DUA PULUH
Lana menatap gelas plastik berisi sisa-sisa es batu dari es jeruk miliknya, Ia masih tidak bisa melupakan pembicaraan Trian dan Rere yang tidak sengaja Ia dengar. Lana yang bengong tidak menyadari bahwa Trian sudah ada di depannya.
"Ngelamunin apaan sih?" tanya Trian yang berhasil membuat Lana terperanjat.
Lana mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya Ia menjawab, "Nggak kok."
"Bentar lagi jam sekolah udah abis, inget kan kalo kita mau nyekar ke makam tante Yuna?"
Lana mengangguk pelan, "Iya, inget kok."
Trian tersenyum, Ia kemudian berbalik kembali menghadap ke papan tulis. Lana menatap punggung Trian dengan banyak pertanyaan yang mengusik di kepalanya. Setelah sekilan lama, apakah Trian benar-benar menyukainya? Apakah selama ini Trian menunggunya?
Pertemuan Lana kembali dengan Trian memanglah membuat luka lama Lana kembali terasa perih, tapi kini Lana sudah mampu menerima semuanya, Lana sudah mulai menerima Trian kembali, Lana juga mulai bisa memaafkan Trian.
Lana mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas dan pandangannya berakhir pada punggung Rere yang sedang berbicara asyik dengan beberapa teman sekelasnya. Melihat Rere membuat Lana teringat lagi dengan pembicaraan Rere dan Trian yang tidak sengaja Lana dengar di ruang musik tadi. Lana juga mendadak mengingat perkataan Diandra di rumah sakit kemarin, Diandra mengaku bahwa Ia menyukai Trian dan berharap agar Trian mau menerima perasaannya. Tapi, sepertinya Trian tidak bisa menerima perasaan Diandra dari perkataannya pada Rere barusan.
Bimo muncul dari pintu kelas, Ia membawa tumpukan buku di tangannya lalu berseru, "Bu Risa nggak masuk, tapi dia nyuruh kita buat tugas di LKS halaman sebelas"
Mendadak, suasana kelas yang tadinya riuh kini penuh dengan koor lesu, semuanya kembali pada tempatnya masing-masing. Mata Lana dan Rere bertemu sebelum akhirnya Rere juga kembali dan duduk di tempatnya.
# # #
Makam yang tadinya penuh rumput liar dan dedaunan kering kini sudah bersih, daun-daun kering kini tergantikan dengan taburan bunga warna-warni, harum dari air mawar menyeruak lembut. Terakhir, Lana menaruh bucket bunga tulip putih yang sudah Ia beli tadi.
"Maaf Yuna, aku baru bisa datang lagi sekarang" Bunda Dewi berkata sambil memegang batu nisan makam itu dengan lembut, "Alana benar-benar mirip sekali denganmu, Yuna."
Lana tersenyum, entah mengapa Ia merasa sangat senang saat Bunda Dewi berkata bahwa Ia mirip dengan Mamanya.
Bunda Dewi memimpin doa, mengirimkan doa untuk almarhumah sebelum akhirnya mereka meninggalkan area pemakaman. Lana meninggalkan makam Mamanya dengan perasaan campur-aduk, Ia merasa masih ingin berada disana, tapi langit sudah mulai menjingga dan tak bisa Ia pungkiri bahwa selama apapun Ia berada disana, Mamanya tidak mungkin bangkit lagi.
Beberapa bayangan tentang Mamanya mengisi kepala Lana, Ia masih bisa mengingat dengan jelas suara Mamanya, Lana juga masih bisa mengingat wajah Mamanya dengan sangat jelas. Sangat jelas, hingga Lana selalu lupa bahwa Mamanya telah tiada.
"Lana?" suara itu berhasil membuyarkan lamunan Lana, Lana berhenti melangkah lalu berbalik mendapati Adnan di belakangnya.
"Lo ngapain disini?", tanya Adnan sambil melirik Trian dan Bunda Dewi yang berada di belakang Lana.
"Lo sendiri?" Lana balas bertanya, Ia merasa tidak perlu Adnan mengetahui alasan Ia kesini.
Trian ingin angkat suara namun Lana dengan segera menyela, "Trian, kasian Bunda Dewi nungguin. Lo ke mobil duluan aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kamu Tidak Akan Pernah Tahu / And You'll Never Know (SUDAH TERBIT)
Fiksi Remaja[COMPLETED] Ini cerita tentang sebuah alasan mengapa seseorang bisa berubah, tentang rumitnya untuk bisa mengerti keadaan seseorang, tentang sulitnya membuka pintu hati seseorang, tentang susahnya memanfaatkan waktu yang kita punya... Mengetahui kis...