enam

1.5K 350 91
                                    

.
.
.


"hyung.. "

hyeongseob tak merespon. lelaki manis itu masih terdiam dengan tatapan kosong.

"hyeongseob hyung, mau sampai kapan terus diam huh?" lee uiwoong— lelaki berpostur tubuh mungil, berdecak malas. sudah lebih dari setengah jam hyung nya hanya diam bahkan menganggapi panggilannya pun tidak.

sebenarnya lelaki perawakan mungil itu cukup kaget saat hyeongseob datang ke apartemennya dengan wajah berantakan. uiwoong tau masalah rumah tangga hyeongseob, tentang woojin yang menikah lagi pun ia tau, sebab hyeongseob lah yang menceritakan segalanya.

"kalian bertengkar?"

"ung - ah.."

"huh?"

"kau tau kan apa alasanku memintanya menikah lagi?" uiwoong mengangguk menunggu hyeongseob melanjutkan ucapannya.

"woojin bilang dia akan menghamili gadis itu"
wajahnya kembali meredup usai berucap demikian. uiwoong tau jika hyung kesayangannya tengah bersedih, ah atau mungkin menyesal.

"lantas? hyung marah saat woojin hyung bicara seperti itu? bukankah sejak awal ini memang keinginan mu?"

hyeongseob bungkam. ucapan uiwoong seakan menyadarkannya, sejak awal memang ini yang ia inginkan mengapa sekarang rasanya begitu menyesakan saat woojin terang-terangan berkata akan menghamili haein?

menyesalkah sekarang kau ahn hyeongseob?

"jangan terlalu keras begitu sayang, hyeongseob gemetaran"
uiwoong menoleh cepat, tidak dengan hyeongseob yang masih menunduk menyembunyikan obsidannya yang kian memerah menahan tangis tentu saja.

"sepertinya pembicaraan kalian cukup serius sampai-sampai kau tidak mendengar bel berbunyi"
lelaki itu— joo haknyeon,menyerahkan bingkisan ditangan yang sebelumnya sudah uiwoong pesan.

"nasihati temanmu ini, aku sudah tidak mengerti lagi hyung"
uiwoong menunjuk hyeongseob sebelum akhirnya pergi meninggalkan kekasihnya— haknyeon dan hyeongseob diruang tengah.

lelaki kelahiran jeju itu menatap teman semasa sekolahnya, hyeongseob yang ia kenal dulu berbeda dari yang saat ini ada dihadapannya.
hyeongseob pribadi yang cerewet dan cerah, namun sekarang haknyeon merasa jika hyeongseob perlahan kehilangan cahayanya.

"lehermu tidak pegal? jangan pikirkan ucapan uiwoong, kau tau kan jika sifatnya seperti itu" haknyeon terkikik pelan diakhir ucapannya. menunggu hyeongseob merespon namun yang ia dapat hanya keheningan. lelaki bermarga joo mendesah pasrah.

"aku tau hal ini berat untukmu hyeongseob-ah, setidaknya berbagi lah pada kami, mungkin masalahmu tak akan selesai tapi kami bisa mengurangi bebanmu. itu gunanya teman"

hyeongseob tersenyum kecil.

"apa terlalu terlambat jika aku merasa menyesal joo?"

"uiwoong benar ini memang keinginanku, tapi aku tak tau jika rasanya seberat ini. aku.. aku ingin menyerah saja rasanya"
gantian hyeongseob yang terkekeh pelan. ia tak tau jika haknyeon tengah menatapnya hawatir.

"hyeongseob-ah.."

hyeongseob bangkit dari posisinya, tersenyum tipis kepada sahabatnya.

"ung ah, aku lapar"

dan meninggalkan haknyeon yang termenung dengan tanda tanya besar dipikirannya.




















— downpour —
























hyeongseob menapakkan kakinya tepat pukul satu dini hari, haknyeon yang mengantarnya tepat didepan gerbang rumah. nostalgia masa-masa sekolah memang membuatnya lupa waktu, bahkan hyeongseob dapat melupakan pertengkarannya dengan woojin meski hanya sesaat.

langkah kecilnya memasuki pintu utama, ia tak bisa menjamin jika woojin tidak akan marah. ia pergi tanpa pamit sore tadi tepat setelah woojin membanting pintu kamar mereka, dan baru kembali tengah malam tanpa menghubungi suaminya.

saat ini keadaan rumah nampak sepi, lampu ruang tengahpun dimatikan. rumah mereka tak ada bedanya dengan rumah hantu sekarang.
hyeongseob menyalakan ponselnya, mungkin saja notifikasi dari woojin sudah menjubel disana.
tapi nampaknya hyeongseob salah, nyatanya tak ada satupun panggilan dari suaminya.

jemari kurusnya meraba tembok, mencari saklar lampu. ia tak ingin mengambil resiko menabrak sesuatu saat keadaan gelap.

ini sudah waktu istirahat, mungkin saja woojin sudah terlelap diranjang mereka. atau peluang buruknya, woojin belum kembali kerumah entah dari mana ia.
hyeongseob menggeleng, ia tidak boleh berpikiran buruk tentang suaminya. woojin pasti sudah jatuh kealam mimpi saat ini.

langkah pendeknya memasuki kamar yang suasananya tak jauh dari ruang tengah, gelap mendominasi. kembali menyalakan saklar lampu sebelum akhirnya tubuhnya merosot jatuh kelantai.

hyeongseob gemetar, tungkainya kehilangan tenanga hingga tak mampu menahan tubuh ringkihnya.
matanya kembali berembun bersamaan dengan langit yang mulai menangis.

dadanya kian menyesak, perlahan lelehan cairan asin menuruni pipi kurusnya.

"woo-jin.."

diatas ranjang, tempat mereka biasa berbagi kehangatan. kini diisi sosok berambut panjang terlihat berantakan. dan lengan kokoh suaminya kini tersemat erat dipinggang seseorang yang tengah menyembunyikan wajahnya didada woojinnya. persis seperti yang hyeongseob lakukan setiap malam dengan suaminya.

hyeongseob tak bisa menipu dirinya jika ia juga melihat bahu telanjang suaminya. hyeongseob tidak bodoh untuk mengartikan kejadian sebelumnya yang terjadi diranjang mereka.

dengan sisa tenanga yang ia punya, lelaki manis itu menegakkan tubunya, menyeret langkahnya meninggalkan tempat yang seharusnya miliknya. ia ingin menghilang saat ini, kemana pun asal tidak dengan kamarnya.

"jadi.. kau benar-benar menebar benih h-huh?"

airmatanya menderas, gemetar ditubuh kurusnya tak ia hiraukan. hyeongseob tersenyum kecut.

"bukankah ini yang ku inginkan?"

tertawa hambar sebelum akhirnya melanjutkan

"selamat datang di kehancuran rumah tangga, ahn hyeongseob"














DOWNPOUR ;jinseob + guanseob ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang