PART 2

3 1 0
                                    


Sudah seminggu aku berkomunikasi lagi dengan Damar. Dari mulai chatting rutin, video call, aku juga makin nggak nyangka kalau Damar jago gitar dan punya suara bagus. Damar jadi semakin romantis. Oh aku belum bilang ya kalau Damar kayaknya ngajak aku balikan. Berarti bagus kan? Akhirnya aku bisa bersama Damar lagi. Hari ini adalah hari Sabtu. Damar mengajakku jalan-jalan. Aku sedang bersiap-siap di kamar. Pokoknya, kencan pertama harus perfect

Ting Tong...

"Iya sebentar." Teriakku dari kamar. Aku buru-buru menyelesaikan dandanku lalu berlari kea rah pintu dan membukanya. Ada Damar yang tampan dengan kaos Polo T-Shirt dan jeans belel. Kok rasanya dress ku agak lebai kalau bersanding dengannya ya?

"Cantik, Al." pujinya tulus.

"Makasih."

"Berangkat?" Aku mengangguk pelan. Dalam sekejap, Damar meraih telapak tanganku dan menggandengnya. Untuk sejenak rasanya aku hampir jatuh saking lemasnya. Untuk pertama kalinya setelah 8 tahun, Damar menggandeng tanganku. Damar bahkan membukakan pintu mobil untukku. Sayangnya, selama perjalanan kami hanya diam.

"Al, kok diem sih?" tanyanya membuka percakapan. Aku menoleh ke arahnya.

"Kamu juga." Jawabku.

'Kamu apa kabar?" tanyanya.

"Baik." Jawabku singkat.

'Pekerjaanmu?" tanyanya lagi.

"Baik juga." Jawabku lagi. Singkat. Alisnya terangkat, aku malah heran. Damar pasti tahu kan kalau aku orangnya irit bicara. Aku hanya bertanya dan menjawab seadanya, jarang sekali improve. Kenapa sekarang dia malah bingung?

"Kenapa, Damar?" tanyaku.

"Kamu pendiam ya?" tanyanya. Giliran aku yang keheranan.

"Kok kamu malah tanya? Aku kan memang pendiam, Damar." Jawabku.

"Maksud aku, kami semakin pendiam." Sahutnya. Aku tersenyum.

"Canggung sama kamu." Jawabku jujur. Damar tersenyum.

"Hmm, gimana ya caranya supaya kita berdua nggak canggung?" tanyanya lebih kepada diri sendiri. Wajahnya yang pura-pura berpikir keras membuatku geli. Damar sekarang tambah ganteng, wajahnya semakin menyiratkan ketegasan. Aku suka caranya memegang setir. Keren banget.

"Sebenarnya kamu mau ajak aku kemana?" Tanyaku.

"Dufan. Sudah lama aku nggak ke Dufan. Nggak papa kan?" tanyanya. Aku tertawa renyah mendengarnya.

"Seleramu beda sekali. Dulu kamu paling males datang ke Dufan, soalnya kamu takut ketinggian dan benci keramaian. Kamu sukanya nongkrong di Café yang sepi. Ngobrol berjam-jam sampai bosan. Aku nggak nyangka karena waktu kamu bisa sampai pengen ke Dufan." Kataku.

"Hei, aku udah nggak takut tinggi kok." Sergahnya. Aku tersenyum jahil.

"Oh ya? Aku nggak yakin." Kataku penuh remeh.

Sesampainya di Dufan, kami langsung mencoba berbagai permainan. Tak kusangka, ternyata Damar beneran jago. Dia mencoba semua permainan yang membutuhkan adrenalin tinggi. Benar-benar seperti ketagihan. Menyenangkan sekali melihatnya tertawa dan tersenyum lepas. Seperti sekarang ini, kami sedang menaiki salah satu wahana yang bernama 'Ontang-Anting'. Aku melihatnya tertawa lepas sambil sesekali merentangkan tangannya. Walaupun tawanya agak berbeda dengan yang dulu, tapi aku merasa Damar sekarang lebih jujur dan bebas. Entah kenapa, jantungku berdegup lebih keras karena itu. Selesai bermain, kami bermaksud mencoba wahana lain. Aku sempat menyenggolnya dengan sikut lalu dia menoleh ke arahku.

Kelana UntukkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang