Annisa duduk di depan meja belajarnya, menghadap buku kimia yang cukup tebal. Tangannya mengetuk-ngetukkan pensil pada buku di depannya itu.
Bukan, bukan melamun karena galau atau memikirkan Dewa, tapi dia sedang memikirkan bagaimana dia menjawab soal di depannya itu. Annisa bukan murid yang bodoh, dia pintar tetapi kadang hanya kurang teliti saja.
Matanya membulat, dia menjetikkan jarinya dan langsung meraih ponsel yang tadi sengaja dia tinggalkan di atas kasur agar tidak mengganggu kegiatan belajarnya. Tanya Radit deh, dia kan pinter Kimia.
Irene Annisa Putri: Dit mau nanya kimia
Belum sampai 1 menit balasan dari Radit sudah muncul di layar ponsel Annisa.
Radit: Yg mana?
Irene Annisa Putri: Hal57 no22
Radit: Ok, bntar ca
Irene Annisa Putri: Ok
Tidak seperti sebelumnya, kali ini Radit membalas cukup lama. Selagi menunggu Annisa membolak-balikkan halaman pada bukunya, siapa tau dirinya mendapat pencerahan bagaimana menjawab soal yang satu itu.
Benar saja, sebelum Radit sempat membalas Annisa sudah menyelesaikan pr kimianya. "Finally, huhuu." Annisa merapikan meja belajarnya dan melompat ke atas pulau kapuk kesayangannya.
Annisa melihat ponselnya dan ternyata ada chat yang baru saja masuk dari Radit.
Radit: Itu cari molnya dulu ca
Annisa memanyunkan bibirnya karena merasa balasan dari Radit sangat-sangat telat. Jari-jarinya dengan gesit mengetikkan balasan chat untuk Radit.
Irene Annisa Putri: Late!!!! Gue udh selesai😑
Radit: Yah haha sorry deh lama
Annisa tidak langsung membalas chat dari Radit, pikirannya melanglang buana mengingat kejadian tempo hari yang membuat dirinya cukup kaget juga patah hati.
Gue mah bodo amat, dia yang baper!
Sejak kejadian itu dia dan Dewa menjadi jauh, mereka jarang bertemu di sekolah, sekalinya bertemu hanya saling tatap lalu buang muka seperti orang yang tidak mengenal satu sama lain.
Annisa merasa sepi, merasa ada yang kurang dan hilang dari hatinya. Dia diam-diam merindukan tingkah konyol Dewa, celetukannya yang begitu spontan, candaannya yang terkadang garing, sampai cengiran khasnya. Annisa rindu itu semua, dia rindu pada Dewa.
Annisa kini yakin dia memang menyukai Dewa, bukan hanya sekedar naksir karena tampang Dewa yang memang sangat bisa dibilang ganteng itu.
Annisa mengetikkan chat pada Radit, dia ingin mencurahkan semua pada sahabatnya itu. Tapi satu detik setelah Annisa menekan tombol send, ada chat yang baru masuk dari Radit.
Irene Annisa Putri: Dit kayanya gue beneran suka deh sama Dewa😞
Radit: Ca gue suka sama lo
Annisa terlonjak kaget membaca chat dari Radit. Dia tidak pernah menyangka Radit menyukainya, walau Adel sudah sering bilang padanya kalau Radit menyukainya, Annisa selalu menyangkal itu karena menurutnya Radit memang sering bercanda seperti itu kepadanya.
Tidak selayaknya gadis SMA yang berdebar-debar ketika ada cowok yang menyatakan perasaan kepadanya, Annisa malah membalas chat Radit dengan santai. Saking santainya malah dibecandain, duh Nis peka dong kasian Radit.
Irene Annisa Putri: Demi apa anjir? Sejak kapan?😂
Radit tersenyum miris di kamarnya, dia tau Annisa pasti akan bereaksi seperti ini, tapi ternyata cukup menyakitkan baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana
Teen FictionAkan kuceritakan sebuah kisah tentang mereka yang bertemu untuk mengukir kenangan bersama.