Kisah 9

26.1K 1.8K 6
                                    

Kalla POV

Flashback On

"Mommy, Stella ingin punya daddy seperti David, seperti Rissa, semua punya daddy. Stella tidak." Stella mulai merajuk, dan ini sangat menyebalkan. Aku bingung harus bersikap seperti apa untuk meyakinkan kalau ayahnya tidak akan bisa menemuinya dalam alasan apapun. Apa aku kejam kepada anakku sendiri? Aku sedih sekali.

"Daddy Stella ada di surga." Apakah ini jawaban? Nyatanya Romeo masih hidup. Aku membohongi anakku sendiri. Aku hanya ingin putriku tidak mencari-cari ayahnya. Ayahnya sudah memiliki kehidupan sendiri.

"Kita jemput ke surga."

"Surga itu jauh. Kita pasti akan ke surga kalau selalu berbuat baik. Stella mengerti kan, kalau orang yang sudah tua pasti akan meninggal. Ayah Stella sudah tua dan tidak ada di dunia lagi. Kita berbeda dunia dengan ayah Stella." Kebohongan ini entah mengapa membuatku merasakan sakit sekaligus sesak di dada.

Stella diam mendekap bonekanya, "Stella tidak punya daddy." Stella tampak sedih, dan aku turut andil di dalamnya. Maafkan mommy, Nak.

"Meskipun Stella tidak punya daddy, Stella punya mommy. Stella sayang mommy, kan?"

"Stella sayang mommy."

"Tidur, sayang. Besok kita akan pergi bermain piano di panggung yang banyak lampunya."

"Naik pesawat lagi?"

"Nanti kalau kita pulang dari Jersoix, kita akan naik pesawat lagi."

Flashback Off

Aku mendekap Stella yang tidur di pelukanku. Aku meninggalkan Jersoix malam ini dengan penerbangan jam delapan lebih sedikit. Lima hari kami berada di negara asing yang sudah pernah kukunjungi sekali, waktu perusahaanku mengadakan seminar dan mewajibkan aku untuk ikut. Sudah dua hari sejak Stella mengatakan kalau ia memiliki ayah yang berada di surga. Aku ingin mengatakan kalau ayahnya masih hidup, tapi tidak bisa aku lakukan. Ayahnya hanya akan melukai anaknya dan ibunya, untuk apa aku mengatakan kepada dunia kalau Romeo Evans adalah ayah kandungnya. Bisa-bisa gempar kalau aku mengatakan kebenaran, karena saat itu banyak orang yang melihat kami. Sudah sejak lama aku membuang Romeo Evans, tidak ada gunanya terjebak dalam dunia khayalan yang kadang aku bangun untuk membuatku tersenyum. Di mana hanya ada kami bertiga yang hidup bahagia, meskipun kenyataannya tidak seperti itu.

Menunggu di kursi tunggu bandara sampai kami mendapatkan pesawat. Aku tahu Stella sangat ingin memiliki ayah seperti teman-temannya. Mungkin aku bisa memberikan apa saja, tapi aku tidak pernah bisa memberikan ayah untuknya. Aku mengambil tisu dan mengelap cairan dari mata serta hidungku. Ada beberapa orang yang melihatku dengan pandangan iba. Aku sudah seperti korban kekerasan dalam rumah tangga yang sedang melarikan diri sambil membawa anaknya.

Entah mengapa aku merasa bersalah sekaligus terluka di saat yang hampir bersamaan. Aku mengatakan berkali-kali kalau aku baik-baik saja. Ya, kami akan baik-baik saja. Aku menghirup aroma dari rambut Stella. Aroma stroberi menusuk hidungku, kalau saja ayahnya bukan Romeo, aku rasa hidup kami tidak akan seperti ini selama lima tahun belakangan ini.

Mengapa kesalahanku harus membuat anakku terluka? Aku yang berdosa, dan kenapa dosa itu harus mengikutsertakan anakku. Dia masih kecil, Tuhan. Dia tidak tahu apa-apa. Aku, ibunya yang melakukan dosa, bukan anakku. Kenapa aku harus hamil di luar nikah? Stella tidak bersalah, aku yang bersalah. Stella tidak berdosa, dan aku tidak bisa membahagiakan Stella. Aku tidak kuat lagi, dadaku sesak sekali jika tidak menangis. Ada perasaan sakit di dalam sini, yang sulit untuk kuobati.

Meskipun baru empat tahun, Stella sudah secerdas anak-anak diatas lima tahun. Semakin banyak hal yang ia ketahui, aku takut kalau anakku akan terluka. Dia akan membenci ibunya karena membuatnya menjadi seorang anak haram. Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong anakku sendiri. Aku harus siap ketika anakku kelak akan berpindah-pindah sekolah atau melakukan pendidikan di rumah. Aku harus bekerja lebih rajin lagi, itu semua tidak murah untukku. Kejadian itu pasti akan aku alami cepat atau lambat.

Aku belum tentu siap dengan hidup yang seperti itu. Apa bisa aku meneriakkan kalau Tuhan tidak adil kepadaku. Kalau memang jalan yang seperti ini yang harus kami lalui, paling tidak limpahkan penderitaan ini kepadaku, jangan kepada anakku. Stella tidak salah apa-apa. Aku yang bersalah.

Aku menggendong anakku, aku berjalan ke sebuah pintu yang akan membawa kami pulang. Air mata tidak mau berhenti sesuai dengan intruksi yang aku ucapkan keras-keras dari dalam hatiku. Aku benci menjadi wanita. Wanita bernama Kalla Rei adalah manusia bodoh. Kalau sudah seperti ini aku tidak bisa berpikir dengan normal, selalu perasaan yang bertarung dengan pikiranku. Tapi memang benar kalau aku itu bodoh.

Flashback On

Rasanya sakit sekali perutku, hari ini aku akan melahirkan. Aku terbaring di ranjang rumah sakit sendirian. Paman Louis sedang dalam perjalanan ke rumah sakit, bibi Kelly juga. Baru beberapa menit ketika aku sampai dan di bantu ke ruangan bersalin. Ini sungguh menyakitkan.

Dokter dan suster memberiku beberapa prosedur yang harus kulakukan, aku akan melahirkan seorang bayi. Aku menjerit dan berjuang, bagaimanapun aku harus selamat, anakku juga. Ketika aku berada di saat-saat terberatku aku mengingat kembali kalau aku pernah dicintai oleh Romeo. Aku mengingat ibuku yang akan mengelus rambutku ketika aku akan tidur. Aku mengingat Paman Louis yang akan mengantarku kemana saja dengan gratis, aku mengingat berbagai hal yang membuatku bahagia, meski itu bersifat sementara.

Aku melupakan hari di mana Romeo begitu sangat menyakitiku. Aku akan membuktikan kalau tanpa siapa-siapa aku bisa melaluinya. Itu bukan cinta, tidak ada cinta yang menyakiti. Romeo memang sejak awal tidak pernah menginginkan diriku baik sebagai kekasih atau pendamping hidupnya. Aku hanya manusia yang dijadikan objek taruhan.

"Aku tidak butuh cintamu!" jeritanku menggema di ruang bersalin.

"Aku benci!!!!"

"Pergi saja ke neraka bersama iblis!"

Aku tidak peduli dengan dokter dan suster yang memandangku aneh. Aku mengatur napasku sendiri, terengah-engah sendiri, merasakan sakit sendiri. Badanku rasanya terbelah menjadi dua, tulangku seperti diremukkan oleh bus umum. Ini menyakitkan. Dan hatiku lebih sakit lagi.

"AWAS KAU ROM!!! AKU AKAN MEMBUNUHMU!!!"

Flashback Off


Bersambung........

My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang