Kalla POV
Aku menggeliat di atas tempat tidurku. Stella masih tidur, dan ini masih terlalu pagi. Bangun pagi adalah hal yang aku benci sebenarnya. Akan tetapi diriku sadar kalau sekarang memiliki anak yang harus diberi makan. Aku menuju dapur dengan susah payah, badanku pegal-pegal. Menggendong Stella kemarin sore itu bukan hal yang mudah. Semakin hari tubuh putriku semakin bertambah besar, dan akan melelahkan kalau menggendongnya selama beberapa jam.
Aku merebus air sambil memeriksa isi kulkas. Aku memulai pertempuran pagi hari ini dengan membuat omelet dan memanggang beberapa roti. Stella suka roti panggang yang diberi selai stroberi.
Setelah melakukan segala hal, dari memasak, bersih-bersih, memandikan Stella, dan lain sebagainya, rasanya aku ingin pingsan. Aku lelah, lelah sekali. Aku melihat Stella yang sedang menonton tv, meskipun aku tahu anakku tidak benar-benar menontonnya. Stella suka menyendiri sambil memikirkan sesuatu yang aku tidak mengerti. Dia pasti tidak tahu kalau yang ia tonton adalah acara gosip untuk orang dewasa.
Stella memang seperti itu, tidak terlalu suka menonton tv, yang ia sukai hanya piano dan stroberi. Aku mendekatkan diri dengan duduk di sebelahnya yang memeluk remote seperti memeluk barang kesayangannya. Fokus Stella bukan pada layar tv tapi pada remote yang ia peluk.
"Siapa yang tidak mengenal Romeo Evans, pemilik jaringan Vans Hotel yang luar biasa tampan. Tidak hanya tampan, pemirsa. Dia juga memiliki bakat bermusik yang layak diacungi jempol."
Aku menatap layar tv, karena mendengar ada orang yang begitu kubenci dengan sepenuh hati disebut-sebut.
"Benarkah, Linda? Aku jadi makin penasaran, seberapa hebatnya Romeo dalam memainkan pianonya."
"Abel kau akan terpesona jika mendengar permainannya."
"Benarkah? Lebih baik kita lihat saja video berikut ini."
Aku ingin mengganti saluran ke acara yang lebih manusiawi menurutku. aku lebih baik menonton ulat animasi yang memiliki mata besar daripada harus melihat Romeo Evans dan Vans Hotelnya. Apa tadi katanya, Romeo bisa memainkan piano? Apa tadi katanya, Romeo tampan? Diberi gratis pun aku tidak sudi menerimanya.
Sedetik kemudian aku pergi dan memilih merangkai bunga untuk ruang tamuku. Aku agak jengkel dengan lelaki satu itu, ditambah dengan ketiga temannya yang sama bejatnya. Pagiku sudah begitu melelahkan dan sekarang tv sedang bekerjasama memperkeruh keadaan hatiku.Stella menghampiriku, masih membawa remote nya dan menatapku lekat-lekat dengan mata milik lelaki yang sudah sukses menghancurkan masa depanku. Aku jadi semakin mengingat Romeo Evans. Sialan, apa tidak cukup dengan rasa sakit hati yang kualami. Aku memasukkan tangkai bunga dengan kasar ke dalam vas berleher panjang.
"Mom, Stroberi. Stella ingin stroberi." Aku lupa belum memberi jatah buah kesukaan putriku hari ini.
"Ayo kita ambil stoberimu." Stella melonjak-lonjak gembira.
Di hari Sabtu dan Minggu, aku biasanya menyempatkan untuk berolahraga di dalam rumah, ditemani oleh Stella. Sekarang dia sedang tidur siang memeluk beruangnya. Selama aku berolahraga, Stella berada di dekatku. Aku senang bisa mengawasinya sambil melakukan kegiatan harianku. Aku merindukan Paman Louis dan Bibi Kelly. Aku menunggu kabar Samantha melahirkan. Setidaknya Samantha memiliki suami yang menyayanginya dan kedua orang tua yang masih lengkap, tidak seperti diriku.
Aku memang Lelah, tapi aku harus berolahraga.
Setelah melahirkan, bokongku agak membesar, sudah sejak lama aku berdiet untuk menurunkan berat badan, berharap ukuran bokongku akan menyusut dengan sendirinya. Aku agak risi dengan model bokong yang terlihat wow ini. Kata Bibi Kelly ini terlihat seksi, tapi menurutku ini tidak seksi sama sekali. Setelah melahirkan memang tubuh wanita akan berubah menjadi mengerikan jika tidak dirawat dengan baik. Butuh waktu setahun untuk menghilangkan lemak di perutku. Bentuk payudaraku juga berubah sejak menyusui Stella selama dua tahun. Aku tahu ini wajar terjadi. Hanya saja aku masih tidak terima dengan perubahan yang menurutku terlalu cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby
RomanceKalla tidak pernah tahu kalau selama ini Romeo hanya berpura-pura mencintainya. Ketika perasaan Kalla ternyata bertepuk sebelah tangan, ia memutuskan untuk berhenti dan memilih merasakan sendiri rasa sakitnya. Cinta kini sudah berubah menjadi benci...