ayah Fatimah.

Fatimah yang baru selesai melaksanakan sholat isya langsung kaget setengah mati mendengar teriakan ayahnya. Dia memang tidak membuat makanan untuk malam ini karena persediaan berasnya sudah habis. Fatimah beranggapan jika malam ini ayahnya tidak akan pulang sama seperti malam - malam sebelumnya.

"Maaf ayah, persediaan berasnya sudah habis. Tabungan Fatimah juga sudah menipis mungkin hanya bisa digunakan untuk membeli satu bungkus bakso didepan gang, ini uangnya ayah bisa membeli bakso tersebut jika ayah lapar." fatimah memberikan uang sepuluh ribuan satu lembar kepada ayahnya.

"Memangnya uang gaji kamu selama kamu kerja kamu gunakan untuk apasaja ha?! Pasti kamu buat untuk membeli barang yang tak berguna ya?!"

"Tidak ayah, janganlah ayah berpikiran seperti itu kepadaku."

"Alasan! Sudahlah ayah mau pergi kamu tetap disini dan jangan pergi kemana-mana awas saja kalau sampai kamu pergi, ayah hukum kamu!"

"Iya , ayah."

"Waalaikumsalam ayah." ucap Fatimah tiba-tiba kepada ayahnya saat ayahnya itu sudah mendekati pintu rumahnya.

Yang diucapkan salam hanya meliriknya sebentar dan langsung menutup pintu dengan keras sehingga menimbulkan suara nyaring yang membuat Fatimah kaget.

Aku rindu ayahku yang dulu.

Fatimah melanjutkan dzikirnya yang sempat tertunda tadi dan tak lupa juga dia membaca alquran biru muda pemberian ibunya dulu. Fatimah berusaha sebaik mungkin dalam membaca alqur'annya, dia takut jika dia membacanya salah maka artinya juga ikut salah, itulah nasehat ayahnya dulu kepadanya.

Tak terasa, sudah dua jam Fatimah melakukan ibadah yang rutin dia laksanakan setiap harinya. Perutnya tiba-tiba saja lapar. Fatimah langsung melepas mukenahnya dan segera bergegas kedapur. Fatimah berharap semoga dia bisa menemukan makanan apa saja yang mampu mengganjal perutnya agar tidak terlalu kelaparan.

Hanya ada satu buah pisang berwarna kehijauan didalam kulkasnya. Rupanya itu adalah pisang pemberian dari tetangganya kemarin yang mengadakan acara pengajian.

Fatimah langsung mengambil pisang tersebut dan segelas air putih. Dia duduk dimeja makan kecil yang ada didapur. Dulu, setiap kursi dimeja ini selalu ditempati oleh Fatimah, ayahnya, dan ibunya. Namun, sekarang semuanya sudah berbeda. Bahkan, sekarang kursi ini hanya diisi oleh Fatimah seorang diri dengan ditemani oleh satu buah pisang dan segelas air putih.

Setelah berdoa, Fatimah mulai melahap pisang tersebut dan menghabiskannya, dan Fatimah meneguk habis air putihnya.

Hamba yakin yaAllah engkau tidak akan memberi cobaan terhadap hambamu diluar batas kemampuannya. -seru Fatimah dalam hati.

KHIMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang