6

72 7 0
                                    

"Ma-ka-sih."

- Jani -

****

Suasana canggung pun masih mengisi keheningan antara Jani dan Regan. Keduanya masih sibuk bergulat dengan pikirannya masing-masing. Ditambah hujan yang mulai mereda, membuat keduanya memperhatikan sekelilingnya.

Hujan mulai berhenti menyapu jalan. Dia tak ingin berlama-lama dengan membiarkan orang-orang kedinginan. Dia mungkin cukup peka terhadap orang yang tidak mempunyai pasangan. Darimana mereka mendapatkan pelukan dari pasangan yang akan menciptakan suatu kehangatan?

Stuck.

Itu yang Jani rasakan saat ini. Terjebak diruang nostalgia, yang membuatnya teringat kembali kepada orang yang dulu ia pernah menaruh rasa. Benar. Rasa yang tak biasa. Bisa disebut juga itu adalah Cinta.

"Hujannya udah reda kak, pulang sekarang aja yuk.!"Jani mulai angkat bicara memecahkan keheningan diantara keduanya.

Regan menoleh dan tersenyum, "dipake dulu helm nya."dengan hati-hati ia memasangkan helm ke kepala Jani.

Sumpah ini diluar ekspetasi, Jani menjerit histeris dalam hati.

Kalo saja tidak ada Regan, mungkin dia sudah joged-joged tidak jelas karena terlalu senang dengan perlakuan Regan hari ini.

"Mau bengong aja?"

Jani tersadar dengan lamunannya. Kemudian ia menaiki motor Regan yang cukup tinggi dibandingkan tubuhnya.

Tak ada banyak perbincangan. Hanya angin yang khas menyeruak di telinga mereka.

Hingga karena terlaru larut dalam dinginnya perjalanan, kini mereka sudah sampai didepan rumah Jani.

"Makasih, kak. Mau mampir?"Jani turun dari motor, lalu membuka helm dia kenakan sedari tadi.

Regan tersenyum. "Enggak, ini udah sore. Lain kali aja, ya. Kalo gitu aku pulang dulu ya, jan."Regan berpamitan.

****

Setelah kejadian sore tadi, Jani tak berhenti tersenyum membayangkan bagaimana manisnya sikap Regan padanya.

Senang sekali rasanya mendapat balasan atas apa yang dia rasakan selama ini.

Omong-omong Jani dan Regan bisa dekat seperti ini karena Regan mulai tertarik kepada Jani. Ditambah dia menyukai cewek yang chubby, seperti halnya Jani.

Bahkan dia juga baru sadar, kalau selama ini Jani selalu memerhatikannya, mungkin sudah dari sejak mereka duduk di bangku SMP.

Aku udah coba kubur perasaan ini. Tapi dengan mudahnya kamu menggalinya.

****

Disisi lain, Areeq berdiri dibalkon kamarnya. Membiarkan angin malam menghantam tubuh idealnya. Dia tak habis fikir. Bahkan sampai detik ini dia tak bisa melupakan kejadian sore tadi. Dimana dia melihat adegan romance Jani dan Regan.

Sebenarnya kenapa Areeq ini? Dia sudah berusaha membuang jauh-jauh kejanggalan setiap melihat Jani. Tapi dia tak bisa memungkiri, bahwa dia memang merasakan sesuatu lagi ketika didekat Jani. Ditambah dengan sekarang dia malah satu kelas dengan Jani.

Kita emang pernah dipersatukan dalam satu ikatan. Tapi dengan mudahnya aku yang melepaskan.

Seolah keadaan yang terus menyalahkan, hingga waktu yang terus berjalan membuatku membeku seperti orang yang tak punya perasaan.

Tapi aku seperti ini mempunyai alasan, yang pasti tak bisa kujelaskan. Mungkin hanya dapat kau rasakan.

*****

A N J A N ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang