"Cacaaaaaaaaaaa."
BRUK
Adel sampai di sekolah pukul 06.45, begitu memasuki gerbang sekolah dia langsung berlari mengejar Annisa yang baru saja memasuku koridor kelas XI IPA sambil membawa beberapa buku di tangannya, karena terlalu bersemangat entah kenapa kakinya tidak bisa berhenti sampai dia tidak sengaja menubruk Annisa.
"Aduuh apaan sih lo del pagi-pagi?" Annisa memasang wajah cemberut karena buku-buku yang dia pegang harus berserakan di lantai akibat ulah sahabatnya ini. Annisa langsung berjongkok untuk memunguti buku-bukunya itu.
Adel tidak hanya diam, dia ikut berjongkok untuk membantu Annisa. Bukan hanya gerakannya yang sigap mengumpulkan buku-buku itu, tapi mulutnya juga sigap mengintrogasi perempuan di depannya ini. "Ca kata gue juga apa kan? Radit suka sama lo. Tebakan gue tuh gk pernah salah. Jadi gimana ceritanya bisa sampe jadian gitu? Cerita dong gue kepo nih." ucap Adel sambil mengedip-ngedipkan matanya genit.
Annisa hanya tersenyum lalu merebut bukunya dari tangan Adel, kemudian berjalan meninggalkannya menuju kelas. "Gak mau ah males cerita sama orang kepo" Annisa menjulurkan lidahnya keluar untuk menutup ucapannya barusan yang sangat jelas sedang mengerjai Adel.
"Ih kok gitu sih? Gue tuh peduli bukan kepo Ca!" Adel mulai merengek karena Annisa enggan menceritakan kejadian semalam padanya. Dia terus berjalan di samping Annisa sambil menuntut sebuah cerita, persis seperti anak kecil yang minta dibacakan dongeng sebelum tidur. "Ca ih ayo dong ceritaa!"
Tepat di depan kelas XI IPA 1 Annisa menghentikan langkahnya, melirik sebentar pada Adel yang kini sudah memajukan bibirnya sepanjang 5 senti. "Wahai Adelina Adora, kok kamu labil sih? Katanya tadi kepo terus bilang peduli, udah kaya ABG aja kamu." Annisa tertawa dan melanjutkan langkah menuju kursinya.
Sedangkan Adel masih kesal dengan Annisa yang justru mempermainkan kepeduliannya saat ini, ya setidaknya dia pikir penasaran dan peduli adalah hal yang serupa. "Ih Cacaa lo nyebelin banget sih."
Bell pertanda jam pelajaran dimulai berbunyi, Annisa menahan untuk tidak tertawa karena dia tau Adel makin kesal karena rasa penasarannya akan berlanjut hingga jam istirahat nanti. "Udah bell nih Del padahal gue mau cerita." Annisa memasang wajah pura-pura sedih untuk meyakinkan actingnya pada Adel.
"Tau ah." Jawab Adel yang kini sudah menjatuhkan bokongnya ke atas kursi di samping Annisa yang sedang asyik menertawai Adel.
"Sabar ya cantik nanti gue ceritain pas istirahat."
~~~
Irene Annisa Putri: Wa jersey nanti gue tanyain lg ke ethan.
Dewa membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya, sebenarnya Dewa menanyakan jersey hanya sekedar basa-basi, dia hanya ingin tahu keadaan Annisa sejak kejadian kemarin.
Bukannya lega mendapat pesan balasan dari Annisa, hatinya justru seakan dihantam sesuatu yang besar ketika tanpa sengaja membaca status Annisa yang bertuliskan nama Radit di sana.
Dewa urung membalas pesan Annisa, ponselnya diletakkan dengan kasar di atas meja. Dia memejamkan matanya, Dewa tidak habis pikir perbuatannya membawa sebuah perubahan besar pada Annisa.
Dewa mengacak rambutnya "Apa yang gue lewatin sih dalam waktu sehari? Goblok." Dewa beranjak dari kursinya hendak menuju kantin, dia berpikir mungkin es teh di kantin bisa mendinginkan sedikit perasaannya.
Sesampainya di depan kantin Dewa justru mengurungkan niatnya untuk mendinginkan kepala disana, pasalnya dia melihat Annisa sedang bersama Adel, dan juga Radit. Kenapa harus ketemu disini sih? Gak bisa apa mereka pacaran di tempat lain?
Dewa memutar arah menuju perpustakaan, sesaat dia tersenyum, bukan, bukan senyum Dewa yang selalu bisa membuat orang di sekitarnya ikut tersenyum. Senyumnya kali ini terlihat getir. Kenapa rasanya sakit ya? Kaya ada yang hilang disini. Dewa menyentuh dadanya, sambil memejamkan mata. Merutuki kebodohan yang dia lakukan kemarin.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana
Teen FictionAkan kuceritakan sebuah kisah tentang mereka yang bertemu untuk mengukir kenangan bersama.