Senja 3

22 2 0
                                    

"Cintalah yang bisa menguatkan hati ketika kerikil selalu dihempas oleh ombak yang menggulung tajam."

Sepanjang jalanan penuh sesak oleh kendaraan yang lalu lalang. Klakson mobil berderu bersama amarah di siang hari yang mulai pada puncaknya. Debu jalanan kota kembang berguling bersama anak penadah dan tukang parkir berbaur mengais rejeki. Hari yang selalu padat dan sibuk. Termasuk Alisha yang berjalan menuju gudang bahan kain, menyaksikan panorama kesibukkan kota dalam diam. Namun pikirannya sesibuk siang ini.

Bukan karena ia memikirkan sudut kota, melainkan ia mencari cara agar isi kotak kayu itu memenuhi harapannya. Sederhana. Ia hanya ingin rumah yang ia gadaikan pada pihak Bank bisa kembali. Disana tersimpan berjuta kenangan bersama kedua orangtuanya.

Dua Tahun lalu, andai saja Alisha bisa menunda keberangkatan Ayah Ibunya pergi ke Jogyakarta mungkin kecelakaan itu tak kan terjadi. Emang sedikit kekanakkan. Bagaimana tidak? Masa iya Alisha harus menghentikkan Ayahnya yang pergi dinas dari kantornya? Tentu mustahil. Terlebih ia sedang sibuk-sibuknya menyusun skripsi. Akbar pun tak kalah kesal, karena hari itu bertepatan dengan Ujian Negara. Kedua adiknya tentu sedang liburan sekolah. Sedangkan dinas Ayahnya teramat mendesak, mau tak mau, mereka pun pergi sekaligus bersilaturahmi pada nenek meninggalkan Alisha dan Akbar yang pengen ikut.

Naasnya kecelakaan itu menewaskan Ayah, Ibu dan adik bungsunya. Isma yang selamat tak terluka sedikit pun, membuat semua penduduk disekitar lokasi kecelakaan terkejut, dan takjub. Mobil Inova hitam yang dikendarai Ayah Ibunya saat ditikungan sedikit oleng karena tak dinyana truk yang datang dijalur kiri tiba-tiba berjalan tak terkendali. Dengan cepat Ayah Alisha banting stir dan membuat mobil oleng hingga terperosok ke dalam jurang, menabrak pohon jati.

Menurut penuturan kepolisian daerah Tasikmalaya, rem truk barang itu tak berfungsi. Sang supir pun tak terselamatkan. Pihak perusahaan pengantar barang mengklaim, bahwa sebelum keberangkatan, truk selalu di cek secara berkala. Kecelakaan itu pun diberitakan di koran lokal. Sempat membuat geger tetangga Alish. Semua keluarga berdatangan tak terkecuali nenek yang berada di Jogja.

Hingga saat itu Isma phobia jika memakai angkutan kota. Ia memilih berjalan kaki ketika pergi sekolah. Alisha shock mendengar itu semua. Namun ia mengerti bahwa makhluk yang hidup pasti akan mengalami yang namanya kematian. Tak terkecuali. Sebagai anak sulung, ia menggantikkan peran Ayah dan Ibunya bagi Isma dan Akbar. Kuliah ia putuskan dan mulai bekerja. Akbar tak berniat kuliah, ia memilih bekerja serabutan setelah lulus SMA. Sebenarnya Isma diberi pilihan tinggal bersama Bibi pihak Ibu yang tinggal di Subang, tentu Isma menolak dan ingin bersama kedua kakaknya.

Selang satu tahun rumah peninggalan Ayah Ibu pun tergadai demi membiayai sekolah Isma dan Akbar. Hingga saat ini Alisha mengontrak dan sisa uangnya ia tabung. Sisa uang itulah yang dipakai Alisha membiayai uang sekolah Isma malam itu.

Alisha tentu ngga bisa meyalahkan Isma yang tak pernah bilang jika ada kesulitan, mengingat Alisha selalu sibuk bekerja. Ia pun menghela nafas berkali-kali. Bagus yang melihat itu sedikit heran dan menatap Alisha yang merenung seolah tak menghiraukan semua orang disekitarnya.

"Oii... kalau kau ada waktu melamun, kenapa ngga sekalian ja beresin tuh barang." Sambil nunjuk gudang yang sudah terbuka beberapa menit yang lalu. Wajar ja Bagus merasa kesal karena beberapa menit itu pula ia merasa omongannya tak didengar Alish.

Seolah tersadar, Alish pun segera menatap gudang dengan pandangan bingung.
"Lho? Bukannya di suruh mencatat barang, ya?" Tanya Alish heran.

"Ohhh... jadi kamu dah kembali ke dunia nyata. Aku pikir kamu dah mulai kesambet. Habis di panggil berkali-kali ngga ngedenger."

"Sorry... sekarang mau mulai darimana?" Tanya Alish merasa bersalah, dan buru-buru memasukki gudang. Bagus menatap punggung gadis itu penuh tanya.

Merasa ngga ada tanggapan Alish berbalik dan menatap Bagus dengan heran. Tapi hal itu membuat Alish gugup karena Bagus menatapnya dengan tajam tanpa berkedip sekali pun.

Ahhh... pasti gara-gara aku ngediamin dia, Pikir Alish. Ia pun segera menunjuk cemas ke bahan kain berharap tatapan Bagus teralihkan.

"Itu!! Yang pola kotak-kotak kecil bahan apa?"

Bagus tak bergeming. Ia berjalan ke arah Alish, membuat Alish bertambah bingung dan cemas. Terus berjalan tanpa mengalihkan tatapannya. Ia semakin dekat dan berhenti tepat di depan Alish. Jarak mereka sangat dekat, teramat dekat malah.

Kali ini Alish tak mundur, ia terdiam. Menunggu Bagus mengatakan apa yang dipikirannya. Hening sesaat. Jengah, Alish ingin mengatakan sesuatu namun Bagus keburu berbicara.

"Kenapa..."

Ha?!

"Kenapa orang seperti kamu suka sekali menjauh?"

Orang seperti aku? Maksudnya??

"Hahhh... lupakan!! Wajah bengongmu itu jangan sekali-kali diperlihatkan ke orang lain. Cukup kau tunjukkan ke aku saja."

Bagus berbalik dan tersenyum kecil. Alish mematung tak mengerti arah pembicaraanya.

* * *

Kalau ada cowo yang bilang,
'Jangan nunjukkin wajah ke orang lain'.
Maksudnya apa sih, Rey?

Alisha mengirim message di WhatsApp-nya pada Renata, teman SMA-nya. Panggilan Renata adalah Rey. Sohib satu-satunya yang paling ngerti luar dalamnya, Alisha. Meski mereka berbeda ibarat langit dan bumi. Terlihat dari cara mereka ketika berjalan. Alisha selalu berusaha melebarkan setiap pakaian yang ia kenakan, sedangkan Rey selalu mengecilkan, bahkan terlalu terbuka.

Ngga heran banyak yang ngatain, 'malaikat lagi jalan bareng setan.' Ekstrem memang. Tapi Alisha cuek saja, meskipun ia tak pernah bosan mengingatkan Rey akan kewajibannya sebagai seorang muslim. Berhijab. Berkali-kali pula Rey menanggapinya angin lalu. Alisha paham, tak bisa memaksakan hidayah jika orang tersebut belum mau menerimanya.

Ponsel Alisha bergetar. Bertanda ada pesan masuk. Ia scroll kunci layar ke kanan dan membuka WhatsApp-nya.

Siapa yg mencuri teman gue?! Cwo mna dia?
Gue samperin, deh. :-D
Dodol, itt brtanda c cowo lgi deketin lo.
Cakep, ga? Kalau jelek bwt lo ja.
Kalau cakep, lempar ke gue ya? HaHaHa

Alisha hanya mendengus sebal membacanya, malah di bencandain, aku serius tahu. Ketik Alish selanjutnya. Balasannya secepat kilat, kontan membuat Alish menaikkan sebelah alisnya. Giliran ngomongin cowo ja, cepetnya minta ampun, pikir alis kesal.

Gue jg serius tau. Aplgi urusan cwo
Biasanya, nih. Kalau ad cwo ngomong gt
Bertanda, dy pengen miliki lo sepenuhnya
Cowo mana yg bilang gt ke lo?

T4 kerja ak
Ak lupa bilang ke km
Kemaren diterima kerjaan di toko
Dsna ad cowo, namanya Bagus.

Ohh...
Cinlok, nih
Dy suka natap lw dgn intens, ga?
Suka ngomong yg ga lo ngerti?
Bikin lo bingung?
Itu dah tandanya,
Cwo emg ska bkin modus kya gt
Ati2 ja
Bisa emg suka, bsa juga cuma main2 doang

Alish terdiam membacanya. Ia bingung dengan semua omongannya, Rey. Antara percaya dan tidak. Tapi emangnya cowo bisa dipercaya? Entahlah Alish ngga ngerti urusan kaya beginian. Pertama kalinya ada cowo seaneh Bagus, juga berani menatap cowo, dan pertama kali pula ia memikirkan sesosok bernama, 'cowo'.

Hahh... Alish mendesah panjang. Ia tak ingin memikirkannya, dan tak ada waktu untuk hal itu. Baginya saat ini adik-adiknya prioritas utamanya. Bukan Bagus. Bukan pula cowo lainnya.


Note : ceritanay terlalu berat, yah?
Bay the way, minta sarannya, ya teman-teman. Saran pedas, asin, gurih dan pahit diterima kok. Coz buat menilai tulisannya. Dan mohon bimbingannya. ^_^

Love Is ...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang