SEBELAS
Diandra dan Rere menghentikan langkahnya begitu mereka berdua sampai di koridor utama, koridor panjang yang di ujungnya terdapat tangga besar untuk menuju lantai atas sekarang penuh dengan murid-murid SMA Cahaya Bangsa, mereka semua memenuhi koridor itu untuk melihat lukisan-lukisan yang terpasang di dinding koridor.
Lukisan pertama adalah : sebuah gambar piano hitam dengan latar merah, piano itu sepertinya berada di tengah panggung dengan lampu sorot yang mengarah padanya. Diandra tidak mengerti, tapi dalam gambar tersebut ada yang kurang. Ya, pianisnya.
Lukisan kedua : sebuah lukisan yang didominasi warna biru dan hijau, tampak ada dua orang anak yang berlari di tengah padang rumput itu, seakan-akan dunia milik mereka. Lagi-lagi Diandra hanya bisa mengerutkan kening.
Lukisan ketiga : Pemandangan senja, dengan siluet seorang laki-laki yang sedang menikmati terbenamnya mentari.
Lukisan keempat : Seorang perempuan berdiri di bawah lampu jalan, Diandra tidak tau bagaimana cara Lana bisa melukiskan pemandangan hujan di malam hari, tapi itu-benar-benar indah... walau bayangan perempuan di genangangan air hujan itu agak menyeramkan karena Ia tidak berpose seperti pemiliknya.
Lukisan kelima : Ini lukisan yang paling indah menurut Diandra, lukisan sebuah jendela yang terbuka, di jendela tersebut terdapat pot-pot kecil berisi bunga-bunga yang cantik, anehnya dalam jendela tersebut hanya terdapat tembok, tidak menunjukkan ruang yang ada di dalam jendela tersebut. Diandra tidak mengerti maksud lukisan ini tapi, perpaduan warna pastel yang lembut membuat Diandra tidak bisa mengalihkan perhatiannya pada lukisan tersebut.
"Wah, Lana benar-benar hebat ya", gumam Rere yang berada di samping Diandra ikut menikmati lukisan tersebut.
Diandra mengangguk, "Iya."
"Lihat judul lukisannya," kata Rere sambil menunjuk tulisan kecil yang berada di samping lukisan tersebut "Window's heart?"
"Hati bagaikan ruang, ada pintu dan jendelanya juga. Bagaimanapun kita mengenal seseorang, kita tidak akan mengetahui isi hatinya. Karena selama ini kita salah menduga bahwa kita telah membuka pintu hati mereka padahal yang kita lakukan hanyalah mengintip dari jendela hati mereka. Apapun yang terjadi, jika kita hanya terus mengintip dari jendela hati mereka, kita tidak akan memilikinya bukan?", Lana muncul dari belakang Diandra dan Rere membuat mereka sedikit terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Lo bikin gue kaget aja, Lan,", keluh Rere
Diandra tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Lana lurus-lurus. Lana benar, sepertinya Diandra tidak akan pernah mendapatkan Trian jika yang Ia buka hanyalah jendela hati Trian. Tapi, akankah Trian membuka pintu hatinya untuk Diandra?
"Sumpah, lukisan-lukisan Lo keren banget Lan", kata Rere
Lana tersenyum, "Oh ya? terima kasih"
"Lo kok bisa jago ngelukis kayak gini sih? Belajar darimana?" , Tanya salah satu murid lain yang ikut melihat lukisan Lana
"Otodidak,", sahut Lana sembari tetap tersenyum
Dan banyak lagi, pertanyaan dan pujian mengenai Lana. Trian yang berada di depan tangga hanya bisa ikut tersenyum melihat Lana yang mulai sedikit terbuka, tampang judesnya juga mulai memudar, dan... apakah ini saat yang tepat untuk memberitahukan Lana siapa Trian sebenarnya?
# # #
Diandra hanya bisa menahan rasa sakit di kepalanya, Ia segera mengeluarkan sebutir obat dari dalam botol kecil yang Ia pegang lalu meminumnya. Kedua sikunya berada di atas meja sedangkan tangannya menahan kedua kepalanya, Diandra menggenggam rambutnya dan menariknya sedikit berharap agar rasa sakit di kepalanya menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kamu Tidak Akan Pernah Tahu / And You'll Never Know (SUDAH TERBIT)
Roman pour Adolescents[COMPLETED] Ini cerita tentang sebuah alasan mengapa seseorang bisa berubah, tentang rumitnya untuk bisa mengerti keadaan seseorang, tentang sulitnya membuka pintu hati seseorang, tentang susahnya memanfaatkan waktu yang kita punya... Mengetahui kis...