一 One

75 6 1
                                    

"Bagaimana?" Pertanyaan mendadak itu membuatku mengerutkan keningku sambil menatap orang di depanku.
"Apanya?" tanyaku balik.
"Masih diam seperti biasanya?" tanyanya lagi dan aku hanya diam ketika menyadari maksud pertanyaannya. Aku tidak berminat membahas topik ini.
"Wah. Benar-benar keras kepala." gumamnya dan aku tertawa pelan.
"Begitulah." jawabku singkat dan temanku itu langsung menggeleng.
"Kau tidak coba mengatakan apapun juga?" tanyanya dan aku menggeleng.
"Tidak. Belum." jawabku lagi dan ketika ia akan melanjutkan pertanyaannya, aku menahannya dengan memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya.
"Diam dan makanlah." tukasku dan si cerewet Yi Xia itu pun akhirnya hanya diam.

Dari semua teman-temanku, hanya Yi Xia yang tahu kalau aku sudah menikah, tetapi aku membohonginya kalau aku dan suamiku sedang tidak dalam hubungan yang terlalu baik. Karena dia memintaku mengajak suamiku saat mengundangku ke pesta ulang tahun pernikahan orangtuanya.
Aku tidak ingin berbohong terlalu banyak, jadi aku hanya diam, tidak perlu mengatakan apapun yang sebenarnya tidak benar-benar terjadi padaku.

Yang bohong saja aku tidak ingin mengatakannya, apalagi yang benar-benar terjadi...

*****

Flashback

Taipei, Taiwan.

"Ma, sedang apa?" tanyaku sambil menoleh sekilas ke arah Mama yang sedang sibuk mencari-cari sesuatu di rak bukuku.
"Tidak ada." jawabnya sekilas dan aku langsung meletakkan novel yang sedang kubaca di atas meja, kemudian berjalan cepat menghampirinya. Aku tidak suka melihat rak bukuku diacak-acak seperti ini.
"Cari apa? Ini semua bukuku." kataku sambil menatap mama yang terlihat bingung.
"Aku meletakkan satu bukuku di sini. Kau tidak memindahkannya?" tanya Mama dan aku mengerutkan keningku.
"Aku tidak merasa pernah melihat bukumu. Kau lupa mungkin? Coba tanya Papa."
"Dia juga tidak tahu."
"Didi?" *(Adik laki-laki*)
"Tidak mungkin."
"Buku apa?" tanyaku dan Mama menatapku dengan tatapan khawatir. Aku benci sekali kalau Mama sudah menatapku dengan tatapan seperti itu, seperti aku sudah melakukan sebuah kesalahan besar lagi. Aku benar-benar sudah bertobat, Ma!
"Aku salah apalagi memangnya?" tanyaku dengan sedikit menaikkan nada bicaraku.
"Akhh... Aku sakit kepala lagi sekarang." keluhnya dan berjalan pergi meninggalkan ruang baca, kemudian memanggil nama Papa beberapa kali. Aku yakin Papa sedang berada di ruang pribadinya, studio musik miliknya, dan hanya Mama yang boleh masuk ke sana.

Tidak berapa lama, Mama kembali dan ia tersenyum tipis sambil menatapku.

"Aku berani bersumpah, aku tidak melakukan apapun di kampus." kataku cepat, membuat Mama tertawa pelan dan menepuk pelan bahuku.
"Permasalahnnya memang tentang apa yang kau lakukan, tetapi bukan di kampus. Melainkan di sekolah, dulu..." Aku mengerutkan keningku, pernyataan Mama membuatku kembali teringat akan apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu di sekolahku.

Memang benar aku pernah melakukan sebuah kesalahan fatal di sekolah, bahkan bukan sebuah kesalahan, tetapi beberapa kesalahan. Saat pihak sekolah memutuskan untuk mengeluarkanku dari sekolah, aku menolak dan memohon, karena mengingat Papa adalah salah satu siswa berprestasi yang pernah bersekolah di sana, aku tidak ingin namanya menjadi buruk karena aku.

Akhirnya Kepala Sekolah mengabulkan permohonanku. Aku bahkan berjanji akan melakukan apapun yang sekolah ingin aku lakukan, serta membantu Pak Kepala Sekolah yang bersedia membantuku saat itu.

Anehnya, aku sama sekali tidak dipanggil melakukan apapun selama satu tahun melanjutkan sekolahku di sana dengan tenang dan damai. Kupikir perjanjian itu tentu saja dianggap tidak berlaku lagi, dan Kepala Sekolah tidak membutuhkanku lagi, lagipula siapa yang membutuhkan bantuan dari siswi sepertiku?
Dan lagi, kejadian itu sudah berlalu cukup lama, seharusnya perjanjian itu sudah bisa dianggap selesai. Aku tidak perlu melakukan apapun, aku bahkan tidak pernah bertemu Kepala Sekolah itu lagi.

Hold Me DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang