Kenapa?

65 3 0
                                    

Pagi ini, terasa seperti biasa. Masih hambar. Tapi, inget deh pesan sahabatku kemarin. Hidup bukan cuma tentang dia. Iya dia yang pergi entah kemana. Ahh, sudahlah. Cukup mual aku mengingatnya. Biarkan aku menjalani hidupku yang baru di pagi yang cerah ini. Aku masih bisa hidup ko tanpa dia. Jangan rusak hariku ini. Aku sedang semangat, bahkan terlampau semangat untuk memulai hari yang baru ini.

"Mah, teteh berangkat yaa," pamitku pada mamah tercintaku.

"Iya teh, hati-hati ya. Ngga apa-apa sendiri?" tanya mamah.

"Ngga apa-apa ko, mungkin nanti ada Intan di jalan, " jawabku sambil mencium dahi dan pipi mamah. Mungkin untuk anak-anak lain kedengaran anak mamih banget yaa hal itu, tapi karena memang kebiasaanku kalo berangkat sekolah musti cipika-cipiki dulu alias cium pipi kanan-cium pipi kiri. Hihi..

Aku berjalan sambil melihat-lihat barangkali ada Intan, tapi sepertinya ngga ada deh. Mungkin Intan sudah berangkat duluan, batinku. Yaah, hari ini aku memang harus berangkat seorang diri. Sekolahku tak jauh dari rumah, hanya sekitar 20 menit dengan berjalan kaki, itu pun jika tidak mampir ke warung dulu. Dann akhirnya, sampailah aku di sekolah tercinta.

Senyum, Zia, senyum.. Jangan cemberut, ini hari barumu. Batinku.

Senyumku sedikit merekah ketika melewati koridor menuju kelasku, disambut teman-temanku yang juga sedang semangat juga sepertinya. Ahh, senangnya aku, ternyata selama ini aku terlalu sedih dengan masalahku, tak melihat orang-orang di sekitarku yang juga sayang padaku. Aku melangkahkan kaki masuk ke kelas dan duduk di bangku paling depan dekat pintu. Tiba-tiba, Hilda menghampiriku.

"Eh Zia, tadi dicariin Intan tuh. Kayanya lagi kurang sehat atau..  ngga tau deh, pokonya nyariin kamu. Dia sekarang di deket tangga kelas sebelah," cerocosnya dengan begitu fasih sampai aku tidak diberi kesempatan untuk menyapa terlebih dahulu. Duhh, memang begitu sih orangnya, maklum lah yaaa. Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju ke tempat Intan setelah akhirnya sempat mengucapkan terima kasih pada Hilda.

"Intan.. " sapaku sambil menepuk pundak Intan yang sedang duduk di tangga.

"Eh Zia, sini duduk, ada yang mau aku ceritain," jawab Intan dengan nada sedikit lemas.

Aku pun duduk di sampingnya dengan sedkit nyerong ke arah sahabatku ini. Belum sempat aku berbicara, Intan memelukku dan menangis. Kenapa? Ada apa dengan sahabatku ini? Ngga biasanya dia menangis seperti ini. Aku ingin menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu padanya, tapi bukan saat yang tepat jika intan masih menangis di pundakku. Yaa, aku biarkan dia mengeluarkan semua tangisnya hingga dia mau bicara padaku.

"Ziaa, maafkan aku. Kamu percaya kan sama aku?" ucapnya yang sudah sedikit tenang.

"Iya, aku percaya ko, Tan. Ada apa sebetulnya? Kenapa kamu tiba-tiba menangis?"

"Aku sudah putus sama dia", ucapnya sedikit menurunkan volume suaranya.

Aku kaget. Kenapa? Padahal kemarin baik-baik saja. Akhirnya aku terlalu kepo urusan sahabatku. Tanpa ku tanya, dia sudah menjelaskannya sendiri.

"Maafkan aku Zia. Dia bukan laki-laki yang baik untukku. Kemarin dia macem-macem sama aku. Untung aku bisa kabur , kalo ngga, aku ga tau gimana jadinya aku. Akhirnya malam tadi, aku putuskan dia, aku ngga mau laki-laki seperti dia, " ceritanya padaku sambil menghapus air matanya.

"Astagfirullaaah. Tapi kamu ngga apa-apa kan?" tanyaku khawatir.

"Ngga ko, aku ngga apa-apa. Aku juga sudah laporkan pada pihak sekolah, biar ngga kejadian lagi sama perempuan lain. Aku menyesal Zia. Mulai sekarang, aku ngga mau pacaran lagi. Aku mau fokus belajar" tegasnya sambil menatapku serius.

"Iya intan, aku ngerti dengan perasaan Intan, kita sama-sama sedang kehilangan seseorang yang selama ini kita sayangi, tapi ini pasti yang terbaik, biar kita fokus belajar dulu. Yuk, kita sama-sama bertekad ngga akan mikirin cowo dulu untuk saat ini. Gimana?" ucapku.

"Iya Zia, makasih ya udah mau jadi sahabatku. Kamu masih mau kan jadi sahabat aku?"

"Pasti dong sayangku, sahabatku yang paling mungil dan lucu. Senyum yaa, biar cantik, jangan sedih lagi," hiburku.

Tuuttt..
Bel sekolah sudah berbunyi, aku kembali ke kelas dan Intan juga, karena kami memang tidak satu kelas. Akhirnya rasa penasaranku terjawab. Semoga ini jalan terbaik yang Allah berikan. Allah membuka tabir hikmahnya lewat sahabatku. Ternyata, memang efek pacaran itu buas banget yaa. Seseorang bisa berubah dalam satu waktu jika diikutkan hawa nafsunya. Naudzubillaah, ngga mau deh kalo aku kaya gitu. Aku sadar, aku harus hati-hati dengan cowo, fokus dulu lah yaa sama belajar. Titik.

***
Terus pantengin yaa, insyaa Allah ceritanya masih panjang, ini baru openingnya, belum cerita sebenarnya loh.. 

Kritik dan saran sangat membantu aku sebagai penulis pemula yaa, jadi sok atuh vote dan comment yaa ^_^

Kenal lebih dekat?
IG @dhiyafauziafm

S.E.N.J.ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang