First Sorry

116 6 0
                                    

Keyla POV

Sepanjang jalan aku sibuk memperhatikan jalanan. Itu memang hobiku. Sesekali aku melihat bayangan Aldy dari kaca spion yang kini tengah memboncengku. Ya, dia sangat tidak mempercayaiku. Akhirnya dia memaksa untuk mengendarai motor maticku.

Mata cekung, hidung mancung dan rambut hitamnya yang tersibak angin, membuat dia terlihat.... Aaah.. Hush. Jangan. Dia cowok nyebelin. Jangan terpesona sama dia. Ya, tapi jujur dia terlihat sedikit mirip Charlie Puth. Sedikit. Hanya sedikit.

Aku memikirkan kejadian di mall tadi. Kenapa juga aku harus lupa jalan keluarnya? Bahkan dengan mudahnya Aldy menemukannya tadi, sedangkan aku hanya membuntutinya. Sepertinya saat aku kecil mall itu belum dibangun. Berarti tadi kunjungan pertamanya. Lagipula biarpun aku bisa meninggalkannya tadi, dia bukan tipe orang yang akan panik karna kehilanganku.

"Woy, turun!" celetuk Aldy membuyarkan lamunanku.

Setelah sadar ternyata kami sudah sampai didepan rumah nek Anas. Aku mengambil alih motor sesaat Aldy beranjak turun tiba-tiba.

"Aldy."

Dia menatapku masih dengan tatapan yang membosankan.

"Makasih ya tadi lo udah traktir gue. Kapan-kapan kita jalan lagi ya?" ujarku berusaha baik dan ramah. Setidaknya balasan karna tadi dia membayar semua makananku.

"Males. Makan lo banyak."

Jlleeebb..

Lagi-lagi dia meninggalkanku begitu saja. Menyisakan luka yang berusaha ku tutup kembali menganga. Kalau gak lapar manaa mungkin gue makan banyak. Huuh.. Ngeselin. Berusaha dibaikin, malan nyakitin.

Semalaman aku memikirkan Aldy. Lebih tepatnya memikirkan kesalahanku padanya. Ya, dia memang keterlaluan dan tidak tahu cara bicara lembut. Tapi kalau saja dia tadi tidak mencariku, pasti sekarang aku masih duduk termangu di depan toko es krim. Apalagi kalau ketemu orang cabul yang kata orang sering berkeliaran saat malam di mall. Dia penolongku hari ini. Apa aku harus minta maaf? Mengakui kesalahanku padanya? Apa itu harus, bahkan dia tidak pernah minta maaf atas semua kata-kata kasarnya padaku. Kenapa juga aku harus repot-repot memikirkan ini! Memikirkan dia? Aku pasti sudah gila.

❄❄💧

Aku berdiri seperti patung di depan gerbang rumah nek Anas. Pagi ini, lagi-lagi Mama menyuruhku mengantarkan makanan. Aku menimbang-nimbang kata apa yang pantas aku ucapkan jika bertemu Aldy nanti. Sampai sekarang aku masih belum menemukan kalimat yang pas. Aku belum siap bertemu dia. Aku? Oh, hell.

Ku lihat gerbang itu perlahan terbuka. Mataku membulat melihatnya. Aku gugup saat ini, kalau itu dia. Karna biasanya jam segini dia keluar untuk membuang sampah.

"Ila, ngapain? Kok gak masuk?"

Aku menghela napas panjang karna ternyata orang dibalik gerbang itu adalah nek Anas, bukan Aldy.

"Ini, nek. Aku nganterin telur sambal balado ala Mama." senyumku merekah sambil memberikan tupperwear berisi makanan itu pada nek Anas.

"Makasih ya."

Nek Anas membalas senyumanku kemudian matanya melebar setelah mencium harum aroma masakan Mama.

"Emm.. Nek," aku kembali menimbang-nimbang. Ragu hendak menanyakan ini.

"Iya?"

"Aldy ada?"

"Aldy?"

Aku mengangguk.

"Dia udah pulang."

"Pulang?"

"Iya. Semalam, penerbangannya ke Palembang dijadwal jam 8. Dia gak pamitan sama kamu?"

My Icy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang