Sinar matahari memaksa masuk melalui celah tirai pintu balkon kamarku yang melambai-lambai. Mataku berkedip silau dibuatnya. Aku mendesah kesal. Mimpiku seketika buyar karnanya. Tapi tak apalah, berkatnya pula aku bangun.Aku beranjak dari ranjangku, melupakan mimpi yang tadi ku pikir indah. Melangkah mendekati pintu dan membukanya.
Hmmm....
Organ penciumanku tergoda harum masakan Mama. Aku berlari menuruni tangga, menyusul Mama dengan masakan lezatnya didapur.
"Huuaa.. Sup ayam," decakku kagum dengan membulatkan kedua mataku dan mengangkat kedua alisku tinggi-tinggi.
"Udah gak sabar sarapan ya?" tanya Mama.
Aku mengangguk sebagai jawaban dengan tatapan mata tidak beralih dari sup ayam dihadapanku. Aku menggerakkan tangan ke kanan dan ke kiri, mengipas-kipas asap sup yang masih panas itu lebih dekat ke hidungku.
Hmmm... Aku suka baunya.
"Pergi cuci muka sama sikat gigi sana."
Aku mencebikkan mulut. Ya, apa salahnya menuruti kata Mama.
Aku memandang bayangan diriku dicermin kamar mandi. Rambutku berantakan juga wajahku terlihat kusam. Huuuhh, udah berapa hari ya liburnya? Bosan.
Aku mennggosok gigiku, kemudian memainkan air dimulutku ketika berkumur kemudian membuangnya. Aku meringis lebar, memamerkan gigi putihku dengann dua gigi depan lebih besar dari ukuran gigi yang lain. Orang bilang sih namanya gigi kelinci. Jadi tak heran kalau aku sedikit membuka mulut, pasti hanya gigi depanku yang terlihat. Aku beralih membasuh muka dengan produk facial foam kepercayaanku. Kurasa cukup, waktunya sarapan.
Seketika pantatku mendarat di kursi makan.
"Tunggu Papa dulu, La" ucapan Mama menghentikan gerakan tanganku yang akan menggapai centong nasi.
Lima detik kemudian Papa keluar dan menghampiri kami di meja makan.
Pa, ayo cepet pa jalannya. Papa ih. Tau aku udah laper juga.
"La, anterin ini buat nenek Anas ya," aku kembali manyun mendengar kata-kata Mama.
Tidak bisakah moment sarapanku berjalan damai? Ya daripada jadi anak durhaka dan kena azab nanti, mending aku turuti Mama.
Aku berjalan gontai dan malas dengan dress tidur hello kitty selutut yang masih setia melekat ditubuhku. Aku memang belum sempat mengganti pakaianku, rencananya sih setelah makan sekalian mandi. Iya, dan kebiasaanku saat libur mandi setelah bangun tidur siang. Mungkin sekitar jam 5 sore setelah selesai menyiram tanaman.
Nenek Anas sendiri bukan nenek kandungku. Ya, maksudnya gak ada hubungan darah sama sekali. Nama aslinya juga bukan Anas, tapi Satina. Anas itu nama suaminya, kakek Anas. Rumahku dan nek Anas memang dekat, rumahnya ada diseberang rumahku tapi gak didepannya pas. Emm.. Jarak satu rumah, rumahnya Pak Mahdi. Rumahnya Pak Mahdi pas didepan rumahku. (Apaan sih? Ribet banget😯)
Ya gitu deh pokoknya. Keluargaku memang deket sama keluarga nek Anas, jadi tidak heran kalau kami sering bertukar makanan.
Aku membuka gerbang rumah nek Anas, sekilas aku mengucapakan salam tanpa menanti sahutan aku melenggang masuk langsung menuju ruang keluarga yang tak lain adalah ruang tv.
"Ila, pagi-pagi udah kesini aja. Bawa apaan itu?," tanya nek Anas yang tiba-tiba muncul dari arah dapur.
"Ini nek, Mama masak sup ayam."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Icy Boy
Teen FictionAku menarik lengan Keyla, memaksanya mendekat padaku. "Lo gak ngerti bahasa manusia ya? Lo tunarungu?!" "Lepasin gue!" dia terus meronta, ku turuti kemauannya dengan menghempas lengan kurusnya. "Kenapa sih lo kasar banget sama gue? Salah gue apa sam...