Awalnya aku membayangkan kalau merencanakan pernikahan itu akan menyenangkan. Memilih bunga, center piece untuk meja makan, dekorasi interior ruang resepsi, sampai memilih baju dan mencicip kue pengantin. Rupanya, segala keceriaan yang diumbar oleh para kenalan wanitaku tidak sebahagia itu.
"The Plaza? Tidakkah menurutmu terlalu mahal?"
"Aku sudah bilang ke Meghan kalau kau pasti tidak setuju dengan harga semahal itu, tapi itu masih sesuai anggaran dan—"
"Tapi, itu bukan berarti kita bisa menghamburkan uang hanya untuk venue. Bagaimana kalau di museum? Dua hari yang lalu, aku baru mendatangi resepsi pernikahan temanku di American Museum of Natural History. Harganya jauh lebih murah dari The Plaza dan resepsinya juga megah, tak jauh beda dengan yang digelar di The Plaza."
"Jangan museum, Kris. Tolong, jangan museum..."
"Apa lagi pilihannya?"
"Meghan menyarankan di Capitale—"
"Ah, menarik. Gedung tua bekas bank pasti memiliki arsitektur dan karakter yang kuat. Contoh adaptive reuse yang cukup berhasil, daripada membuang uang untuk meruntuhkan bangunan lama dan membuat yang baru. Menarik, tapi harganya masih terlalu mahal."
"Okay, umm... Cipriani?"
"Bukankah itu lebih mahal dari Capitale?"
Aku menarik napas dalam-dalam dan meletakkan penaku, putus asa untuk mengajak bicara Kris. Seharusnya aku tahu dari awal. Orang yang akan menikahiku adalah orang paling pelit yang pernah kutemui. Aku sudah curiga saat dia memberikan anggaran yang kelewat tinggi padaku dan Meghan. Batas uang itu bukan batas maksimal yang diperboleh oleh si brengsek ini. Kurangi beberapa puluh ribu dollar lagi, barulah itu batas anggaran yang sebenarnya.
Aku mengurut keningku, pusing mengurus pernikahan ini. Belum lagi aku masih harus mengawasi proyek besok pagi dan aku belum cukup istirahat. Great. "Um... mungkin kau mau mempelajari lagi tentang venue yang tersedia. Kalau kau tidak suka ballroom party, aku bisa minta Meghan untuk mencari tempat yang sesuai untuk mengadakan garden party. Central Park, mungkin?"
Kris mengambil buku catatan dengan kening berkerenyit. Matanya menelusuri segala catatan yang kubuat tentang venue yang tadi siang kudatangi bersama Meghan sebelum melirikku yang berjalan gontai ke arah kamar mandi. "...semahal ini? Bahkan kuenya semahal ini?"
Sambil mengerang pelan, aku membalikkan tubuhku dan mengedikkan pundak. "Meh. Itu masih masuk dalam anggaran, jadi kurasa tak masalah."
"Sepuluh dollar untuk satu orang? Sepuluh dollar hanya untuk sepotong kue tiap orang? Pakai bahan apa dia?" desis Kris sambil menggoyang-goyangkan buku catatan itu, tampak kesal sekaligus kecewa. "Oke, dia memang memberikan range antara tujuh sampai sepuluh dollar, tapi bukankah itu masih terlalu mahal? Itu berarti kue pengantinnya akan seharga seribu dollar hanya untuk seratus orang!"
"Karena itu, coba kau lihat bagian yang kulingkari dengan warna merah menyala. Aku jelas-jelas menulis kalau kita perlu membuat daftar tamu terlebih dulu untuk bisa membicarakan tentang kue pengantin dan katering." Aku menggeleng pelan saat Kris membulatkan mulut, akhirnya paham setelah membaca catatanku. "Kau bisa buat duluan. Perhitungkan seberapa banyak kenalan, kerabat, dan keluargamu yang mau kau undang. Selain itu, kau juga harus mengalokasikan dana untuk memberikan tiket pulang-pergi bagi mereka yang ada di luar New York atau Amerika Serikat."
Aku sudah setengah jalan melepaskan kemejaku saat aku mendengar Kris bertanya, "Bagaimana denganmu? Berapa orang yang mau kau undang?"
"Paling hanya teman-temanku yang ada di New York." sahutku sambil lalu dan mengambil handuk. Kubiarkan kemejaku jatuh begitu saja di lantai marmer penthouse Kris. Pelan-pelan, aku melepaskan sabuk celanaku dan membiarkannya juga jatuh ke lantai, menyusul kemejaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Commitment
Fanfic[KrisHun - COMPLETE] Sebuah kisah hidup seorang Oh Sehun dalam gemerlap kota urban dan hedonisme yang penuh dengan kemewahan dan kenikmatan duniawi. Menjadi seorang gay yang banyak mengecap pahit manis gemerlap New York, tidak berminat menjalin ikat...