Written © Moonlight-1222
Story © Moonlight-1222
Cover © Phoenixlu.
***Flashback tidak dijelaskan, diharapkan pelan-pelan membaca agar tidak kebingungan.
......................................................................................................................................................
Spring’s Tears
.
..
...
Wahai yang tercinta, janganlah ragu
Biarkan saat ini kita belajar seni dari mencintai
Tanpamu aku tidak bisa hidup [1]*
Mutiara hitam dingin itu menenggelamkan diri dalam perlindungan bulu matanya yang panjang, menyembunyikan diri dari sosok yang menyakitkan hatinya. Duduk terpekur di pinggiran tempat tidur—tempat tidur yang sudah cukup lama mereka tinggalkan. Tak ada yang berubah dari tempat ini—paviliun peony. Tempat dimana kisah mereka bermula. Tempat dimana perasaan murni itu tumbuh dan berbunga—harum semerbak bagai rumpun peony di luar sana.
Tinjunya mengepal. Ini semua adalah kesalahannya. Kesalahan atas keserakahannya. Keserakahannya atas raga indah sang musim semi. Air mata itu menodai kecantikan sang musim semi, menggenangi permata birunya yang indah. Dirinyalah penyebab atas semua kesedihan yang terlukis di wajah jelita itu—kesedihan yang bermuara pada dendam yang mengusik cinta suci gadis itu padanya.
Matanya terbuka, tatapan bersalah itu mengambil alih. Terangkat jemarinya untuk menyentuh pipi merona sang jelita yang tengah tak sadarkan diri di atas pembaringan. Mengelusnya perlahan, lalu berhenti dengan pahit saat mengingat semua curahan hati dia yang tercinta. Seandainya lepas dari bibirnya, berbisik dan terluka: seandainya dulu ia memilih untuk meninggalkan tembok istana, tentu akhir kisah mereka tidak akan menjadi seperti ini.
Semua asing, takkan ada yang mengetahui masa lalu mereka. Di tempat yang akan hanya ada mereka berdua, memulai hidup bahagia tanpa bayang masa lalu kelam yang menyakitkan. Tapi seandainya hanya akan tetap menjadi pengandaian, hanya bentuk ketidakberdayaan dari dirinya karena tidak mampu mengatasi dampak dari perbuatannya. Luka itu kian membesar, teringat bagaimana tak berhatinya gadis itu saat berniat merenggut buah cinta mereka.
Jemarinya beralih pada perut sang gadis yang sedikit membesar, mengelusnya perlahan lalu berbisik disana. “Anakku, percayalah bahwa ibumu sangat menyayangimu. Dia tidak bermaksud menyakitimu. Percayalah, ibumu akan selalu mencintaimu.” Matanya memburam, kepahitan masa kecilnya menggantung di pelupuk matanya. “Ayah berjanji, apapun yang terjadi dirimu tidak akan ditelantarkan. Ayah akan selalu berada di sisimu tanpa berpaling, anakku.”
Karissima, noli tardare
Studeamus nos nunc amare
Sine te non potero vivere... [1]Ah, lagu itu, lagu asing yang selalu gadis itu lantunkan dengan merdu selain lagu kerinduannya, memenuhi tiap sudut paviliun peony yang telah senyap hampir puluhan tahun lamanya. Nada cinta yang gadis itu lantunkan untuk dirinya, hanya untuk dirinya. Meski kini, nada cinta itu hanya akan terdengar dan berdengung di dalam kepalanya saja, terus memutar betapa masa lalu indah mereka mungkin takkan ada lagi di masa depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Spring's Tears [END]
Historical Fiction[Short Story] Sejarah mencatat pada masa kekuasaan Kaisar Ho Dinasti Han tepatnya di tahun 0097 CE, Jenderal Besar Gan Chao mengirimkan Tan Ying, seorang utusan yang ditunjuknya sebagai duta besar kemiliteran menuju Da Qin-Kekaisaran Roma. Jenderal...