Darren Reivando

14.5K 551 197
                                    

Aku sarankan kepada pembaca yang sudah pernah membaca cerita ini, akan lebih baik kalau baca ulang.

Ada sedikit perbaikan tanda baca, kalimat atau kata yang kurang efektif, dan alur.

Bukan tanpa alasan aku memperbaiki cerita ini, aku hanya ingin membuat pembaca lebih nyaman saat membaca ini.

Semoga enjoy🤗

Terima kasih

______

Selesai mencatat rentetan angka yang tertera di papan tulis, Tio langsung menutup buku tulisnya. Dia menoleh ke samping kiri, seringai kecil terbit menghiasi bibir pemuda itu. Ada Darren, salah satu teman karibnya, sedang mencatat dengan begitu serius. Rasanya kurang lengkap kalau tidak menjahili Darren dalam sehari. Rasa senang muncul setiap kali Darren merasa kesal terhadap dirinya.

Tio menyenggol lengan pemuda bernama Darren itu, "Upss! Nggak sengaja," katanya dengan raut wajah dibuat dramatis.

Darren mengukir senyum tipis, tak tergambar raut emosi di wajahnya. Dengan tenang dia berucap, "Upss! Untung gue udah selesai," ujarnya meniru gaya berbicara Tio. Dia sempat menilik ekspresi Tio sekejap, kemudian meletakkan pulpennya di atas buku.

Dalam hati Tio memaki dirinya sendiri.

"Lain kali kalau mau iseng, pake cara yang berkelas." Darren beranjak dari tempat duduknya, melangkah keluar dari kelas.

Tawa Gilang pecah saat Darren sudah menghambur keluar dari kelas, dalam diam dia mengamati interaksi kedua temannya itu. Jelas dia menertawakan kebodohan Tio yang menjahili Darren dengan model lama.

Tio menoleh ke tempat duduk Gilang.

"Untung dia teman gue!" celetuk Tio, memutar kedua bola matanya dengan jengah. Perkataan Darren memang selalu bisa menyentil perasaannya. Akan tetapi, dia tak pernah mengambil pusing dengan ucapan Darren, karena memang seperti itulah karakter Darren.

Padahal kan Tio yang ingin membuat Darren kesal, tapi kenapa malah berbalik kepada dirinya sendiri? Ah ... entahlah. Tangannya terulur menoyor kepala Gilang, "Diem lo, nggak usah ngetawain gue," decaknya.


Gilang meringis pelan, kemudian membalas perbuatan Tio. Namun sayang ... Tio lebih cepat menghindar.

"TIO!"

Suara itu begitu menganggu indera pendengaran seisi kelas. Suara cempreng milik perempuan berbadan pendek dan gendut itu membuat beberapa temannya harus menutup kuping. Tio yang semula sedang berinteraksi dengan Gilang sontak langsung menoleh ke sumber suara, begitupula dengan Gilang.

Perempuan itu menghampiri tempat duduknya dengan menenteng buku batik warna biru dan tempat pensil hitam yang mirip seperti wadah make up.

"Bayar kas," kata Dinda, selaku bendahara kelas XII IPA 2. Dinda menengadahkan telapak tangannya, meminta tagihan uang kas. Setiap hari Selasa, Dinda selalu rutin menarik kas. Akan tetapi, dia tak pernah berjumpa dengan sosok Tio. Tio sering menghilang setiap kali jadwalnya tarikan kas.

Lain halnya dengan Gilang dan Darren, mereka sangat rajin dalam membayar kas. Bahkan, untuk minggu selanjutnya sudah mereka bayar.

Darren [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang