From: Choi Seungcheol
To: Me
Hahahaha kau sangat lucu sekali.. kau benar-benar tipeku Lee Jihoon.. Aaah aku sudah tidak sabar bertemu denganmu lagi dan melihat senyuman manismu itu.. Esok cepatlah dataaang... :( :( :(
Jihoon tersenyum malu membaca pesan singkat dari Seungcheol. Setelah mereka saling bertukar nomor ponsel saat mereka bertemu secara tidak sengaja di Busan seminggu yang lalu dan setelah kencan pertama mereka yang berjalan sangat romantis dan menyenangkan, Jihoon menjadi semakin dekat dengan Seungcheol. Setiap hari mereka selalu bertukar pesan singkat dan terkadang jika mereka sedang tidak sibuk, Seungcheol akan menelfon Jihoon dan mereka mengobrol seperti seorang teman yang telah lama saling mengenal. Mungkin karena Seungcheol adalah seseorang yang ramah dan menyenangkan jadi Seungcheol dengan mudah membuat Jihoon yang awkward dan dingin menjadi responsif dan banyak tertawa. Seungcheol juga sangat menyukai olahraga dan itu menjadi poin plus dimata Jihoon meskipun Jihoon bukan tipe orang yang atletis tapi Jihoon sangat menyukai acara olahraga karena biasanya orang yang melakukan olah raga itu terlihat sangat keren dan...hot.
"Ehem" Jihoon mengangkat kepalanya dan melihat ke arah namja yang berdiri di depan mejanya. "Apa?" Tanya Jihoon kepada namja itu sambil mengangkat kedua alisnya. Namja itu memutar bola matanya. "Jadi kapan kau akan mengenalkan dia kepadaku dan Seokmin?" Jihoon diam sejenak dan berpikir. "Dia siapa?" Namja itu mendengus. "Dia yang selalu membuatmu tersenyum-senyum sendiri saat kau melihat ponselmu seperti yang kau lakukan beberapa hari terakhir ini." Wajah Jihoon memerah. Sejelas itukah efek Seungcheol padanya?
"Kau pikir aku tidak menyadari perubahan yang terjadi pada sahabatku sendiri? Aku telah mengenalmu lebih lama daripada hubunganku dengan Seokmin, Jihoon. Jadi katakan padaku sekarang siapa dia dan kapan kau akan mengenalkannya padaku dan Seokmin?" Jihoon menghiraukan namja itu. Ia mengalihkan pandangannya ke layar komputer yang masih menyala dengan email yang masih terbuka. "Dia bukan siapa-siapa, Soonyoung." Jihoon menjawab namja itu dengan singkat sambil memainkan asal kursor komputernya berharap Soonyoung akan meninggalkannya sendirian. "Jangan membuatku tertawa Jihoon. Apa kau pikir aku tidak tau bahwa kau sering meninggalkanku di kantin sendirian saat jam makan siang seperti tadi untuk menerima telfon darinya?" Jihoon menatap Soonyoung dengan kaget. "Bagaimana kau.." Soonyoung menyengir. "Jadi siapa dia?" Jihoon menarik nafas pendek dan menutup emailnya. "Dia bukan siapa-siapa. Diam dulu aku belum selesai berbicara." Jihoon menyela Soonyoung yang akan membuka mulutnya. "Aku dan dia baru saja saling mengenal dan kita belum ada hubungan apa-apa." Seketika wajah Soonyoung langsung sumringah saat Jihoon selesai berbicara. "Belum? Jadi maksudmu ada kemungkinan besar kau akan menjadikannya cinta pertamamu? Terimakasih Tuhan.. Jihoonie akan segera melepas keperjakaannya." Dengan cepat Jihoon mengambil map yang ada di mejanya dan memukulkannya ke Soonyoung. "Diam lah. Belum tentu juga dia akan menjadi cinta pertamaku." Soonyoung mengangguk. "Benar juga. Kekasih pertama belum tentu cinta pertama. Sama sepertiku dan Seokmin. iIa bukan kekasih pertamaku tapi aku yakin dia adalah cinta pertama dan terakhirku." Jihoon memutar bola matanya dan tersenyum. "Lalu ada perlu apa kau menemuiku? Ini kan masih jam kerja belum waktunya pulang." Soonyoung yang masih termenung dalam lamunannya langsung merogoh saku jasnya saat Jihoon menanyainya dan ia pun memberikan sebuah amplop putih kepada Jihoon. "Nana tadi menititipkannya padaku, undangan penting untuk si Bos katanya." Jihoon mengangguk. "Thanks." Dengan menghela nafas panjang Jihoon berdiri dari kursinya dan pergi menuju ruangan Mingyu. Semoga dia tidak sedang menyebalkan. Doanya dalam hati.
------------------------------------------------
Tok..Tok..
"Masuk" Jihoon pun memasuki ruangan itu setelah Kim Mingyu mempersilahkannya.
"Ada undangan untukmu." Mingyu hanya diam sambil terus mengetik sesuatu di keyboardnya. Seperti sebuah hukum yang tidak tertulis, Jihoon yang sudah sangat mengenal bagaimana Mingyu, langsung membuka undangan tersebut tanpa perlu menunggu persetujuan lagi darinya. "Sebuah undangan pameran lukisan, besok pukul 7 malam. Tidak ada nama pengirim yang jelas, hanya sebuah inisial... 'M'? Mungkin itu adalah inisial pelukisnya." Ucap Jihoon setelah membaca isi undangan tersebut. Mingyu tidak menggubrisnya. Ia masih tetap fokus pada pekerjaannya. Jihoon mendesah pelan.
"Nana bilang ini adalah undangan penting. Jadi kau harus datang."
Tidak ada respon.
"Kim Mingyu-ssi." Mingyu menatap Jihoon sejenak dan melanjutkan lagi kerjanya. "Aku sibuk Jihoon-ssi. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, terlebih lagi perusahaan akan segera membuka cabang di Tokyo." Jihoon terdiam dan berpikir sejenak. Benar juga kata Mingyu. Perusahaan sedang sangat sibuk dengan berbagai proyek yang harus selesai di akhir tahun ini dan pembukaan cabang perusahaan baru di Tokyo menambah kesibukannya. "Kau saja yang datang ke pameran itu mewakiliku, kau bisa ajak Soonyoung jika kau tidak mau datang sendirian." Jihoon menggeleng walaupun Mingyu tak dapat melihatnya. "Tidak.. tidak bisa. Aku besok ada urusan penting." Mingyu mendengus. "Urusan apa? Apa kau besok ada rapat dengan klien kita?" Jihoon tidak menjawab. "Jika itu bukan urusan pekerjaan lupakan saja. Sebagai sekertaris pribadiku, kau harus datang ke pameran itu untuk mewakiliku. Kau sendiri kan yang bilang bahwa itu adalah undangan penting?" Jihoon memutar bola matanya. "Nana bilang ini undangan penting untukmu bukan untuk perusahaan dan di undangan ini hanya tertulis untuk KIM MINGYU, jadi kau yang harus datang sendiri." Mingyu tidak mendengarkannya. Dengan kesal Jihoon meletakkan undangan itu di meja Mingyu. "Terserah kau saja, yang jelas aku tidak mau datang karena aku sudah ada janji kencan dengan seseorang." Mingyu seketika menghentikan aktivitas mengetiknya dengan mata masih menatap layar komputernya. "Kau tenang saja, aku janji orang-orang tidak akan ada yang tau, termasuk Soonyoung." Mingyu melanjutkan lagi mengetiknya dengan ekspresi wajah yang sama, penuh dengan konsentrasi, seolah ia sedang bekerja sendirian dan tidak sedang berkomunikasi dengan siapapun.
Mingyu selalu seperti ini jika di kantor, dingin dan workaholic. Jihoon menghela nafas panjang untuk ke sekian kalinya hari itu. "Ini sudah waktunya jam pulang. Apa kau butuh sesuatu sebelum aku pergi?" Tidak ada respon dari Mingyu. Yang terdengar hanya suara ketikan keyboard yang menggema di ruangan besar itu. "Baiklah, aku pulang sekarang. Selamat sore." Jihoon memberikan salam kepada Mingyu dan langsung meninggalkan ruangannya.
Tanpa Jihoon ketahui, namja dingin yang berada di ruangan besar nan sunyi itu sedang berusaha keras untuk mengembalikan lagi konsentrasinya yang telah hilang (entah mengapa) dengan menyibukkan dirinya dengan pekerjaan untuk menghilangkan perasaan aneh yang sedang ia rasakan di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You Marry Me?
Fanfiction"Kau membenciku, kan? Aku juga sangat membencimu, maka dari itu menikahlah denganku."