H

2.1K 275 9
                                    

Typo(s)

Ini hari ketiga Reileen menepati salah satu kamar di mansion milik Chanyeol. Ia benar-benar sudah tidak tahan. Ia ingin menemui sehun dan meminta menjelasan dan memarahi pria itu karena sampai sekarang tak mencarinya.

Kemarin, Chanyeol sudah melepaskan seluruh ikatan yang menempel pada tubuh Reileen. Membuat gadis itu bebas menggunakan kamar ini. Bahkan, pria itu memberinya bebarapa helai pakaian baru, selalu memberinya makan dua kali sehari dan segelas susu sesaat sebelum tidur.

Namun, ia juga bingung, kenapa Chanyeol melepaskannya? Bukankah ia adalah seorang sandera?

Masa bodo dengan pertanyaan itu, yang terpenting sekarang ia bisa melarikan diri dengan mudah karena tali-tali sialan itu sudah lenyap.

Hari sudah siang, Chanyeol sudah berangkat ke kantornya sepuluh menit yang lalu setelah mengantarkan sarapan pada Reileen. Dan ia akan kembali saat matahari tergelincir ke ufuk barat.

Reileen berdiri di depan pintu kamar, memastikan bahwa di luar sana tak ada orang. Ia berjalan menyusuri kamar dan membuka salah satu jendela. Ia membuka jendela itu perlahan, dengan sesekali manik hitamnya melihat ke arah pintu kamar. Sungguh, ia takut ketahuan oleh bodyguard berwajah sangar yang dibayar Chanyeol.

Setelah berhasil membuka jendela, ia meneroboskan dirinya. Berhasil! Ia tersenyum ketika melihat taman kecil yang ada di mansion milik Chanyeol. Satu fakta baru, di samping tempat penyekapannya terdapat sebuah taman yang begitu asri. Pemandangan hijau yang tak ia jumpai tiga hari ini. Sekarang, ia dapat menghirup udara segar kembali.

"Nona Kim, rupaya kau akan melarikan diri."

Reileen tergelonjak. Ia memutar badannya. Bodyguard sialan itu!

"Ikut saya." Katanya.

Reileen mengumpati pria dengan seragam serba hitam ini, hanya berteriak dalam hatinya. Ia terlalu takut jika setelah ini ia kehilangan nyawanya. Sungguh, ia tidak mau mengecewakan Sehun. Ia tidak boleh terbunuh.

"Lepaskan!"

Reileen menyentakkan tangannya berkali-kali. Namun sayang, usahanya benar-benar tak mendapatkan hasil. Tenaga pria benar-benar kuat, hingga Reileen pun hanya merasakan sakit karena perbuatannya sendiri.

Pria berseragam hitam itu kembali memasukkan Reileen ke dalam kamar. Membanting tubuh gadis itu pada kasur. Lalu, ia kembali keluar setelah memastikan jendela dan pintu terkunci.

Reileen tak kehabisan akal. Ia mencoba melarikan diri, lagi. Ia kembali membuka jendela, menengok kanan-kiri, memastikan tidak ada bodyguard yang berkeliaran.

"Mau melarikan diri lagi, Nona Kim?" Sindir seorang bodyguard yang berdiri di samping jendela kamar itu.

"Sialan!" Umpatan itu keluar dari mulut manis Reileen. Ia kembali menutup jendelanya dan lebih memilih tidur dibandingkan melarikan diri yang pada akhirnya hanya membuang waktu saja.

"Sepertinya penjagaan di rumah ini sangat ketat," gumamnya.

"Sehun... kau kemana?" Reileen memejamkan kelopak matanya, hingga buliran bening keluar dari matanya.

Hidupnya yang benar-benar rumit membuatnya cepat menyerah. Ia bahkan pernah berpikir bahwa hidupnya adalah sebuah kesalahan dan ia merasa dirinya adalah pembawa sial.

**

"Kau harus makan."

Reileen mengerjapkan matanya ketika mendengar suara itu. Ia membuka matanya, tanpa sadar ia mendengus kesal ketika ada seorang pria yang berdiri di hadapannya -yang bernama Park Chanyeol yang kejam.

"Aku tidak ingin makan." Ujar Reileen.

"Benarkah?"

"Ya, tentu..." sial, disaat seperti ini perutnya bunyi. Benar-benar tak bisa dikompromi.

"Makanlah, aku tidak memberi racun pada makanan ini." Kata Chanyeol.

Dengan terpaksa, Reileen bangun, duduk bersender di dashboard ranjang dan mengambil piring yang ada ditangan Chanyeol. Ia menatap pria itu sekilas sebelum benar-benar menyantap makanannya.

Sebenarnya apa yang ada dipikiran pria itu? Dia selalu mengantarkan makanan untuk Reileen setiap pagi dan sore, sepiring makanan sehat. Bukan hanya itu, pria itu juga selalu menemani Reileen saat dia makan, dan sesekali mengajak gadis itu mengobrol ringan.

"Kata orang suruhanku, tadi siang kau akan melarikan diri?" Katanya dingin.

Reileen hanya terdiam dan lebih memilih melanjutkan acara makannya. Ia sama sekali tak bisa menjawab. Ia terlalu takut jika Chanyeol akan mengarahkan timah panas saat ini juga. Bukankah sangat konyol jika ia terbunuh saat makan?

"Aku akan memasang besi pada jendela kamar ini, agar kau tak bisa melarikan diri dari mansionku." Tambahnya, seraya memasukan kedua tangannya pada celana hitam yang ia pakai hari ini.

Reileen meletakkan piring di meja, lalu meminum segelas air putih yang Chanyeol sediakan di nakas samping tempat tidurnya.

"Kenapa kau memberiku makan setiap hari?" Tanya Reileen penasaran.

Chanyeol mengeluarkan smirknya. Apa-apaan ini? Bahkan gadis itu tak menanggapi ucapannya tadi, malah memberinya pertanyaan.

"Aku tidak akan membiarkanmu mati kelaparan. Bukankah sudah kubilang, kau tidak boleh mati. Karena kau... adalah seorang tawanan. Aku hanya ingin membuat penghianat itu menderita." Kata Chanyeol.

Reileen bergidik ngeri mendengar rentetan kalimat dingin yang keluar dari mulut pria itu. Ditambah dengan tatapan mata elangnya yang tajam bak hunusan pedang.

"Bahkan sudah tiga hari aku menghilang... Sehun tak mencariku." Gumam Reileen.

"Dia tidak tahu keberadaanmu, nona. Saat ini dia sedang di China untuk bertemu dengan Zhang Yixing, salah satu teman yang mungkin akan ia hianati selanjutnya."

Reileen menatap tajam pria itu, "Sehun bukan orang seperti itu."

"Kau ini masih saja tidak percaya, Oh Sehun tak sebaik yang kau pikirkan." Chanyeol membuang napas kasar. Ia kembali teringat pada -mantan teman baiknya yang sedang ia bicarakan.

"Kau hanya tidak tahu dengan sifatnya. Dia pria yang baik dan ramah, tidak mungkin dia seorang mafia sepertimu. Dingin dan kejam." Ujar Reileen tak mau kalah.

"Terserah! Tunggu pembuktiannya, Leeny."

Setelah menuntaskan kalimatnya, Chanyeol mengambil piring dan gelas kosong yang ada di nakas dan membawanya keluar. Ia membanting pintu kamar dan menguncinya.

Chanyeol menyuruh pelayan mencuci piring kotor dan ia menaiki tangga dengan tangan yang sibuk melepaskan dasi di lehernya. Ia memasuki ruang kerja yang berada di lantai dua, setelah itu duduk di kursi kerjanya. Tangannya terkepal kuat dengan sorot matanya yang menajam.

"Tidak pantas seorang penghianat dipuji seperti tadi." Katanya dengan suara berat dan sedikit serak, khas Park Chanyeol.

to be continue

Thanks for reading and vomments 💕

loeys ♡

Falsch • PCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang