"Lo gak mau jajanin gue apaan gitu?" tanya Dewa jahil pada Annisa.
Annisa melirik kemudian tertawa kecil, "Beli aja sendiri yee.."
"Pelit dasar."
"Emang! Baru tau ya?"
"Ck, ya udah deh gue balik ke kelas ya Tristan kayanya udah selesai jajan tuh. Gue duluan ya Ca."
Annisa menganggukkan kepalanya pelan mendengar pamit Dewa dengan suara lembut.
"Tan! Tan! Tristan!" Dewa mulai kesal karena panggilannya tak dihiraukan sama sekali oleh Tristan. "WOI!! TRISETAN!" teriaknya sambil menggebrak meja.
Tristan pun tersadar dari lamunannya karena suara menggelegar Dewa barusan, "Apaan sih lo setan-setan?"
"Lagian lo dari tadi gue panggil gak nyaut-nyaut, mikirin apaan sih lo?"
Mikirin lo sama Annisa yang makin lama makin aneh, gak mungkin gue jawab ginilah. "Gak mikirin apa-apa, ngantuk aja gue." Tristan memilih berbohong, dia tidak ingin membuat kesimpulan apapun sebelum melihat lebih lanjut apa yang akan terjadi.
Tristan menyambar handphone milik Dewa yang digeletakkan di atas meja oleh pemiliknya, "Pinjem ya."
Dewa berdecak karena kebisaan sahabatnya yang semakin menjadi ini, "Buat apaan?"
"Main game." Bohong. Tristan mengecek pesan WA di Hp Dewa, penasarannya tak bisa lagi dia tahan setiap melihat Dewa dan Annisa. Tristan tersenyum membaca pesan WA dengan kontak bertuliskan I. Annisa P. Dia memulai membuka pesan tersebut dan membacanya. Tristan sedikit kaget membaca pesan yang menurutnya tidak akan pernah dikirimkan oleh Dewa pada siapapun.
Farhan Dewa Pradipta: Tau ah, gue mau tidur ngantuk
Irene Annisa Putri: Yaudah sana, tidur tinggal tidur
Farhan Dewa Pradipta: Night😴😴😴
Irene Annisa Putri: Night too
"GILA!", Tristan refleks berteriak setelah membaca pesan itu. Tapi dia langsung menutup mulutnya rapat-rapat, karena sadar Dewa bisa saja memergokinya sedang membaca pesan WA bukan sedang main game.
Ya ampun temen gue udah gede ya, udah bisa kirim chat pake emoticon, udah bisa bilang night ke cewek, udah bisa chat begini ke cewek, gak nyangka gue. Kecengin seru kayanya. Tristan menyeringai mengingat hari ini ada latihan, di sana dia pasti bisa merecoki Dewa dan Annisa, pikirnya.
~~~
Annisa bergegas ke ruang guru untuk mengumpulkan tugas yang sudah dikerjakannya, dia tampak terburu-buru tapi langkah Dewa cukup untuk menghentikannya. Dewa berdiri tepat di samping Annisa, dia tersenyum pada Annisa kemudian berbisik, "Jangan lupa latihan."
Annisa terpaku untuk sesaat, wajahnya tampak merona merah, suara Dewa yang lembut tapi sedikit serak mampu memicu jantungnya hingga berdetak lebih kencang. Annisa tersadar, dia langsung mengerjapkan matanya untuk menenangkan perasaannya. Dia menoleh dan sedikit membentak pada Dewa, "Iya bawel!" Annisa segera meninggalkan Dewa sebelum jantungnya kembali berdetak secara tidak normal.
Dewa tersenyum melihat Annisa seperti tadi, wajahnya berubah merah karena tersadar apa yang telah dia lakukan. "Gue ngapain?" Dewa bertanya pada diri sendiri, dia mengacak rambutnya karena tak habis pikir bisa bersikap seperti itu.
"Ngomong sendiri kaya orang gila lo!" Tristan datang membawa sekeranjang bola basket, "Bukannya bantuin gue, malah kesini duluan ngomong sendiri. Bawa nih!" Tristan menurunkan keranjang tersebut dengan kasar.
Dewa langsung mengangkat keranjang itu dan berjalan menuju lapangan. "Lebih gila mana sama lo yang galau mulu di kelas gara-gara cewek lo itu?" sindir Dewa tanpa menoleh sedikitpun ke belakang.
"Kampret lo! Daripada lo jomblo!" teriak Tristan membalas sindiran Dewa.
Kali ini Dewa menghentikan langkahnya dan berbalik, "Sorry aja gue jomblo bukan karena gak laku, tapi gue aja yang terlalu pemilih." Dewa terbahak puas melihat Tristan yang tak bisa lagi membalas perkataannya.
Tristan berdecak, "Gue bongkar mampus lo ntar."
"Lo ngomong sesuatu?" Dewa tersenyum tengil, karena tau jika Tristan bicara pelan-pelan dia sudah bisa dinobatkan sebagai pemenangnya. Lomba debat kali ya.
"Nggaaaak." teriak Tristan. Yang sukses membuat Dewa tertawa lagi.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana
Teen FictionAkan kuceritakan sebuah kisah tentang mereka yang bertemu untuk mengukir kenangan bersama.