>> Ming Wei pov
"Kenapa mesti ada tanda tangan wali sih!" Aku mengomel sambil menatap lembar surat beasiswa yang baru kudapatkan hari ini.
"Apa kubatalkan saja ya? Atau kukirimkan ke Mama saja?" Aku meraih ponselku dan menekan tombol cepat untuk segera menghubungi Mama."Ma, kau di mana? Kenapa ribut sekali di sana?" tanyaku saat Mama sudah menjawab teleponku.
"Aku sedang di Paris bersama Papa. Ada apa?"
"Kalian sedang di Paris?! Tanpa aku?!" teriakku kesal dan Mama hanya tertawa.
"Maaf. Kau bisa ke Paris nanti setelah kuliahmu selesai. Jadi, ada apa?" tanya Mama lagi.
"Tidak jadi. Have fun!" tandasku dan langsung memutuskan panggilan teleponku.Ini sudah ke 3 kalinya mereka tidak mengajakku keluar negeri dengan alasan kuliahku. Benar-benar tidak setia kawan.
Aku mendengus lagi dan meletakkan begitu saja lembaran surat itu di atas meja rias dan berjalan keluar membawa laptopku. Aku harus bisa cepat menyelesaikan skripsiku dan aku ingin kembali bebas lagi.
Tapi tunggu dulu... Aku melupakan satu hal, memangnya masih bisa jalan-jalan kau sudah punya suami? Astaga...
Kalau Mama sih tentu saja bisa jalan-jalan bersama Papa, lalu aku dengan siapa? Suamiku? Mimpi.^______________^
"Kau bisa menggunakan ruanganku kalau mengerjakan skripsi." Suara itu membuatku berhenti menuliskan materi skripsi pada bukuku. Aku hanya menatap tulisanku sambil mencerna ucapannya, kemudian aku mendongakkan kepalaku dan menatapnya yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.
"Aku tidak terganggu asalkan kau bisa tenang." katanya lagi dan aku mengerutkan keningku.
"Ruangan apa?" Pertanyaanku berhasil membuatnya menyengir dan menunjuk ke arah dalam apartemen. Aku tahu di apartemen ini masih ada beberapa ruangan lain, tetapi aku benar-benar tidak pernah berjalan sampai ke arah sana.
"Semacam kantor pribadimu?" tanyaku lagi dan ia mengangguk pelan.
"Baiklah. Terimakasih." Aku mengakhiri pembicaraan karena malas melihat wajahnya yang menatapku seperti aku adalah orang bodoh sedunia.
"Sudah hampir setahun di sini, tetapi masih tidak tahu apapun." sindirnya sambil berjalan masuk ke dalam kamar.
"Kau pikir aku berani sembarangan masuk ke dalam rumah orang?!" teriakku kesal dan menggeram pelan. Kalau bukan karena Mama dan Papa mengajari sopan santun padaku, Pria itu benar-benar sudah kumarahi lagi. Ck!"Ini rumahmu juga. Oh, ini apartemen, bukan rumah." jawabnya sambil berjalan ke arah dalam, dan aku yakin ia akan masuk ke ruangan pribadinya itu.
Aku berencana kembali mengerjakan skripsiku, tetapi rasa penasaranku tiba-tiba muncul. Aku beranjak dari dudukku dan berjalan cepat menyusulinya. Mengingat kalimat terakhir yang ia ucapkan, aku tidak akan segan lagi. Memang benar ini apartemenku juga, memang benar...
"Wah..." Aku tercengang saat sudah berada di dalam ruangannya. Aku mendadak teringat Mama dan Papa. Barusan ini seperti Mama yang mendapatkan ijin penuh untuk bisa masuk ke ruangan pribadi Papa. Aku bisa merasakan perasaan bangga menjadi seperti Mama.
Aku menatap Yi Fan yang sedang duduk di meja kerjanya sambil mengetik sesuatu di laptopnya. Ia hanya menatapku sekilas, kemudian kembali menatap layar laptopnya lagi. Ia yang sedang memakai kacamata bulat, terasa sangat berbeda. Apakah memang seperti itu?"Kau bisa duduk di sini, ataupun di sana." ucapnya sambil menunjuk kursi yang terletak di depan mejanya, dan meja panjang yang tidak jauh dari meja kerjanya. Ada beberapa kursi di sana, seperti meja untuk meeting.
"Tentu saja di sana." jawabku langsung dan Yi Fan mengerlingkan matanya.
"Bukumu susun di rak buku. Jangan ditumpuk lagi di kamar." lanjutnya sambil menekan kacamatanya yg sedikit merosot.
"Aku tidak melihat ada rak buku yang kosong tuh. Kau bercanda?"
"Aku tidak mengatakan sekarang. Rak buku untukmu on the way." jawabnya datar tanpa menatapku lagi.
"Wow." ucapku malas dan melipatkan tanganku di dada, kemudian berjalan masuk ke dalam
ruangannya, menikmati pemandangan buku yang tertata rapi di setiap rak buku di tiap sisi ruangan ini. Ruangan yang bahkan lebih besar daripada kamar tidurnya."Apa biasanya kau meeting di sini? Apa temanku juga boleh datang?" tanyaku sambil menatap meja panjang yang tampaknya bisa dipakai minimal 5 sampai 6 orang.
"Hanya kau dan aku yang boleh masuk ke sini." jawaban dinginnya membuatku ingin mencibir kesal, tetapi aku menahannya.
"Persis seperti Papa." omelku pelan dan mengambil salah satu novel tebal, kemudian duduk di kursi paling pinggir.
"Jangan disamakan." jawabnya dan aku menatapnya sekilas.
"Kalau begitu, siapa yang membersihkan ruangan ini nanti?" tanyaku dan lagi-lagi ia mengerlingkan matanya.
"Tentu saja kau! Kau pikir kenapa aku mengijinkanmu masuk?" tanyanya, agak ketus tetapi juga terasa seperti terpaksa diucapkan."Papa saja membersihkan ruangannya sendiri." ocehku lagi dan mengalihkan fokusku pada buku yang tadi kuambil.
"Aku bukan Papa." jawabnya dan aku memicingkan mataku, menatapnya tajam dan sialnya ia sedang menatap layar laptop, aku jadi tidak bisa menunjukkan padanya kalau aku sedang kesal.Aku menarik nafas dalam-dalam, mengembalikan kesabaranku dan mulai membuka novel yang kutemukan tadi.
Novel Filosofi.
Aku tertarik, tetapi selalu berhasil membuatku mengantuk. Aku memejamkan mataku beberapa menit, kemudian membuka mataku lagi, mengingat seharusnya aku mengerjakan skripsiku, bukannya membaca novel atau tidur.Aku menoleh ke arah Yi Fan, dia sedang mengangkat bukunya dan bersandar sambil membaca buku itu.
Detik itu jugalah aku kembali merasakan jantungku berdebar sedikit lebih cepat. Aku memang selalu menyukai pria yang suka membaca buku dan sedang membaca buku seperti ini. Wajahnya memang datar, tetapi matanya terlihat begitu indah saat ia memfokuskan segalanya untuk membaca tiap huruf pada buku digenggamannya itu.Tanpa sadar aku tersenyum tipis saat ia melotot kaget, meletakkan bukunya di atas meja, meraih pensilnya kemudian menuliskan sesuatu pada lembaran buku itu.
Ia mengingatkanku pada seseorang lagi. Kali ini bukan Papa.
Aku hanya berharap aku tidak menyukainya hanya karena ia pria yang suka membaca buku.Kuharap tidak. Not again.
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Down
FanfictionWu Yi Fan (Kris Wu) Zhou Ming Wei (Hathway Chou) Bi Wen Jun All we do is think about the feelings that we hide