TUJUH

75 4 0
                                    

TUJUH

Bu Vio benar-benar meloncat saking senangnya saat mengetahui bahwa Lana bersedia melakukan pameran lukisan. Bu Vio dengan segera menjelaskan pada Lana bahwa Lana tidak harus menyediakan banyak lukisan, lima buah lukisannya sudah bisa dijadikan sebuah pameran kecil-kecilan. Pamerannya akan dilakukan di koridor utama sekolah. Sedangkan untuk Trian dan Diandra mereka akan melakukan pertunjukkan di aula sekolah bersama dengan ekskul dan kelas lain.

Bu Vio membawa Lana ke ruang seni, Lana benar-benar di berikan satu set perlengkapan melukis yang masih baru. Mulai dari pensil H, HB, 2B, sampai 5B, cat minyak 25 warna, cat air 15 warna, sagala macam kuas, dan celemek khusus untuk melukis. Lana sedikit terperanjat tapi Bu Vio bersungguh-sungguh memberikannya. Dari merk-nya ini benar-benar berbeda dari yang sekolah siapkan untuk siswa saat pelajaran seni melukis.

"Lana, Ibu benar-benar sangat berterima kasih kamu sudah mau ikut berpartisipasi dalam acara kesenian ini.", kata Bu Vio sambil memegang pundak Lana.

Lana tersenyum seraya mengangguk pelan.

Bu Vio meninggalkan Lana disana, hari ini Lana bisa mulai melukis, di depannya sebuah kanvas berukuran sedang sudah siap untuk di lukis. Lana melirik lukisan yang Ia buat minggu lalu. Langit biru, padang rumput yang indah, dan dua orang bocah yang sedang berlarian disana, Lana menghela napas berat masih bisa merasakan sedikit kenangan itu.

Lana mulai mengambil pensil, tapi Ia masih belum tau harus menggambar apa.

Suara piano terdengar samar. Oh, itu pasti Diandra dan Trian yang sedang latihan.

Dengan tangan yang masih memegang pensil, Lana melangkah ragu-ragu, Ia meninggalkan ruang seni dengan pintu yang terbuka lalu dengan mengendap-ngendap Ia berjalan menuju pintu ruang musik, Lana sampai di depan pintu, mengernyitkan dahinya karena intro lagu sudah selesai tapi belum ada yang bernyanyi.

Lana memasukkan kepalanya melalui celah pintu, kedua tangannya bertumpu pada kusen, Lana mengintip dan hanya melihat Trian disana, dimana Diandra?

Make you feel my love. Itu salah satu lagu kesukaan Lana, walaupun Ia benar-benar urakan tapi dia suka dengan lagu mellow seperti Don't you remember, Hiding my heart, Someone like you, One and only, All I ask, When we were young, dan Hello. Ya, dia penggemar Adele.

"Oh, Lana.", tegur Trian sambil tersenyum. Lana sedikit terhenyak, Trian tanpa kacamata frame besarnya itu benar-benar terlihat... tidak asing. "Kenapa?"

Lana dengan ragu-ragu melangkah masuk. "Drawing block's?"

Trian terkekeh kecil. Biasanya, kan writers block.

"Gue nggak tau Lo suka lagu menye-menye kayak gitu.", kata Lana.

Trian mengangkat bahu, "Itu lagu Diandra yang pilih."

"Mainin satu lagu buat gue.", pinta Lana. Salah satu baris lagu ini mewakili perasaannya. Ia tiba-tiba saja rindu pada Rian.

Trian tersenyum, "Boleh. Lo mau lagu apa?"

"Don't you remember."

Trian mengangguk lalu kembali menekan tuts piano dan Lana duduk disamping Trian di kursi piano.

When will I see you again?

You left with no goodbye, not a single word was said

I know I have fickle-heart and a bitternes

Don't you remember?

Lana benar-benar terinspirasi sekarang, Ia mulai menggambar sebuah grand piano besar seperti yang tadi Trian mainkan bedanya, piano yang Lana gambar berwarna hitam dengan latar merah, gambar itu memang tidak lengkap rasanya tanpa seseorang yang memainkan piano tersebut, tapi itulah yang ingin Lana lukiskan. Sendiri. Sepi. Dan rasa kehilangan juga rasa tidak lengkap. Setidaknya itulah yang Lana rasakan.

Dan Kamu Tidak Akan Pernah Tahu / And You'll Never Know (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang