Chapter 5: Hujan Tidak Begitu Buruk

1.3K 184 9
                                    

Jihoon menghela nafasnya panjang sambil melihat tetesan air hujan yang jatuh dari langit. Saat ini ia sedang berada di sebuah halte tidak jauh dari apartemennya untuk menunggu Soonyoung menjemputnya. "Kenapa juga aku harus menolak tawaran Soonyoung untuk menjemputku di apartemen?" Jihoon menggumam kesal pada dirinya sendiri. "Tapi aku juga tidak mau merepoti Soonyoug lagi, masih untung ia mau mengantarkanku ke kantor untuk mengambil fileku yang tertinggal. Kenapa juga aku harus meninggalkan file penting itu jika aku akan menyelesaikannya di rumah? Jihoon bodoh." Jihoon memukul-mukul kepalanya sambil terus memaki dalam hati.

"Apa kau tidak sakit memukul-mukul kepalamu seperti itu?" Jihoon langsung menoleh ke arah namja yang sedang berbicara kepadanya. Mata Jihoon membulat. "K-kau?" Namja itu tersenyum. "Hai cutie, kita bertemu lagi." Namja itu menyapa Jihoon dan mengedipkan satu matanya. Muka Jihoon memerah. "Ehem. Apa kau mengikutiku?" Jihoon menatapnya curiga. "Ha ha ha kau memang cute tapi aku tidak segila itu untuk mengikutimu. Aku punya kehidupan sendiri yang harus aku jalani, cutie." Namja itu memberikan senyuman mautnya ke Jihoon. Urgh Jihoon benar-benar bisa gila jika namja itu terus menatapnya dan memberikan senyuman mematikan itu, ditambah namja itu sekarang telah berani memanggilnya cute pula. Jihoon benar-benar tidak berani menatap namja itu terlalu lama atau dia bisa jadi gila dibuatnya.

"Jihoon-ah maaf telah menunggumu lama." Soonyoung keluar dari mobilnya sambil membawa payung dan menghampiri Jihoon. Terima kasih Tuhan.. Kau telah mengirim Soonyoung untuk menyelamatkanku dari maut tampan yang berdiri di sebelahku ini. Jihoon berkata dalam hati dan tersenyum melihat Soonyoung yang berjalan ke arahnya. "Jihoon-ah, maafkan aku. Kau pasti kedinginan, ini pakailah jaketku." Soonyoung melepaskan jaketnya dan memakaikannya ke Jihoon.

Jihoon hanya menggelengkan kepalanya dan membantu Soonyoung untuk memakaikan jaket ke tubuhnya. "Thanks, Soonyoung-ie. Ayo kita pergi sekarang." Soonyoung mengacak-acak rambut Jihoon dan menarik lengan Jihoon menuju ke mobilnya. Jihoon melirik namja asing yang masih berdiri di sebelahnya dan memberikan anggukan kecil kepadanya sambil berlalu mengikuti Soonyoung menuju ke mobilnya. Namja itu memberikan senyuman kecil ke Jihoon dan melihatnya pergi dengan muka sedikit kecewa.

----------------------------

"So, siapa dia?" Soonyoung memulai percakapan mereka sambil ia mengemudikan mobilnya.

"Siapa dia, siapa? Tanya Jihoon sambil membetulkan posisi jaket Soonyoung yang ia pakai.

"Namja yang bersama mu di halte tadi." Jihoon mengangkat bahunya. "Aku tidak mengenalnya." Jawabnya singkat. Soonyoung mendengus. "Bagaimana bisa kau tidak mengenalnya jika aku tadi melihatmu berbicara dengannya dan berhentilah berbohong, tatapan kalian itu tidak bisa membohongiku." Muka Jihoon memerah dan ia mengalihkan pandangannya ke jendela. "Aku benar-benar tidak mengenal namja tampan itu." Gumamnya pelan. "Apa Jihoon-ah? Aku tidak bisa mendengarmu." Soonyoung melirik Jihoon. "Aku benar-benar tidak mengenalnya Soonyoung.. Kita baru saja bertemu." Jihoon menjawab Soonyoung dengan pandangan lurus ke jalanan yang ada di depannya. Ia tidak berani menatap Soonyoung karena Soonyoung akan tau jika ia berbohong padanya. "Jujurlah padaku Jihoon, sudah berapa kali kau pernah bertemu dengannya? Jika hanya sekali, aku tidak percaya. Karena bagaimana bisa aku percaya jika seorang Lee Jihoon yang terkenal dingin dan baru pertama kali bertemu dengan orang asing langsung memberikan tatapan hangat seperti itu dan jangan membuatku mengungkit bagaimana kau terus menatapnya yang masih berdiri di halte dari kaca spion mobilku." Soonyoung menatap Jihoon dengan muka tengilnya. Jihoon memukul lengan Soonyoung dengan cukup keras. "Menyupirlah dengan benar. Aku ingin cepat pulang dan menyelesaikan pekerjaanku." Jihoon menghiraukan teriakan dan omelan Soonyoung. "Ah, aku benar-benar berharap bisa bertemu dengan namja itu lagi dan berkenalan dengannya." Jihoon menggumam dalam hati dan menutup matanya sejenak membiarkan suara air hujan dan suara berisik Soonyoung membaur ditelinganya.

--------------------------

Sudah empat hari Jihoon sendirian menghabiskan jam istirahatnya di kantin kantornya. Soonyoung menjadi semakin sibuk karena proyek dengan kliennya akan segera berjalan jadi ia tidak bisa menemani Jihoon makan siang bersama. Jihoon sudah mulai bosan dengan makanan kantin dan ia teringat akan kafe yang pernah ia kunjungi beberapa waktu lalu. "Ah lebih baik aku ke kafe itu lagi, siapa tau jika aku beruntung, aku bisa bertemu dengan namja tampan itu." Pikirnya. 

Jihoon memasuki kafe dengan baju setengah basah akibat terkena hujan. "Dasar ramalan cuaca sialan." Jihoon mendengus kesal. Ia pun segera memesan minumannya dan duduk di meja dekat jendela. Jihoon mengehela nafas dalam. "Hari ini sangat menyebalkan. Kim Evil yang terus memerintahku tanpa henti, Soonyoung-ie yang sangat sibuk dengan kliennya, hujan yang membuatku basah, dan sudah jauh-jauh ke kafe ini berharap bisa bertemu dengan namja itu tapi sepertinya keberuntungan tidak dipihakku." Jihoon memandangi hujan dari jendela kafe dengan muka suramnya sambil masih mengaduk-aduk caffelattenya.

"Kau tahu choco cake dan caffelatte adalah pasangan yang cocok saat hujan begini." Jihoon menoleh ke arah suara yang mengajaknya bicara. Jihoon berdehem untuk menyembunyikan senyumannya. "Apa yang sedang kau lakukan disini? Jangan-jangan kau benar-benar mengikuti ya?" Namja itu mendengus dan tersenyum melihat Jihoon. "Apa kau tak melihat name tag ku cutie?" Jihoon melihat sekilas ke name tag yang ada di baju namja tersebut sambil menyeruput caffelattenya untuk menyembunyikan mukanya yang memerah. "Jadi kau kerja disini?" Jihoon meletakkan cangkirnya. "E-em.. bisa dibilang seperti itu. Bolehkan?" Jihoon mengangguk dan namja itu menarik kursi yang ada di depan Jihoon dan duduk disana. Jihoon mengaduk lagi caffelattenya. "Perkenalkan aku Seungcheol, Choi Seungcheol. Kau Jihoon kan? Namja yang bernama Seungcheol itu mengulurkan tangannya. Jihoon mengangguk. "Aku Jihoon. Lee Jihoon." Jihoon meraih tangan Seungcheol dan membalas jabat tangannya. "Jadi cutie, bolehkah aku mentraktirmu choco cake? Itung-itung aku mempromosikan produk kafe ini kepada calon pelanggan." Jihoon tersenyum. "Well, jika kau tidak keberatan jika bosmu memotong gajimu, maka aku tidak akan menolaknya." Namja itu tersenyum dan segera memanggil Hansol untuk memesan choco cake untuknya dan Jihoon. "So, kau terlihat muram tadi. Apa kau sedang bertengkar dengan kekasihmu?" Namja itu memulai percakapannya lagi dengan Jihoon.

Kekasih? Jihoon hampir tersedak caffelattenya. "Aku tidak memiliki kekasih." Jawabnya singkat. "Oh. Benarkah? Lalu siapa namja yang menjemputmu di halte waktu itu?" Namja itu mengucapkan terima kasih ke Hansol yang telah mengantarkan choco cake mereka dan mulai memakannya sesendok. "Ah, itu Soonyoung, sahabatku yang paling berisik." Jihoon tersenyum mengingat kenangan konyolnya bersama Soonyoung. "Jadi kau belum memiliki kekasih?" Tanya namja itu antusias. Jihoon hanya mengangguk dan memakan choco cakenya.

Mereka terus mengobrol sampai tidak terasa setengah jam telah berlalu dan Jihoon harus segera kembali ke kantornya. "Terima kasih telah mentraktirku choco cakenya, Seungcheol-ssi. Next time aku yang akan mentraktirmu." Jihoon berdiri dari kursinya dan bersiap untuk meninggalkan kafe. "Ini masih hujan, apa kau membawa payung?" Jihoon menggeleng. "Aku bisa mengantarmu sampai ke halte jika kau mau." Namja itu menawarinya. "Apa kau tidak takut bosmu akan memarahimu?" Namja itu terkekeh. Jihoon menatapnya bingung. "Kau tenang saja, kafe ini memiliki cukup banyak pegawai dan lagi pula sekarang kafe sudah mulai sepi karena karyawan kantor sepertimu mulai kembali ke kantornya masing-masing." Jihoon tersenyum. "Baiklah kalau kau memaksa." Namja itu tersenyum dan berlari kecil ke belakang kafe untuk mengambil payung. Mereka berjalan beriringan dibawah satu payung yang dipegang oleh namja itu sambil menikmati butiran hujan yang membasahi jalan yang mereka lewati. Entah mengapa walaupun Jihoon baru saja mengenal namja itu, tetapi Jihoon telah merasa nyaman berada di dekatnya. 

"Buswaynya telah datang, terimakasih telah mengantarku Seungcheol-ssi." Jihoon mengulurkan tangannya ke Seungcheol. "Sampai bertemu lagi cutie. Senang berkenalan denganmu." Seungcheol membalas jabat tangannya. Jihoon mengangguk dan segera menaiki buswaynya.

Seungcheol tersenyum melihat Jihoon yang duduk didekat jendela. "Aku harap kita bisa bertemu lagi cutie", gumamnya pelan.

Well, hujan tidak begitu buruk, pikir Jihoon sambil melihat ke arah Seungcheol yang masih berdiri di halte tersebut.

Will You Marry Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang