Komitmen

60 5 0
                                    

Oaahhhh.. Alhamdulillaah, aku masih berkesempatan menikmati hari ini. Ahh, tidak. Aku ingat lagi kejadian yang akan aku alami hari ini. Ahh, bikin moodku hilang. Aku jadi gemetar. Rasanya ngga nafsu sekolah, eh ngga nafsu makan. Harus aku jawab apa nanti.

Akhirnya aku bergegas mandi dan sarapan. Mau gimana lagi, aku ngga bisa mendadak ngga sekolah dengan alasan karena mau di tembak kan? Lebay banget sih kedengerannya. Yaaah, aku paksakan diri untuk berangkat ke sekolah dan menikmati hari sampai pulang sekolah. Karena katanya, dia akan beraksi sepulang sekolah.

Bel pulang pun berkumandang seperti memanggilku untuk segera pulang. Ya, mungkin itu hanya pikiranku. Aku berniat segera pulang, tapi pikiranku mengoceh, masa mau pulang? Kasian dia yang udah nyiapin segala macem. Ayo dateng aja dulu. Lagian, aku juga sedikitnya punya perasaan sama dia. Tak bisa dipungkiri, sejak kehilangan dia, Fajrin lah yang selama ini dekat denganku, menghiburku, ngajak chat setiap hari, dan sedikitnya aku mulai tertarik padanya. Tapi, sekali lagi, aku ngga ingin pacaran. Aku ngga mau! Haram!

"Ziaa, itu disuruh ke perpustakaan atas kata guru. Ngga tau deh siapa, " seorang lelaki paruh baya menghampiriku. Aku tau, ini pasti awal dari aksi dia.

"Oh iya, nanti kesana." singkatku.

"Ziaa, tunggu, "teriak Intan sahabatku. "katanya mau belajar bareng. Dimana nih? perpus atas yuk, katanya disana enak buat belajar," ajak Intan.

Aku sudah bisa menebak, Intan adalah sekongkolan dia. Ya sudah, akhirnya aku menurut saja, dan kita berjalan ke perpustakaan atas yang tak jauh dari tempatku berdiri.

Ketika melewati koridor perpustakan, aku dan Intan hanya duduk di lantai teras sambil memandang ke lapangan yang terlihat jelas dari atas sini. Hem, ada apa ya? Tiba-tiba, Fajrin datang membawa bunga, dan mengatakan isi hatinya. Padahal dia sudah tau, aku tak ingin pacaran.

"Tapi kita masih bisa temenan kan. Kamu mau komitmen sama aku? Kita ngga pacaran, tapi kita sudah saling kenal dan bisa saling jaga," jelasnya sambil terlihat ekspresi gugup di depanku.

"Hm, iya deh aku mau. Tapi bukan berarti kita bisa ngapa-ngapain ya, kita hanya berkomitmen bukan berarti kita bisa saling ngatur kaya pacaran gitu, " tegasku.

"Iya iyaa, lihat deh ke bawah, " respon dia sambil menunjuk ke arah lapangan. Ternyata dia sudah menyiapkan pasukan untuk membentuk sebuah kata yang familiar dilakukan orang pacaran. Ya, I ❤ U. Siapa yang tidak terpesona dengan suguhan macam ini? Persis seperti sinetron. Malunya, setiap orang yang masih ada di lingkungan sekolah ikut menyaksikan dan meneriakkan ciee ciee pada kami. Sangat amat malu rasanya. Aku ingin segera turun dan pulang. Hari ini adalah hari yang berkesan tapi menyisakan rasa malu teramat dalam, karena pasti besok dan seterusnya, orang-orang akan menyangka kita pacaran. Huh, sebal.

Aku kembali ke kelas karena tasku masih di sana. Tenyata di kelasku ada Fifah, sahabat satu ekskul juga di ekskul keagamaan. Fifah yang selalu mengingatkanku kalo aku salah. Tiba-tiba dia memelukku dan menangis. Aku tau, Fifah ngga mau kalo aku pacaran. Dan aku jelaskan sedikit sama Fifah.

"Ngga ko , fah, aku ngga menerima dia, " terangku pada Fifah yang masih dalam pelukanku.

"Bener yaa, aku sedih kalo kamu sama dia. Aku ga mau kamu pacaran, " ucap Fifah sambil menatapku.

"Iya fifahkuuu. Aku pulang duluan yaa, udah sore. Assalamualaikum." pamitku dengan lemas. Aku tau, aku ngga jujur sama Fifah bahwa aku komitmen sama dia, aku takut bikin dia sedih. Semoga ini adalah langkah yang benar. Aku ngga pacaran ko.

Akhirnya aku akhiri hari ini dan pulang ke rumah sambil menyisakan perasaan yang nano-nano, ngga jelas banget. Ada perasaan senang karena aku tidak pacaran, dan ada malu juga karena aksi ini jadi bahan tontonan satu sekolah. Padahal, aku dikenal sebagai orang yang alim, ngga pacaran, dan anti yang beginian, kata orang sih, tapi tiba-tiba aku dihadapkan pada prosesi sakral seperti tadi. Uh, dimana prinsip hidupku.

Hatiku mengelak. Tak bisa menerima hal ini. Aku membuka hati? Apa benar? Kenapa aku menerimanya? Aku tak tau apa yang sudah aku lakukan, hingga akhirnya aku menyesal..

***

Terimakasih yaa sahabat, masih setia baca kisahku ini..
Semoga bisa diambil hikmahnya ,yang jelek buang sajaa..

Jangan lupa vote dan comment yaa,biar tau kelanjutan kisahnya, karena masih cukup panjang lohhh hehe..

Visit my Instagram @dhiyafauziafm

S.E.N.J.ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang