6.

1.2K 155 16
                                    


Hari ini Jiyeon sedang bersiap untuk pergi makan siang bersama Minho pendekatan antara keduanya sudah berjalan selama satu minggu hanya saling mengobrol lewat telefon atau bertukar pesan saja selama itu dan sekarang hari ini Minho mengajak Jiyeon untuk pergi makan siang bersama.

Tidak di restoran mahal Minho mengajak Jiyeon makan siang karena Jiyeon sendiri lah yang menolak ia lebih suka makan direstoran biasa saja atau dicafe. dan disinilah Jiyeon duduk berhadapan dengan Minho disebuah restoran didalam mall. tak ada hal mereka bicarakan selama sepuluh menit hanya keheningan yang ada diantra mereka. Jiyeon sendiri bingung tak tahu harus memulai obrolannya dari mana, sedari tadi Minho sendiri pun hanya memandangnya dengan senyum yang Jiyeon sendiri tak tahu arti dari senyuman itu.

"Kenapa kau melihat ku tersenyum seperti itu Minho-shi, Apa ada sesuatu yang aneh diwajah ku.? " tunjuk Jiyeon pada wajahnya sendiri.

"Tidak, aku hanya suka saja melihat wajahmu kau begitu cantik Jiyeon-ahh" puji Minho dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ah, benarkah " malu Jiyeon dengan menundukan wajahnya.

"Ya, Apa sehabis ini kau tak ada acara lain.? Aku ingin menganjakmu kerumah, karena Ibu ku memintaku untuk mengajak mu kerumah"

"Ba-baiklah setelah ini kita pergi kerumah mu" Jiyeon tak tahu dengan ucapan yang ia ucapkan sendiri. tak salah bukan kalau dirinya pergi menemui Ibu Minho, bukankah ini yang diharapkan dari acara perjodohannya. kedua keluarga harus saling dekat satu sama lain, Jiyeon juga harus mencoba mengakrabkan dirinya pada keluarga Choi.

"Terimakasih Jiyeon-ahh,, "

"Ya sama-sama,, kau tak perlu berterimakasih karna aku tak melakukan sesuatu yang besar untukmu"

"Tidak, kau sudah melakukan sesuatu yang berharga untukku. Aku harap perjodohan ini tak sia-sia kita jalani dan aku ingin kita saling menyukai satu sama lain, bukankah begitu,? "

"Y-ya kau benar. aku tak bisa mengecewakan Ayahku untuk kali ini" apakah ini keputusan yang tepat.? entahlah Jiyeon tak tahu, dirinya hanya menjalani apa yang diinginkan Ayahnya.

"Aku sangat berharap padamu Jiyeon-ahh, "

bingung, itu yang Jiyeon rasakan sekarang. Ia tak tahu dirinya harus berbangga diri disukai pria tampan mapan yang siap menikahinya. Jiyeon sendiri tak tahu perasaan nya terhap pria itu. semakin Jiyeon mengikuti keinginan Ayahnya bukan kebahagiaan yang ia dapat melainkan hanya keterpaksaan. tiba-tiba ia mengingat sosok Myungsoo yang berada dalam fikiranya akhir-akhir ini tapi ia sendiri juga tak bisa kalau perasaannya sendiri pada Myungsoo semakin berkembang begitu saja. Jiyeon tak yakin kalau Myungsoo juga merasakan hal yang sama seperti dirinya.

***

Dikursi kerja nya Myungsoo hanya diam melihat foto-fotonya bersama Jiyeon dan putrinya saat di Kebun Binatang. sesekali Myungsoo tersenyum melihat senyuman Jiyeon entah kenapa akhir-akhir ini dirinya ingin menemui gadis itu. tapi tak mungkin dirinya mengirim pesan lebih dulu pada Jiyeon, karna selama ini dirinya hanya akan mengirim pesan pada Jiyeon saat putrinya yang meminta. maka tidak mungkin kalau dirinya tiba-tiba mengirim pesan pada gadis itu secara tiba-tiba itu akan membuat dirinya sendiri malu. katakan saja Myungsoo terlalu gengsi dengan sikapnya.




"Jadi cucu nenek kenapa lagi eoh,? bukannya Myungji senang karna Ayah tak lagi melarang Myungji memanggil bibi Jiyeon Ibu.? " tanya Ny. Kim pada cucunya yang kini terlihat murung didalam kamarnya. dengan mengelus surai lembut cucunya Ny. Kim mencoba menanyakan perihal cucunya yang kembali bersikap murung.

"Nenek apa bibi Jiyeon tak bisa jadi Ibu Myungji nek,?" gadis kecil itu bertanya pada neneknya kenapa Ayahnya tak bisa menjadikan Jiyeon sebagai Ibunya. Ny. Kim bingung harus menjawab apa atas pertanyaan cucunya.

" Ibu Untuk Myungji "Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang